Bangkitnya Hek I Pang

193 15 1
                                    

“Apa mau kalian?!” raung Putri Ming Ji Li murka dari balik jeruji besi. “Berani betul kalian memperlakukanku seperti ini!”

“Tenanglah, Tuan Putri.” Seorang lelaki dengan mata sangat sipit seperti garis, memelintir kumis tipisnya di luar kerangkeng besi itu.

“Kami minta maaf karena belum bisa menyediakan tempat yang lebih layak bagi Anda. Heheheh ..., tapi jika Anda bersikap tenang dan bersedia  bekerjasama, Anda akan mendapatkan kenyamanan.”

”Aku tak sudi bekerjasama dengan pemberontak macam kalian!” teriak Putri Ming Ji Li.

“Tuan Putri, ketua baru kami sudah sangat bersabar. Bayangkan, ayahnya tewas gara-gara ayah Anda. Tapi dia masih mau menikahi Anda. Hum, sayangnya Anda masih terikat pernikahan dengan cucu Jenderal Gak Bun. Ketua baru kami pantang melanggar ketentuan. Putri harus jadi janda dulu, baru dinikahi olehnya.”

“Omong kosong apa ini? Hek-i-pang sudah musnah! Pangcu kalian pun sudah mati! Bagaimana bisa bangkit kembali?!” seru Ji Li. Hatinya bertanya-tanya. Bagaimana bisa Hek-i-pang bangkit kembali dalam waktu setahun? Ia yakin betul, putra mahkota telah membasmi partai sesat itu dari akar hingga ke cabang dan rantingnya.

“Istana terlampau meremehkan kekuatan Hek-i-pang.” Lelaki sipit itu terkekeh. “Kami memiliki banyak koneksi, Tuan Putri yang cantik. Putra mendiang pangcu kami pun masih hidup. Sebentar lagi, Anda akan berjumpa dengannya. Oh, itu dia datang.” Lelaki sipit itu mundur ke belakang. Membungkuk sedikit, memberi hormat pada lelaki muda berjubah hitam yang baru muncul.

Lelaki itu ganteng dan gerak geriknya terlihat halus. Namun tatap matanya liar. Memandangi Putri Ming Ji Li yang masih berpakaian pengantin, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Geleng-geleng kepala sambil berdecak kagum.

“Sempurna. Belum pernah kulihat keindahan seperti ini. Benar-benar bidadari berwujud manusia,” desahnya dengan seringai serigala lapar.

“Cuihh!” Ming Ji Li meludah. Liurnya muncrat tepat ke muka pemuda itu.

Si pemuda mengernyitkan kening. Melap mukanya dengan ujung jubah. Tapi tidak kelihatan marah. Kekasaran gadis itu malah membuat dadanya berdegup kencang. Ia membungkuk sedikit sambil menjura.

“Tuan Putri, maafkan kami yang tidak memperlakukan Anda sepantasnya. Secepatnya kami akan siapkan kamar yang lebih bagus dari penjara ini. Tapi menunggu orang she-Gak itu muncul dulu, supaya status Anda jelas. Kalau Anda bisa segera bercerai darinya, maka saya bisa menikahi Anda.”

“Apa? Pikiran apa itu? Apa otakmu sudah miring? Siapa kau sebenarnya?!”

”Ah..., saya memang tak tahu aturan, saking terpesonanya pada diri Anda. Maaf, maaf karena lupa memperkenalkan diri. Saya Can Liong, putra tunggal Can Seng. Menggantikan ayah saya sebagai pangcu Hek-i-pang. Kami kini berada di bawah arahan Perwira Pouw. Pendukung Jenderal Lan Yu. Jika Tuan Putri menikah denganku, kedudukan Hongwu akan mantap disangga oleh Jenderal Lan Yu.”

Ming Ji Li mengerutkan sepasang alis hitamnya yang melengkung bak bulan sabit. Pantas Hek-i-pang bisa bangkit. Ternyata ada orang dalam di istana yang membentengi dan mendukung partai ini. Bening sinar matanya yang seperti bintang timur mendadak mencorong tajam.

“Kau meremehkan kekuatan ayahku! Ayah tak perlu dukungan orang-orang macam kalian! Kalian itu bisanya membuat kerusuhan di tengah masyarakat!”

Can Liong tertawa menyebalkan.

“Putri akan menyesali ucapan itu setelah menjadi istri saya!”

“Cuihh!” Ming Ji Li meludah lagi. “Tak sudi!” geramnya murka.

Untuk yang keduakalinya, muka Can Liong tersemprot percikan liur. Ia mengusap dengan gerakan slow motion.

“Ah, aku jadi makin jatuh cinta,” gumamnya, membuat Ming Ji Li merinding jijik.
Lelaki bermata sipit tiba-tiba menggamit lengan Can Liong. Berbisik.

“Pangcu, ikan kita sudah melahap umpannya.”

”Bagus.” Can Liong tersenyum licik. Lalu menjura hormat dengan khidmat pada Putri Ming Ji Li. “Putri yang jelita, saya mohon pamit dulu. Suami Anda yang lugu dan tak bisa diandalkan itu sudah menunggu.”

Putri Ming Ji Li terbelalak.

“Apa yang sedang kalian rencanakan?!” serunya cemas sambil menggenggam erat jeruji besi. Namun Can Liong dan kroninya tak menghiraukan pertanyaan sang putri. Berlalu, menyisakan dengung tawa kemenangan.

✿✿✿

SENYUM MUSIM SEMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang