“Saudara-saudara sekalian. Marilah kita merenung sejenak mengenai tujuan kita yang masing-masing datang dari jauh untuk berkumpul dan mengadakan pertemuan ini. Jawabannya tentu sudah disepakati, yaitu bahwa kita berkumpul untuk memilih seorang pemimpin yang akan menyatukan perbedaan di antara kita demi kebaikan dunia persilatan dan kebaikan masyarakat.
Namun, kenyataannya dalam pemilihan bengcu, kita malah saling berhadapan sebagai orang-orang yang hendak memperebutkan kedudukan! Bahkan untuk itu, kita tak segan-segan untuk saling serang, saling melukai dan bahkan saling bunuh!
Saya yakin, anda sekalian yang tidak menyetujui pertandingan pibu ini tentu bukan karena takut terluka atau mati, akan tetapi karena memahami bahwa cara yang digunakan untuk memilih bengcu ini tidak baik!”
Pernyataan yang disuarakan penuh keyakinan oleh pemuda itu membuat semua orang tertegun, bahkan mereka yang tadinya menyetujui diadakannya pibu kini terdiam dan meragukan pendapatnya sendiri.
Akan tetapi, Liu Ceng Kiam, salah satu calon bengcu termuda yang memiliki ambisi pribadi dan diam-diam ingin pamer kekuatan di hadapan Gu Yun Ge yang membetot hatinya, menganggap pemuda ini sebagai penghalang. Dari tadi ia sudah panas hati melihat tatapan mata Gu Yun Ge hanya tertuju pada Cin Lee. Maka ia pun maju selangkah dengan suara tak kalah nyaring.
“Cara apa pun yang kita adakan adalah baik selama tujuannya baik! Tujuan kita adalah memilih bengcu yang benar-benar patut dijadikan pemimpin kita. Apa salahnya cara pibu bagi orang-orang yang menganggap dirinya pendekar?” demikian kepala pemburu di hutan wilayah utara ini membantah. Ia juga mengerahkan tenaga khikang untuk menyaingi suara Cin Lee.
Cin Lee tetap tenang.
“Saya tidak bermaksud menentang pemilihan bengcu. Hanya mengajak semuanya untuk mempertimbangkan kembali cara pemilihan bengcu dengan jalan pibu. Tujuan yang baik haruslah ditempuh dengan cara yang baik. Bukankah kita semua menginginkan keberkahan dari setiap hasil? Dan itu tergantung pada upaya yang baik. Baik dan buruknya cara, pertama-tama dinilai dari apakah itu sesuai kehendak Tuhan ataukah tidak. Kenyataannya, kita tak pernah diajarkan untuk memilih pemimpin dengan jalan kekerasan!
Kemudian yang kedua, pibu bukanlah hal yang menguntungkan, bahkan sangat berbahaya. Dalam pibu, yang terluka, apa lagi yang tewas, hanya akan menabur bibit dendam permusuhan, yang pada gilirannya akan memecah-belah persatuan antara kita.
Ketiga, terkait kepemimpinan. Kepandaian silat tinggi saja tidak cukup untuk bekal memimpin. Butuh pengetahuan, kebijaksanaan, kemampuan mengatur, menguasai persoalan dan mengurusi orang banyak. Contohnya ketika akan memimpin perang. Pandai bertempur saja tidak cukup, perlu ilmu strategi, menyusun barisan kuat, menempatkan orang yang tepat, dan mampu mempengaruhi anak buah.”
Penjelasan yang gamblang tersebut membuat semua orang yang mendengarkan menjadi semakin bingung, terutama bagi yang tadi menyetujui diadakannya pibu. Mereka dapat merasakan kebenaran ucapan pemuda itu.
Souw Lian tak kuasa menahan tetes airmata saking kagumnya pada rangkaian kalimat pemuda yang dikenalnya sebagai orang pendiam itu. Siapa menyangka, Cin Lee mampu bicara sepandai itu? Bagaimana hatinya tidak tambah terpaut pada pemuda itu setelah ini?
Adapun Gu Yun Ge, semakin terkesan akan keteguhan sikap Cin Lee. Membuktikan kekuatan keyakinan dalam diri pemuda itu. Kekuatan yang membuat hatinya tercuri, melebihi batas-batas fisik.
Sementara itu, Gu Siok menjadi marah sekali, merasa wewenangnya diintervensi. Maka dia pun melangkah maju menghampiri Cin Lee dan menegur keras.
“Orang muda, siapa kau yang berani berlagak menggurui kami? Bagaimanapun juga, kami tetap mengambil keputusan untuk memilih bengcu dengan cara pibu! Kalau sudah begitu, kau mau apa? Bila kau tidak setuju, boleh angkat kaki dari sini. Dalam urusan penting ini, kami tidak membutuhkan nasehat-nasehat seorang bocah hijau sepertimu!”
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUM MUSIM SEMI
Historical FictionSebuah jebakan licik, mempertemukan Gak Cin Lee, seorang pendekar sedingin salju, dengan Ming Ji Li, putri Kaisar Ming Thai Zhu yang manja dan arogan. Tekanan fitnah politik memaksanya menerima ikatan pernikahan dengan sang putri. Padahal ia memilik...