Putri Ming Ji Li

1.8K 56 19
                                    

#LR_Pro
#Exclusive_LovRinz

Senyum Musim Semi
By : Eva Liana
Part 1
Putri Ming Ji Li

Tahun 1383 Masehi.

Singgg!!

Singgg!!

Dua batang anak panah berlomba melesat dengan kecepatan tinggi menuju kijang gemuk yang berlari gesit setengah meloncat menyusuri sungai. Dua anak panah itu mendesing saling mendahului. Satu dari arah matahari terbit dengan model sangat sederhana berbahan kayu, dan satu lagi dari barat berbahan besi dengan pangkal berhias bulu burung yang berwarna menyolok.

Crebb!

Anak panah yang berasal dari timur, berhasil mencapai sasarannya lebih dulu. Menembus tepat di tengah dada hewan buruan berdaging menggiurkan itu. Kijang pun roboh diiringi lenguh kesakitan. Sebelum terkapar, anak panah yang satunya lagi, tanpa ampun menerjang perutnya. Kijang malang itu pun tergeletak, kejang-kejang sekarat.

"Kenaa!!"

Terdengar sorak kegirangan, disusul dengan melompatnya seorang gadis belia berusia sekitar empat belas tahun dari balik semak sebelah timur. Pakaiannya berwarna merah jambu, terbuat dari sutra halus dengan sulaman benang emas yang sangat indah.

Sinar hangat matahari pagi, membias di wajah bulat telur kekanak-kanakan gadis cilik itu. Membuat kulit putih beningnya bercahaya, menyaingi kemilau batu jade. Sepasang mata bundar, berbinar-binar jeli, dan tampak unik karena dilingkari pendar kebiruan. Dinaungi bulu mata panjang lentik yang sesekali berkibas laksana sayap kupu-kupu. Bibir merah mungilnya menyunggingkan senyum bangga karena merasa berhasil memanah kijang. Tas anak panah di punggung dan busur yang digenggam di tangan kanan, membuat penampilannya terlihat keren.

Akan tetapi, belum lagi ia mencapai kijang yang menjadi korbannya, sesosok lain telah berjongkok di situ. Seorang gadis manis yang usianya lebih tua, sekitar tujuh belas tahun. Pakaiannya dari bahan kasar tambal-tambalan, berwarna dasar putih, cukup bersih dan rapi tanda terawat dengan baik. Ia tidak menyandang busur panah sebagaimana gadis berbaju merah muda itu. Hanya ada tas pinggang berisi dua batang anak panah sederhana.

"Heii, itu buruanku!" seru anak gadis berpakaian merah jambu sambil bergegas menghampiri.

Gadis berpakaian pengemis menoleh. Sejenak terpukau menyaksikan keindahan secemerlang giok itu mendekat. Namun, ia lekas tersadar, lalu mengerutkan alis hitam tipisnya.

"Bukan. Ini buruanku! Lagipula panahku lebih dulu yang melumpuhkannya! Panahmu belum tentu tepat sasaran jika panahku tidak lebih dulu menembus jantungnya!" bantahnya.

"Enak saja! Belum tentu! Lagipula akulah yang duluan mengincarnya!" Gadis bermata biru itu ngotot. "Hutan ini wilayah kekuasaan ayahku! Semua hewan buruan di dalamnya adalah milik kami!" tambahnya, angkuh.

Mereka berdiri berhadapan. Saling menampilkan sikap bermusuhan. Masing-masing mengklaim kijang itu sebagai miliknya.

"Hutan adalah milik umum! Siapa saja boleh berburu di sini! Tidak boleh dikuasai siapapun! Lagipula, apa kau tidak memperhatikan? Tempat ini di luar kawasan istana!"

Sepasang mata kebiruan milik gadis berbaju merah jambu tampak melebar indah. Ada kemarahan bercampur heran dan gemas menyaksikan sikap tak biasa.

"Berani betul kau memaksa! Memangnya siapa dirimu?!" Gadis imut berpakaian merah jambu bertolak pinggang.

"Aku memang bukan siapa-siapa!" Gadis remaja berpakaian putih penuh tambalan ikut bertolak pinggang. "Tapi aku lebih percaya diri darimu!"

"Apa?!" Darah gadis berbaju merah jambu tersirap. Wajah imutnya semerah udang rebus.

SENYUM MUSIM SEMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang