Part 14

607 20 2
                                        

Keesokan harinya vino sudah sadar namun dia masih memakai alat bantu bernafas dan beberapa alat medis lain karena kondisinya masih belum stabil. Di ruang inap dia ditemanin oleh sang mama thalia yang masih tertidur dalam posisi duduk disampingnya. Ia perlahan mengelus tangan orang yang paling dia sayangi itu, perlahan air matanya menetes melihat mamanya yang berkorban banyak untuknya. Tak lama dia mengingat kembali kejadian yang kemarin menimpanya, setelah dia pulih pasti akan mendapat beberapa pertanyaan dari orang-orang disekelilingnya mengenai kejadian yang membuatnya menjadi seperti ini.

"Kamu udah bangun sayang? Gimana kondisi kamu?" ujar thalia yang terbangun karena merasa ada pergerakan dari vino. Vino hanya tersenyum sambil mengangguk lemah menanggapi pertanyaan mamanya. Tiba-tiba air mata thalia keluar membasahi kedua pipinya, ia tak tega melihat kondisi anaknya yang penuh luka lebam di wajah tampannya dan berbalut beberapa perban serta alat bantu medis lain.

"Cepet sembuh sayang, semua orang sedih lihat kamu begini. Ada kak viny juga di jakarta" ucap thalia tersenyum lalu mengusap air matanya.

Vino yang mendengar nama kakaknya itu juga tak bisa menyembunyikan kerinduannya itu. Dihati yang paling dalam ia sangat rindu dengan kakaknya dan entah mengapa dia menjadi pribadi yang dingin semenjak viny kuliah di bandung padahal tujuan kakaknya hanya demi mengejar mimpinya. Tapi vino justru menolak kalau harus jauh dengan kakaknya, bahkan ingatannya dulu terbayang lagi di dalam memorinya sekarang. Bagaimanapun sekarang dia tidak bisa melarang ataupun mengatur kakaknya itu.

Cklekkk

Tiba-tiba pintu kamar dibuka dan terlihatlah viny yang baru datang.

"Astagaaaa vinoooo" ucap viny yang langsung berlari menghampiri adiknya ini. Dipegangnya tangan adiknya itu sambil mengelusnya di pipinya.

"Kamu kenapa dek bisa gini, gua kangen loe" ucap viny disertai isak tangis. Vino hanya bisa terdiam menahan tangisnya. Sebisa mungkin dia jangan menangis di depan kakaknya itu. Sementara thalia hanya bisa menahan haru sembari menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia sangat rindu dengan pemandangan kedua anaknya yang akur ini.

"Setahun dek kamu ga kasih kabar kakak. Kakak sayang sama kamu vin, plis jangan kayak gini lagi" ucap viny parau lalu memeluk pelan adiknya yang tengah terbaring. Lalu vino menangkup pipi kakaknya itu dan mengusap air mata viny.
Ia mengangguk lirik.

"M-maaff" ucap vino lirih hampir tak terdengar karena mulutnya masih dibantu dengan selang oksigen.

Viny menggeleng pelan, dipeluknya lagi adeknya itu sambil menangis haru.
"Cepet sembuh, gua ga tega dek lihat loe begini. Mending loe jadi cowok bandel daripada harus kayak gini".

"Selamat pagi bu, saya mau memeriksa kondisi pasien dahulu dan ibu serta mbaknya bisa menunggu diluar sebentar". Ucap dokter yang baru saja tiba.

Viny dan thalia pun keluar sejenak membiarkan dokter memeriksa vino. Diluar tepatnya di lorong rumah sakit mereka berdua tengah mengobrol ringan.

"Tadi kamu kesini sama siapa nak?".

"Aku bawa mobil vanka ma tadi om nyuruh aku buat bawa".

"Loh terus vanka sama yupi gimana sekolahnya?".

"Tadi bareng om sama papa, mereka ada meeting pagi ini jadi berangkatnya sekalian barengin vanka sama yupi" ucap viny disertai anggukan oleh thalia. Dokter yang memeriksa vino pun keluar beserta suster yang mendampinginya.

"Gimana dok kondisi anak saya".

"Hhhmm gimana ya bu, kondisi pasien sudah membaik tapi......" ucap dokter itu lalu menjeda bicaranya.

"Tapi kenapa dok? Adik saya ga kenapa-kenapa kan?" sahut viny yang panik karena dokter itu menjeda kalimatnya.

"Maaf sebaiknya ibu ikut saya ke ruangan saya untuk menjelaskannya dan buat mbak sebaiknya membantu pasien untuk sarapan pagi ini" ujar dokter itu.

• IRIDESCENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang