Sayembara

269 22 0
                                    

Malam kelam mulai rebah ke sepertiga akhir di utara Pantai Laut Tiongkok Selatan. Sabit menggantung di langit gelap berkalung awan. Bintang-bintang jutaan gugus, berkedip-kedip memenuhi angkasa. Seolah mengejek gadis remaja yang menangis terisak-isak di balik sebuah batu karang. Sesekali ia mengusap ingus di hidung dengan sapu tangan.

Butiran salju putih mulai menyelimuti tubuhnya yang hanya terbungkus hanfu sutra hitam. Tanpa pakaian hangat. Kini ia mulai menggigil. Dadanya sempit oleh kemalangan. Sudahlah ditimpa musibah, ia harus menderita kedinginan dan kelaparan pula.

"Nona cilik ...."

Satu sapaan halus, membuatnya tersentak.

Ah, pemuda itu. Muncul dengan mantel hangat di tangan. Bergelimang cahaya rembulan. Masih dengan aura dingin dan sorot mata yang bisa menyebabkan seseorang serasa disepuh es kala bersitatap dengannya.

Putri Ming Ji Li berpaling. Ia bahkan tak sudi menatap paras tampannya lagi. Hilang lenyap segala hasrat untuk mengikutinya. Dunia terasa berakhir hari ini. Ingin sekali mengubur diri ke timbunan salju dingin. Atau menceburkan diri ke lautan es beku. Sayangnya ia tak berani.

"Bagaimana keadaanmu?" Pemuda itu bertanya dengan suara bergetar. Tak sanggup menyembunyikan kekacauan hatinya.

Pertanyaan itu hanya dijawab dengan isak tangis yang semakin kencang. Makin memperparah kerusakan di jantung si anak muda. Rasanya ingin lompat ke laut saat itu juga.

"Bagaimana ... bagaimana saya bisa jadi pengantin kalau begini ...?" ratap sang dara.

Sepasang kaki Cin Lee langsung lemas. Ia gemetar hebat. Langsung jatuh berlutut.

"Aku ... aku akan bertanggungjawab ..."

Tangisan mendadak berhenti. Hening sesaat.

"Bertanggungjawab apanya?" sambar sang dara tiba-tiba sambil menghapusi airmata dengan kedua tangan. "Memangnya kau pikir ... kita ...? Tidak ada apa-apa! Ini jebakan untuk merusak nama baik!" tegasnya cepat untuk memupus salah paham.

Pernyataan tersebut laksana cahaya kilat menerangi benak Cin Lee.

"Tidak terjadi apa-apa? Sungguh?"

Ming Ji Li menatap dengan muka memanas, antara malu dan gusar. Bagaimana ia harus merespon? Memang betul, kesuciannya masih terjaga. Akan tetapi, terlampau banyak mata yang menangkap kondisi mereka. Bagaimana cara menjelaskan kesalahpahaman ini pada dunia?

Gak Cin Lee bangkit berdiri. Dadanya melonggar. Beban berat terbang seketika hingga hatinya meringan.

"Syukurlah ..." cetusnya, lega luar biasa.

Suasana hening. Ming Ji Li tiba-tiba benci. Alangkah naifnya pemuda ini. Apakah ia tak mengerti dampak dari fitnah ini terhadap hidupnya?

Putri bungsu kesayangan kaisar ini menyambar mantel hangat di tangan Cin Lee. Lalu berjalan menjauh sambil memasang baju tebal tersebut ke tubuhnya.

"Nona ...."

Langkah gadis itu tertahan. Pemuda itu tahu-tahu telah menjulang di hadapannya.

Putri Ming Ji Li menunduk. Ia tak sanggup menatap muka itu. Kulit mukanya terasa panas dan kebas membayangkan mereka tertotok dengan posisi sangat dekat. Dadanya tersengat melihat sikap Cin Lee yang dianggapnya tak berperasaan.

"Aku akan mengantarmu pulang!"

"Tidak perlu! Apa Anda tidak memikirkan akibatnya?!" seru sang putri dengan sepasang tangan mengepal kuat. Kali ini, benar-benar kehilangan keanggunannya.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Cin Lee merasa otaknya buntu.

"Anda akan dituduh menculik dan ... mengganggu saya! Sekarang, menyingkirlah!" bentak gadis remaja itu seraya mengangkat muka dengan tatapan dilemparkan ke arah lautan yang menghitam di kelam malam. Degup jantungnya berlomba dengan debur ombak yang memecah di pantai.

SENYUM MUSIM SEMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang