Sepanjang perjalanan, Guo Siauw Ing sangat bingung dan teriris hati melihat putrinya tak seceria dulu lagi. Ming Ji Li telah berubah seperti orang asing. Diam, bicara seperlunya, menutup diri dan lebih suka berada dalam tandu dengan tirai tertutup rapat. Sikapnya itu mengundang keprihatinan besar di hati sang ibu. Debur waswas meningkatkan ketegangan, hingga hampir-hampir saja ia ragu dan menganggap fitnah yang mendera putrinya itu benar.
Berulang kali ia berusaha mengorek, berkali-kali pula Ming Ji Li membantah. Bahkan mata putrinya semakin sembab saking terus-menerus berurai airmata jika ditanya-tanya. Ibu mana yang tidak merana bila melihat kondisi putrinya seperti ini?
Souw Lian yang lincah pun gagal menghibur sang putri. Hingga akhirnya, Guo Siauw Ing kembali menginterogasi Cin Lee, setengah menodong penuh emosi.
”Tolong jujurlah. Aku ini seorang ibu. Kasihanilah diriku yang mencemaskan nasib putriku. Lagipula kau sudah melihat sendiri, bagaimana penderitaan batin putriku.”
Cin Lee merasa jantungnya ngilu.“Ampuni hamba, Yang Mulia ...,” ungkapnya tak berdaya. Lalu mulai berterus-terang awal mula perjumpaannya dengan Putri Ming Ji Li. Semua diceritakannya dengan detil, tanpa dikurangi atau dilebih-lebihkan. Termasuk ungkapan sang putri yang mengaku terlalu malu untuk menginjak istana, apalagi dengan santernya isu miring di tengah masyarakat.
Kegundahan akan nasib putrinya, menyesakkan dada Guo Siauw Ing. Ia menarik nafas panjang berkali-kali untuk melonggarkan kepepatannya. Daya sebar kobaran api fitnah itu, tak mungkin meluas jika tak ada yang menyulutnya. Jelas ada plot di balik semua ini. Ada orang-orang yang dibayar untuk sengaja menyebar berita bohong.
Putrinya yang malang. Alangkah pedih dan berat bagi seorang gadis bangsawan untuk menanggung fitnah sebesar ini. Seumur hidup, tudingan ini akan mencemari namanya.
Perjalanan menuju ibukota Yingtian pun digayuti kemuraman dan jantung seseorang seolah diiris sembilu.
Singkat cerita, rombongan mereka akhirnya tiba di istana.
Yong San, cucunya dan Cin Lee segera menghadap kaisar. Putri Ming Ji Li sebenarnya tak punya muka untuk berjumpa dengan ayahnya. Akan tetapi ia memaksa diri melakukannya. Tak ada bedanya cepat atau lambat, ia tetap harus menghadap sang kaisar untuk menjelaskan kenyataan, yang meskipun terbukti benar, tetap tak bisa membalikkan keadaan.“Ampun, Ayahanda. Musibah ini menimpa Li-’er, tanpa mampu Li-’er hindari. Li-’er sangat menyesal,” ungkap Putri Ming Ji Li sambil menunduk dalam.
“Kau sungguh tak apa-apa?” tanya Kaisar Hongwu cemas.
“Iya, Ayahanda. Li-’er tak kurang sesuatu pun,” jelas sang dara dengan paras seputih kertas.
Kaisar diam sesaat. Aura menegangkan meliputi ruangan. Mencengkeram batin setiap orang. Kata-kata Putri Ming Ji Li belum cukup untuk meyakinkan semua orang. Mereka memerlukan bukti kuat.
Ratu Ma yang duduk di sebelah kanannya, memberikan isyarat kepada kepala dayang senior untuk maju ke depan.
Dayang tua tersebut membungkuk hormat di hadapan kaisar. Lalu mendekati putri bungsu. Dia akan melakukan pemeriksaan penting untuk mencek keutuhan sang putri.
Pemeriksaan ini lazim bagi seorang gadis korban penculikan, yang kemungkinan mendapatkan siksaan hingga merusak dirinya. Apalagi sang korban adalah putri kaisar sendiri. Prosedur ini penting untuk melegakan hati semua orang.
Kepala dayang lalu membimbing Putri Ming Ji Li yang menunduk layu, ke balik tirai yang telah disiapkan beberapa dayang muda.
Lengan baju Ming Ji Li lalu digulung untuk menemukan tanda cinnabar di kulit lengan kanan atas. Tanda cinnabar (batu akik merah) adalah tradisi Tiongkok kuno untuk memastikan kesucian. Seekor kadal diberi makan bubuk cinnabar, sampai tubuhnya merah cerah. Setelah itu digiling menjadi pasta. Lalu dioleskan ke lengan atas atau bagian kaki. Olesan tersebut akan meninggalkan tanda merah yang tak akan bisa dicuci. Tanda akan menghilang jika gadis itu tidak suci lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUM MUSIM SEMI
Tiểu thuyết Lịch sửSebuah jebakan licik, mempertemukan Gak Cin Lee, seorang pendekar sedingin salju, dengan Ming Ji Li, putri Kaisar Ming Thai Zhu yang manja dan arogan. Tekanan fitnah politik memaksanya menerima ikatan pernikahan dengan sang putri. Padahal ia memilik...