Wajah Raja Yuan merah padam. Tangan terkepal hingga urat-uratnya bertonjolan. Sorot mata mengkilat kemerahan.
Putra mahkota tertunduk lesu hari itu di hadapannya usai menyampaikan laporan perjalanan dari Yingtian, ibukota kerajaan Ming.
“Sukar dipercaya kebenarannya! Hilang dari istana selama tiga hari sudah cukup sebagai alasan untuk membatalkan pernikahan. Apalagi dengan adanya bukti kuat berupa tertangkap basah bersama seorang pria!” gelegar sang raja, murka. “Bagaimana bisa seorang putra mahkota Yuan memiliki permaisuri yang sudah tercemar?! Ini sama saja dengan menginjak-injak harga diri Yuan!”
Pangeran Kwee bungkam. Segan membantah ayahnya yang sedang naik pitam.
“Kwee-thaicu, aku tak suka jika putri dari Ming menjadi permaisurimu! Tak sepatutnya kita merendahkan diri begini!”
Sang putra mahkota pucat pasi. Tengkuknya dingin. Kalimat bantahan yang telah dipersiapkan di ujung lidah tertelan kembali.
“Sekarang juga, kirim utusan untuk memutuskan tali pertunangan!” putus Raja Yuan sambil menghantam lengan singgasananya hingga rengkah. “Ingin kulihat, bagaimana reaksi Ming Thai Zhu! Kita lakukan persiapan perang demi kewibawaan Yuan!” serunya lagi dengan getaran dendam tak terperi.
Jantung Pangeran Kwee Siang sempurna membeku. Raja Yuan tak peduli paras putranya yang seperti kehabisan darah saking pucatnya. Ia bergerak menghampiri. Mendekatkan muka sambil menudingkan telunjuk tepat ke depan hidung putra mahkotanya.
“Ujung pedang harus lebih tajam dari kerling wanita! Kuatkan hatimu. Apa kau sudi beristrikan putri yang telah tercemar? Ming Thai Zhu telah menghina kita. Dia tak menjaga calon permaisurimu dengan benar! Jadi jangan sekali-kali berpikir untuk mempertahankannya, kecuali kalau dia bersedia menyerahkan putrinya sebagai selir atau budak!” desisnya tajam.
Kwee Siang menunduk kuyu. Hatinya berkuah airmata. Tak mungkin ia tega meletakkan Putri Ming Ji Li, sang belahan jiwa, sebagai selir atau budak. Tapi ia tak berdaya melawan arogansi ayahnya, selaku penguasa Kerajaan Yuan. Keputusan penguasa mutlak dipatuhi. Tanpa kompromi.
✿✿✿
Langit Yingtian siang itu tampak mendung. Rinai tipis perlahan-lahan menyelimuti bumi. Matahari beristirahat lelah di balik awan. Sinarnya redup, membuat suasana terasa sendu.
Kaisar Ming Thai Zhu mondar-mandir gelisah dalam kamar kerjanya. Tak berapa lama kemudian, seorang prajurit penjaga datang, melaporkan bahwa Putri Guo Siauw Ing sudah tiba. Saat istri keduanya itu telah berada di depan mata, sang kaisar menumpahkan kegundahannya.
“Telah terjadi hal yang paling zhen khawatirkan.”
“Ada apakah gerangan, Kanda?”
“Raja Yuan lancang sekali memutuskan tali perjodohan putranya dengan Sian Li-ji.”
Guo Siauw Ing tercekat. Gelengkan kepalanya pelan.
“Padahal Pangeran Kwee sudah cukup dekat dengan putri kita.”
“Ya. Akan tetapi, Raja Kwee Han berpikir lain.” Kaisar Ming mengepal tinju.
“Apakah dia ingin menabuh genderang perang?”
“Tampaknya demikian. Pemutusan sepihak ini adalah penghinaan. Jika kita diam saja, wibawa Dinasti Ming akan jatuh.”
Hening sesaat. Kening halus Guo Siauw Ing berkerut.
“Zhen terpaksa menerjunkan Jenderal Lan Yu. Tadinya, jika tak ada persoalan ini, Jenderal Lan Yu akan kupanggil untuk mempertanggungjawabkan beberapa pelanggaran militer dan masalah keuangan dalam divisinya. Zhen ingin membereskan Jenderal Lan Yu. Namun Yuan bukanlah lawan enteng. Hanya Jenderal Lan Yu yang mampu menangani masalah ini. Sementara Jenderal Xu Da, masih harus memadamkan pemberontakan di Pantai Timur.”
“Nampaknya, Raja Yuan hanya ingin mencari alasan untuk membalas dendam.”
“Betul. Persoalan Sian Li hanya pemicu.” Kaisar Ming mengelus jenggotnya.
Guo Siauw Ing menatap suaminya dengan sungguh-sungguh.
“Paduka kelihatannya ingin mengungkapkan sesuatu yang lain sehingga khusus memanggil dinda. Sebab, untuk urusan perang ini, Kanda tahu, dinda bukan ahlinya.”
“Betul.” Orang nomor satu di Dinasti Ming itu mengangguk. “Zhen memikirkan pengaruhnya pada Li-ji serta kondisi dalam negeri. Pemutusan hubungan ini akan semakin merusak nama baik kita. Seolah istana tak mampu menjaga seorang putri.”
Sunyi kembali, karena Guo Siauw Ing terdiam, tak tahu harus berkata apa.
“Baiknya, kita segera carikan jodoh lain untuknya,” gumam sang kaisar.
Sebersit ide, yang dulu pernah terlintas di benak Guo Siauw Ing kala melihat seseorang, kini muncul lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUM MUSIM SEMI
Fiksi SejarahSebuah jebakan licik, mempertemukan Gak Cin Lee, seorang pendekar sedingin salju, dengan Ming Ji Li, putri Kaisar Ming Thai Zhu yang manja dan arogan. Tekanan fitnah politik memaksanya menerima ikatan pernikahan dengan sang putri. Padahal ia memilik...