Sayembara (3)

194 19 0
                                    

"Lebih baik dan lebih aman jika kau diantar oleh orang banyak ke istana." Cin Lee akhirnya memutuskan. "Aku akan keluar menghadapi mereka."

"Jangan!" Sang putri bergegas mencegah. Di luar sadar, tangannya yang putih, halus dan selembut sutra telah mencekal lengan Cin Lee.

Pemuda itu refleks menyentakkan tangan tersebut dengan kasar. Sinar matanya bagai kilat menyambar. Tajam dan dingin.

Jantung Ming Ji Li membeku. Tubuhnya merandek selangkah ke belakang.

"Lebih baik kita pergi diam-diam."

"Jadi, sekarang, kau minta kuantar?" Suara pemuda itu terdengar sinis, merendahkan.

"Bukankah Anda yang menawarkan untuk mengantar saya?" Ming Ji Li menekan emosinya. Gadis itu masih mengungkapkan kalimat sopan meskipun Cin Lee tak mempedulikan statusnya sebagai seorang putri. Diam-diam ia mulai merencanakan balas dendam. Pemuda itu harus tahu diri, bahwa bersikap tidak formal pada seorang putri di luar izin, sudah cukup untuk membuatnya dijebloskan ke penjara.

"Hn." Wajah yang sangat tampan itu semakin datar tanpa ekspresi. "Aku berubah pikiran," ucapnya santai dengan tatapan meremehkan. "Aku akan membiarkan dirimu diantar oleh orang-orang yang ada di luar sana!"

"Oh?!" Gadis muda itu terkejut setengah mati. "Tidak, tidak, jangan! Bagaimana saya bisa mempercayai mereka ...? Saya takut diganggu ...."

Dada Cin Lee serasa ditindih batu berat saat menyadari sesuatu. Gadis ini akan membuat hidupku dalam masalah. Batinnya gusar. Lalu melangkah. Tak peduli pada rengekan sang putri.

Putri Ming Ji Li akhirnya hanya berdiri terpaku dengan mata melebar panik dan wajah sepias awan.

Pada saat Cin Lee berada di teras depan rumah, Gu San nampak telah menenangkan orang banyak dengan pidatonya.

"Sebaiknya keputusan diserahkan pada Tuan Putri, ingin diantar oleh siapa. Jika telah dipastikan, maka orang yang beruntung itu harus membagi hadiahnya dengan kita semua. Kalau perlu, dia yang mohonkan hadiah bagi kita karena telah menampung putri di kota ini! Bagaimana?!" seru Gu San dengan suara lantang.

Suara-suara ribut perlahan sunyi. Gu San mengulangi ucapannya. Semua orang menyimaknya baik-baik. Lalu dengung kasak kusuk terdengar seperti rombongan tawon lewat. Tak lama kemudian, salah seorang mewakili bicara, menyampaikan pendapatnya.

"Baiklah! Kami sepakat! Tapi orang yang ditunjuk Tuan Putri harus bersumpah untuk membagi hadiahnya. Dan jika tidak tepat janji, maka dia akan menerima hukuman dari kita! Kemudian, harus ada yang mendampingi orang itu untuk memastikan niat baiknya!"

"Bagus!" Gu San tampak lega. Lalu berkata pelan pada Cin Lee yang airmukanya sudah berubah-ubah, antara kesal dan bingung.

"Mohon maaf, Gak-taihiap. Aku terpaksa memberikan opsi ini. Mohon maafkan aku yang tak berdaya ini .... Padahal Tuan Putri bersamamu."

"Tak apa-apa, Paman. Silakan Paman ajak Tuan Putri keluar," sahut Cin Lee dengan hati dongkol. Jelas sudah. Dia tak bisa lepas dengan cepat dari putri itu.

Gu San masuk ke dalam bersama istrinya. Agak lama. Tak kunjung kembali. Orang-orang mulai gelisah lagi. Sebagian berteriak-teriak menyuruhnya keluar menampakkan diri. Cin Lee mengangkat tangannya untuk menenangkan. Diam-diam juga keheranan. Mengapa lama sekali? Apakah Ming Ji Li ngambek dan susah dibujuk?

"Taihiap!" Gu San muncul lagi dengan nafas tersengal-sengal dan muka pucat. "Kami sudah mencari Tuan Putri ke sekeliling dan pelosok rumah hingga berkali-kali. Akan tetapi ... dia tidak ada. Tuan Putri raib entah kemana!"

***

SENYUM MUSIM SEMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang