"Yuan memang sudah ditaklukan. Walau demikian, kita tetap harus berhati-hati dan mengurangi bibit permusuhan. Ancaman pemberontakan masih ada. Fitnah yang menimpa Sian Li bisa memperburuk keadaan," gumam Hongwu setelah mendengar penuturan Guo Siauw Ing, istri kedua yang datang menghadap siang itu.
"Jadi, bagaimana? Pangeran Kwee akan tiba di sini besok pagi."
"Pernikahan dengan pangeran dari Yuan itu dipercepat saja."
"Tapi nampaknya mental Li-ji belum siap."
Sang kaisar tampak termenung beberapa saat. Di antara semua anak-anaknya, Ming Ji Li-lah putri yang amat disayangnya. Terlebih lagi, satu-satunya putri di istana itu dilahirkan oleh Siauw Ing, wanita pertama yang mendampingi perjuangannya dalam menggulingkan Dinasti Yuan (Mongol).
Ming Ji Li juga merupakan bintang keberuntungan bagi Dinasti Ming menurut kepercayaan sebagian rakyat yang bukan muslim. Semenjak kelahirannya, kemenangan demi kemenangan di berbagai peperangan untuk perluasan wilayah, diraih oleh kerajaan Ming tercinta. Rakyat memuji dan memuja putri bintang ini.
Sedari kecil, putri bungsu itu selalu menjadi pusat perhatian. Molek, lucu, lincah dan cerdas. Semua ilmu diserapnya dengan baik. Ia juga selalu memenangkan setiap kompetisi untuk putri bangsawan. Benar-benar kebanggaan istana. Wajar jika Kaisar Ming Thai Zhu hanya menginginkan laki-laki terbaik untuk menjadi pasangan hidup putri bungsunya itu.
Maka dapat dibayangkan betapa cemas hatinya tatkala putrinya itu menghilang selama berhari-hari. Dan saat ditemukan, berada dalam keadaan yang dapat memukul hati setiap ayah. Pijar bintang putrinya redup kehilangan cahaya.
"Sungguh kasihan anak itu,” Kaisar Ming Thai Zhu menarik nafas panjang. “Nampaknya berat baginya untuk berhadapan dengan laki-laki manapun saat ini.”
Guo Siauw Ing manggut-manggut. Ia melihat suaminya begitu masygul.
Tiba-tiba ketukan di depan kamar terdengar mengejutkan. Suara jernih merdu terdengar dari luar, memohon untuk masuk. Guo Siauw Ing saling pandang dengan kaisar. Sang kaisar mengangguk tanda memberi izin.
“Masuklah, Nak.”
“Ayahanda ...,” lirih Putri Ming Ji Li begitu pintu terbuka, seraya menjatuhkan diri berlutut di hadapan ayahnya. “Mohon, jangan hukum mati Gak Cin Lee,” pintanya setengah menghiba.
Kaisar Ming Thai Zhu kerutkan alisnya.“Nama baik keluarga sungguh tercemar, Li-‘er. Zhen tak melihat jalan keluar lain untuk membersihkan namamu.” Sang kaisar melipat kedua lengan di belakang punggung.
“Tapi, bukankah Ayahanda telah menemukan biang keladinya? Persoalan ini sudah tuntas. Ayahanda tahu, Cin Lee tak bersalah.”
“Kau benar. Namun, Anakku, ini urusan harga diri! Zhen juga harus segera menikahkanmu dengan Pangeran Kwee, karena zhen sangat malu, juga khawatir jika Raja Yuan merasa terhina oleh fitnah itu. Walaupun menteri penerangan telah mengumumkan kebersihan dan kesucian dirimu, tetap saja muka ini serasa dicoreng arang!”
“Ayahanda ...! Jika kebenarannya sudah jelas, mengapakah harus diperpanjang lagi masalah ini?”
“Justru zhen ingin memutus rantai masalah dengan jalan menghukum mati Gak Cin Lee! Sudah cukup! Jangan membuatku bertambah gusar! Keputusan ini semata demi nama baik keluarga dan kredibilitas istana!”
Suara ayahnya bak halilintar menyambar di telinga Ming Ji Li. Ia terhenyak. Dadanya sesak oleh gumpalan berbagai rasa. Paras manisnya sebentar merah sebentar pucat.
“Ayah, ini tidak adil!” protes sang putri, sengit.
“Li-ji! Ini demi kebaikanmu juga! Sejak kapan kau berani membantah seperti ini?!” bentak ayahnya, keras.
Bendungan airmata putri bungsu pun pecah. Tubuhnya menggigil. Belum pernah dibentak ayahnya sekeras ini. Ia menatap ibunya, mohon dukungan. Namun ibunya malah memalingkan muka, sengaja tak mau menatapnya. Dada Ming Ji Li sakit sekali.
“Belajarlah bersikap dewasa, Nak. Kau bukan anak-anak lagi,” ucap sang ibu dengan tatapan pilu.
Putri Ming Ji Li menggeleng kuat. Ia memutar tubuh dan berlari pergi tanpa berpamitan lagi sambil berurai airmata.
“Anak itu terlampau manja,” desis Guo Siauw Ing prihatin.
”Ya. Dan sekarang kemanjaan itu membahayakan dirinya. Mungkin ini kesalahanku yang dulu selalu menuruti keinginannya. Sekarang, kita harus bersikap tegas,” sahut kaisar sambil mengelus jenggotnya.
✿✿✿
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUM MUSIM SEMI
Fiksi SejarahSebuah jebakan licik, mempertemukan Gak Cin Lee, seorang pendekar sedingin salju, dengan Ming Ji Li, putri Kaisar Ming Thai Zhu yang manja dan arogan. Tekanan fitnah politik memaksanya menerima ikatan pernikahan dengan sang putri. Padahal ia memilik...