Terpaksa

162 19 2
                                    

Ming Ji Li benar-benar putus asa. Keempat ibunya mendukung penuh keputusan kaisar. Tak ada yang membela dirinya. Tak ada. Ia hanya mampu meneteskan airmata.
Jurus manja yang biasanya meluluhkan hati semua orang, kini tak mempan sama sekali.

“Tuan Putri,” sapa dayang perias pengantin dengan tatapan iba. “Airmata Anda akan melunturkan riasan. Hamba tidak bisa mendandani jika Anda terus berduka seperti ini.”

Putri Ming Ji Li hanya diam. Bahkan ia kini kehilangan daya untuk bicara. Paras moleknya yang seimut boneka, memantul pucat di permukaan cermin.

Tuhan, apa yang harus kulakukan?

Terputar ulang kenangan dua bulan silam. Jebakan keji itu. Berbuah fitnah memalukan yang mencoreng kening keluarga kerajaan.
Peristiwa itu yang memaksa dirinya menjalani ritual yang paling ingin dihindarinya. Apalagi ketika selentingan kabar sampai ke telinganya mengenai kondisi terakhir Kerajaan Yuan. Jenderal Lan Yu telah membumihanguskan ibukota dan membantai seluruh keluarga istana Kerajaan Yuan.

Bagaimana keadaan Pangeran Kwee Siang? Apakah mantan tunangannya itu ikut tewas terbunuh? Dari info yang diperolehnya, tiada anggota keluarga istana Yuan yang tersisa. Seluruhnya telah dibasmi pasukan Ming.

Putri Ming Ji Li langsung tenggelam dalam kedukaan. Jantungnya nyeri tertusuk penyesalan mendalam. Seandainya waktu itu ia menuruti kata-kata Gak Cin Lee untuk langsung pulang ke istana dan tidak ikut menyelidiki Hek-i-pang, maka penderitaan ini tidak akan terjadi. Dan ia tidak akan kehilangan Pangeran Kwee Siang, tunangannya yang lemah lembut itu.
Tapi nasi telah menjadi bubur. Dan benang basah tak mungkin lagi ditegakkan. Ia harus menerima takdir.

“Kanda Kwee Siang ...,” bisiknya di sela tangis. “Maafkan aku ....”

Airmatanya yang mengalir tiada henti, membuat para perias pengantin kewalahan.

“Jika terus menangis begini, kami takkan berhasil merias Anda, Tuan Putri,” ucap dayang perias senior, menampakkan muka prihatin bercampur kasihan.

Ming Ji Li tak peduli. Ia tak sanggup membendung airmatanya. Lima belas tahun pertunangannya dengan Kwee Siang, bukanlah waktu yang sebentar. Kwee Siang sudah seperti sahabat, kakak sekaligus kekasih baginya.

Putusnya hubungan masih bisa ia tanggung sakitnya. Namun, kabar kematian pangeran mahkota Yuan itu, benar-benar mengguncang batinnya. Sekarang, semuanya musnah hanya karena sebuah fitnah.

Ia tak tahu harus marah pada siapa. Mestikah kebenciannya diluapkan pada Gak Cin Lee yang tak bersalah?

“Maaf, Gongzhu, izinkan saya menghapus airmata Anda.” Suara dayang perias menyentakkan sang putri dari lamunan.

Sang putri mengangguk pasrah. Ia terlampau lelah.

Kau harus yakin, Li-ji. Ini jalan terbaik untuk menyelamatkan muka keluarga.

Kalimat ibunya kembali terngiang.

Putri bungsu Kaisar Ming itu mengerutkan buku-buku jarinya untuk menekan emosi.
Apakah aku tak boleh memiliki harapan sendiri?

✿✿✿

Hari yang menegangkan bagi Cin Lee, akhirnya tiba.  Ritual pernikahan.

Pagi itu, istana bagian utara, menjadi tempat berlangsungnya prosesi pernikahan putri bungsu Kaisar Ming. Sebuah bangunan yang sangat indah, terletak di tepi sungai jernih yang menjadi sumber air istana. Gerbangnya dihiasi ukiran naga yang meliuk sambil menyemburkan api. Tampak dililiti sutra merah dan rangkaian kembang warna warni menyolok.

Lusinan pengawal berjaga menyambut kedatangan tamu-tamu kehormatan istana dan segenap pejabat kerajaan. Rakyat berjejalan di halaman, menunggu diberi izin untuk ikut menyaksikan upacara pernikahan putri bungsu kaisar ini.

SENYUM MUSIM SEMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang