#Genre_fiksi_historis
Rate: 15+#SenyumMusimSemi
By: Eva Liana
Part 2
Putri Ming Ji Li (2)Putri cilik itu berjalan sambil merenung. Tak memperhatikan lagi keadaan di sekelilingnya. Sekonyong-konyong, sebatang anak panah meluncur deras menuju dadanya. Sayangnya, Ming Ji Li tidak menyadari bahaya. Ia terus saja melangkah, menyongsong serangan anak panah tersebut.
“Tuan Putri!”
Terdengar teriakan kaget. Disusul melesatnya sebatang pedang yang tajam berkeredepan menyilaukan mata karena pantulan sinar matahari. Pedang itu melayang ringan dari samping, tegak lurus memotong luncuran anak panah, memapas telak serangan anak panah tersebut hingga terpotong dua sebelum mengenai sasarannya.
Putri Ming Ji Li terlonjak kaget hingga surut dua langkah ke belakang. Sepasang mata birunya yang indah membeliak lebar. Wajahnya memucat dan tubuhnya gemetar.
Seorang laki-laki berpakaian warna keemasan dengan busur dan anak panah menggantung di pundak, melompat ke hadapan sang putri. Ia menyambar pedang yang tergeletak di tanah. Matanya jeli dengan sorot setajam elang memperhatikan ke arah datangnya panah. Seketika penglihatannya menangkap bayangan sesosok tubuh di kejauhan, melompat ke atas kuda coklat, lalu menghela kudanya agar berlari kencang.
Laki-laki berbaju emas tersebut mencelat tinggi dan bergerak ringan hampir setengah terbang, mengejar pemanah gelap tersebut. Orang yang dikejar itu menyadari dirinya sedang diburu. Lantas mencambuk kudanya agar berlari lebih kencang, sampai mulut kuda berbusa-busa saking terforsirnya tenaga.
Sementara itu, beberapa prajurit dengan pakaian yang sama disertai beberapa wanita berpakaian dayang, berlarian menghampiri Putri Ming Ji Li dengan wajah merefleksikan kecemasan.
“Putri, apakah Anda baik-baik saja?” tanya seorang dayang muda seumuran sang putri dengan panik.
“A-aku tidak apa-apa, Yun Hwa,” jawab Putri Ming Ji Li dengan suara bergetar.
“Seharusnya Anda tidak meninggalkan rombongan secara diam-diam seperti ini,” tegur Yun Hwa dengan airmata bercucuran. Tak sanggup membayangkan sesuatu yang buruk menimpa junjungan, sekaligus sahabatnya sejak kecil ini.
Putri Ming Ji Li meneguk ludah. Ini bukan yang pertama kali. Batinnya bergolak penasaran.
Pria berbaju emas yang mengejar si pemanah gelap, menyiapkan busur dan anak panah. Busur diregang, lalu anak panah pun dilesatkan menyasar kuda coklat yang jauh di depannya.
Kuda terlonjak dan meringkik nyaring saat batang anak panah tersebut telak menancap di kaki belakangnya bagian paha. Sepasang kaki depannya terangkat tinggi. Binatang itu lalu mengamuk dengan lompatan-lompatan kesakitan dan melemparkan penunggangnya.
Orang itu terkejut setengah mati. Beruntung cepat menguasai keseimbangan diri, sehingga tidak terbanting jatuh dan sempat mendarat di tanah dengan kaki lebih dulu. Begitu ia menjejak tanah, laki-laki berbaju emas dengan simbol perwira di pundaknya, langsung menyambutnya dengan todongan pedang di tenggorokan.
Orang tersebut terbelalak. Peluh dingin mengucur di dahi dan pelipis.
“Siapa yang menyuruhmu?!” bentak si pria berseragam emas.
Orang itu malah merapatkan mulutnya.
“Apa kau lebih memilih mati? Cepat katakan!” Laki-laki berbaju emas melotot. Mukanya kemerahan menahan emosi.
Namun, yang ditanya malah geleng-geleng kepala dengan wajah ketakutan. Sekonyong-konyong matanya melotot hingga hampir keluar dari rongganya, dan tubuhnya berkelojotan. Warna mukanya dengan cepat berubah kehijauan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUM MUSIM SEMI
Ficción históricaSebuah jebakan licik, mempertemukan Gak Cin Lee, seorang pendekar sedingin salju, dengan Ming Ji Li, putri Kaisar Ming Thai Zhu yang manja dan arogan. Tekanan fitnah politik memaksanya menerima ikatan pernikahan dengan sang putri. Padahal ia memilik...