Pengeroyokan

248 20 2
                                    

Angin deras menempur kulit Putri Ming Ji Li.  Membuatnya serasa ditusuk-tusuk. Pedih. Matanya pun tak sanggup dibuka.

Cin Lee menyeretnya dengan kecepatan berkali-kali lipat dibandingkan beberapa bulan yang lalu. Kesaktian pemuda itu rupanya sudah maju pesat. Ji Li seakan melayang, diterbangkan.

“Aku sudah menghapal jalannya.” Suara Cin Lee sayup sampai ke telinganya. “Semoga tidak ada jebakan jenis baru!”

Putri Ming Ji Li tak bisa menyahut. Kepalanya mulai pusing. Perutnya mual oleh goncangan dengan kecepatan tinggi.

Cin Lee merasa tubuh gadis itu melemah. Tiba-tiba oleng. Ia terpaksa menghentikan gerakan setibanya di kaki bukit. Teringat apa yang pernah terjadi pada Putri Ming Ji Li kala pertamakali diajak lari seperti ini.

Ming Ji Li berdiri agak sempoyongan. Lalu sukses muntah-muntah. Cin Lee geleng-geleng kepala.

“Kau lemah sekali. Tak seperti Souw Lian.”

“Huh, terserah,” gerutu gadis itu sambil terpaksa menyeka mulutnya dengan ujung lengan baju.

Keheningan malam mendadak dipecah suara bentakan nyaring.

“Mampuslah!!”

Beberapa sosok bayangan berkelebatan, disusul kilat pedang berdesingan.

Cin Lee refleks menyambar pedang yang tergantung di pinggangnya, melakukan tangkisan sekuat tenaga.

Trangg!Trangg!

Dentingan kuat disusul percikan api memijar karena benturan beberapa pedang, membelah kesunyian tempat itu.

Lima orang terjajar mundur. Tangan mereka bergetar panas. Cin Lee sendiri terdorong beberapa langkah ke belakang. Ia terkejut menyadari kekuatan lawan. Agaknya ia berhadapan dengan tokoh-tokoh tingkat tinggi.

"Hem, lumayan juga kau," desis salah seorang di antara pengeroyok itu.

"Kau tak boleh tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup!"

"Kalian berdua harus mati!"

"Kau membunuh Can Liong murid kami!"

Lima orang itu berteriak bersahutan. Tiga orang di antara mereka dikenal Cin Lee. Lo Yi, Tok Kwi dan Yo Jin. Mereka serempak menyerbu dengan kalap.

Ming Ji Li berlindung di belakang tubuh Cin Lee. Pemuda itu memutar pedang seperti baling-baling. Pedang-pedang kembali beradu mengeluarkan denting nyaring.

Pertarungan berlangsung sengit. Beberapa gebrakan berlalu. Akhirnya Cin Lee berhasil melukai dan memukul mundur orang-orang itu.

Namun saat ia akan melompat lari bersama Ji Li, mendadak gelombang piauw menderu dari segala penjuru. Disusul dengan kemunculan puluhan orang-orang Hek-i-pang beserta beberapa orang tokoh sesat yang gerakannya lebih ringan. Kentara sekali mereka bernafsu sekali untuk membunuh.

Cin Lee dan Ji Li berdiri saling beradu punggung. Ming Ji Li melawan sebisanya. Namun karena kemampuan silatnya memang tak seberapa, akhirnya justru Cin Lee yang terpaksa memberikan perlindungan.

Pemuda itu cukup kerepotan karena harus kerja ekstra. Konsentrasinya agak pecah. Tenaganya terforsir habis-habisan, karena lawan-lawannya yang baru datang itu ternyata sangat tangguh. Dan jelas dari sisi jumlah, tidak seimbang.

Cin Lee mulai kelelahan. Energinya makin menyusut. Beberapa pukulan menghantam tubuhnya. Satu sabetan pedang pun berhasil mengoyak kulit dadanya. Tak ada pilihan lain baginya. Ia harus segera meloloskan diri.

Maka dengan gerengan kuat dan menggetarkan dada, ia memutar pedang sekali lagi. Mengerahkan sisa tenaga. Pedangnya bergulungan menghasilkan sinar putih berkilauan.

SENYUM MUSIM SEMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang