Pemuda itu sekonyong-konyong dikepung sepuluh orang prajurit berpangkat tinggi. Empat orang maju. Dua di antaranya langsung menelikung Cin Lee, dan dua lagi menangkap sepasang kakinya.
Pendekar sakti itu tak melawan. Tak ingin menambah masalah. Padahal jika mau, ia bisa saja melemparkan kesepuluh prajurit itu keluar.
Cin Lee didudukkan paksa di atas kursi. Kemudian tangan dan kakinya dibelenggu dengan rantai besi.
“He, anak muda! Aku Cang Ti, kepala penjaga penjara! Kau tahu hukuman apa yang dijatuhkan kaisar bagi lelaki yang lancang mendekati Tuan Putri?!” bentak salah seorang prajurit yang tampak lebih tua dengan tanda pangkat perwira.
Cin Lee memilih diam. Mata harimaunya tajam mengancam.
Cang Ti yang mengaku sebagai kepala penjaga penjara, agak bergidik menerima tatapan mencorong itu.“Berani sekali kau memandangku begitu! Jangan kurang ajar!” serunya keras seraya melayangkan gamparan.
Cin Lee bergeming. Tamparan diterimanya dengan pasrah. Memberinya bekas lima bilur merah dan sobeknya ujung bibir hingga berdarah.
“Mati! Itulah hukumannya! Kau beruntung hanya dipenjara! Sekarang mengakulah bahwa kau benar-benar berkomplot dengan Hek-i-pang untuk menodai Tuan Putri!” sentak Cang Ti dengan tatapan sangar.
Cin Lee terjengak.
“Itu tidak benar!” tegasnya.
“Bohong!”
Kali ini Cang Ti melayangkan tinjunya. Cin Lee mengerahkan sinkang-nya untuk melindungi tubuh. Sehingga tatkala kepalan tangan Cang Ti menghantam, ia sudah siap.
Cang Ti meringis sendiri saat tangannya seakan menyentuh dinding baja. Kegusarannya pun berubah berkali lipat.
Tendangannya menerjang dada Cin Lee hingga tubuh berikut kursi yang didudukinya terdorong ke belakang.
“Mengaku saja!” teriak salah satu anak buah Cang Ti.
Cin Lee tak memperlihatkan rasa gentar. Sorot matanya penasaran. Ia tak bersalah. Mengapa dipenjara dan disiksa begini tanpa proses pengadilan?
“Kalian tidak berhak menghakimiku,” dengusnya sambil mengerahkan sedikit tenaga.
Cang Ti dan anak buahnya terbelalak tatkala menyaksikan rantai besi yang membelenggu tangan dan kaki Cin Lee patah-patah dengan mudah.
Singg! Singg!
Sepuluh pasang pedang terhunus cepat mengancam pemuda sakti itu.
Cin Lee berdiri tenang.
“Kau berani melawan?!” geram Cang Ti, menyembunyikan rasa jerih. Kemampuan Cin Lee memutuskan rantai besi seperti mematah-matah kerupuk, menunjukkan kehebatan energi sakti yang dimilikinya.
“Aku tidak bersalah!”
“Menyerahlah! Atau keluargamu akan berada dalam masalah besar! Jika kaisar murka pada seseorang, beliau bisa menyeret semua yang terkait dengan orang itu! Mengerti?!” Cang Ti todongkan ujung pedang ke depan hidung Gak Cin Lee.
Pemuda itu merandek. Menyeka darah di sudut bibirnya. Lalu duduk kembali.
Cang Ti menyimpan pedangnya kembali, kemudian tinjunya melayang secepat kilat. Menghajar muka tahanannya.
“Ini perintah kaisar! Siapapun yang berani mendekati putri Ming Ji Li tanpa seizinnya, harus disiksa, kalau perlu sampai mati!”
Cin Lee memutuskan untuk menerima pukulan itu. Ia mencemaskan nama baik kakeknya. Ditambah lagi, jika melawan, ia khawatir, kaisar akan semakin berburuk sangka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUM MUSIM SEMI
Historical FictionSebuah jebakan licik, mempertemukan Gak Cin Lee, seorang pendekar sedingin salju, dengan Ming Ji Li, putri Kaisar Ming Thai Zhu yang manja dan arogan. Tekanan fitnah politik memaksanya menerima ikatan pernikahan dengan sang putri. Padahal ia memilik...