Ara enggan bertatap setelah sekian lama berpisah dengan pria jangkung itu. Rasanya aneh melihat Sehun berdiri sehat di depannya setelah dunia menyatakannya pergi.
"A-ak- Bagaimana dengan Baekhyun?" Ara pikir semua percuma saat Sehun tahu ia sudah tidak lagi memandangnya sama—karena Baekhyun.
Jongin menggeleng tidak senang. "Tinggalkan pria brengsek itu demi Sehun."
Ara memang masih mencintai Sehun, tapi ide meninggalkan Baekhyun demi kembali bersama Sehun terasa sangat konyol. Jika Ara berani meninggalkan Baekhyun di pernikahan yang tergolong masih belia ini, Ara akan dilabel sebagai wanita murahan.
"Kak Jongin.. Aku tidak bisa.." Dengung resah membasahi kalimatnya.
"Kenapa? Kamu mencintai Baekhyun?"
Ara tidak pernah terlalu memikirkan perasaannya—entah kenapa, terlalu sulit untuk meninggalkan Baekhyun. Ya mungkin..
"Aku mencintai Baekhyun."
"Aku bisa buat kamu benci Baekhyun dalam sedetik." Jongin menyunggingkan senyum seakan ada suatu yang tidak benar.
"Kenapa mencintai pria yang tidak mengakui bayi di rahimmu? Kenapa mencintai pria yang masih bermain dengan wanita lain?"
Jika Ara kira Jongin tidak tahu, Ara salah. Jongin tahu segalanya, bahkan lebih dari yang Ara tahu.
"Mungkin kamu sudah dengar dari banyak orang.. Kamu tahu penyebab Baekhyun tidak menyukai Chanyeol?"
Jongin berhasil memetik perhatiannya.
"Jeehi mencintai pria lain di pernikahannya—Chanyeol namanya. Untuk lebih tepatnya Park Chanyeol yang sekarang jadi atasanmu."
Jongin tertawa lepas seperti kehilangan akalnya.
"Chanyeol merebut Jeehi dari Baekhyun?"
Jongin mendecak tidak percaya. "Kamu ini bodoh atau pura-pura tidak tahu? Chanyeol tidak pernah melirik Jeehi lebih dari seorang teman."
"Mau dengar yang lain?" Jongin tak henti menambah luka. "Baekhyun membunuh Sehun. Begitu senang menjadi sekaya Baekhyun—ia dapat membayar siapapun untuk menutup mulut."
Telinganya mendengung dan pandangannya mengabur. Jika Ara tidak salah, Jongin baru saja memberitahunya tentang kecelakaan Sehun.
Jongin berceloteh untuk menyakinkannya membenci Baekhyun, tapi wanita itu tetap tenang dan netral agar ia bisa mengambil keputusan yang benar.
Ara membawa kakinya ke arah Sehun yang sedang berolahraga. Pria itu sentak berhenti sebelum berlari memeluk tubuh Ara yang ia rindukan.
Rindu dan kesal diaduk menjadi satu.
Ara bisa lihat luka dalam bekas kecelakaan di wajah Sehun. Ara meraih wajah Sehun dan meninggalkan tangannya di sana.
"Maaf.." Ara meneteskan air mata untuk Sehun.
Sehun menghapus air mata yang jatuh di pipi Ara dan tersenyum. "Maaf.. Angel.." Sehun memoles tangannya pada wajah Ara dan tersenyum.
Sehun menbawa Ara mengelilingi rumah yang jadi persinggahannya selama tiga tahun belakangan. Kamarnya terlihat begitu rapih seperti bukan Sehun pemiliknya, karena dari dulu Sehun tidak pernah membersihkan kamarnya. Ara selalu jadi tempat dimana Sehun bertanya akan barang yang lupa ia taruh.
Sehun mendekatkan wajahnya dan berbisik sebelum mengecup bibirnya lama.
Wanita itu hanya terdiam tanpa merespon Sehun, tapi Sehun tidak merasa tersinggung. Pria itu malah tertawa. "Apa aku terlalu cepat?"
Ara menatap Sehun tajam lewat matanya dan membaca pikiran pria yang ada di depannya itu.
Dari situ Ara bisa baca bahwa Sehun tidak tahu keadaan dan statusnya sekarang. "Apa kamu tahu seberapa lama kamu hilang?"
"Aku selalu ada di sini dari tiga tahun yang lalu, Ara."
"Tiga tahun adalah waktu yang lama, Oh Sehun.."
Kali itu malah Sehun yang terlihat kebingungan. "Apa kamu sudah berpaling dariku?"
Pertanyaan Sehun menampar Ara tepat di hatinya. Lidah Ara kelu mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Sehun.
Melihat keraguan di wajah Ara, Sehun sudah tahu jika Ara sudah punya tambatan hati lain.
Sehun menghela nafas panjang. "Aku tidak peduli. Jika aku harus berbagi cintaku dengan orang lain. Akan kulakukan hanya untuk bertemu denganmu."
Sehun rela membagi cintanya—tentu saja dengan harapan akan mendapatkan Ara sepenuhnya saat semua memorinya kembali.
Sehun tidak bodoh. Sehun tahu ia ada di rumah sakit jiwa. Sehun tidak punya pilihan lain selain menetap di rumah sakit jiwa sebab ia tidak bisa menerima tawaran Jongin untuk hidup bersamanya.
Sehun tidak tahu hubungannya dengan Jongin sebelum kecelakaan itu terjadi, tapi yang jelas Sehun tidak bisa memberi apa yang Jongin harapkan darinya.
"Oh Sehun.." Sehun menyebut namanya sendiri dengan nada aneh. "Oh Sehun.. Itu namaku kan?"
Ara mengangguk dan tersenyum. "Nama yang indah, bukan?"
Sehun itu definisi dari sempurna. Selain penampilan fisik yang tidak perlu diragukan, Sehun punya sifat gentle yang tidak luntur sampai sekarang.
Ara terpaksa pulang karena mereka telah melewati jam besuk dari dua jam yang lalu—beruntung perawat tadi membiarkan mereka tinggal lebih lama.
Ara melihat Jongin dari kejauhan sedang mengisap rokoknya. Ara baru tahu kalau Jongin merokok, tapi pria itu hanya terkekeh saat ditanyai penyebabnya.
Penyebab orang merokok biasanya standar, karena stress.
Jongin mengantar Ara pulang naik bus karena Jongin baru menjual mobilnya untuk biaya pengobatan yang Sehun butuhkan.
Ara sempat menawarkan bantuan finansial untuk Sehun, tapi Jongin menolak—ia hanya akan menerima bantuan Ara untuk mengobati hati Sehun.
Jongin sekali lagi berterima kasih pada Ara karena sudah menerima kenyataan yang Jongin tutupi sampai saat itu. Ara memeluk Jongin sekali lagi sebelum merelakannya pergi.
Ara menemukan Baekhyun di ruang tamu dengan gelas anggur di tangan kirinya. Baekhyun tidak menoleh saat mendengar pintu terbuka.
"Baekhyun?" Ara memanggil dari belakangnya.
"Ara.. Apa kencanmu menyenangkan?" Baekhyun termenung di depan bulan purnama yang jadi penyinar ruangan satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER
Fanfic"Aku istrimu! Nona Jeehi sudah meninggal!" Tamparan keras melayang di atas pipinya. "Jaga mulut kotormu, Ara." "Jangan sentuh aku, monster!" Ara memegangi pipi merahnya dengan perasaan menggondok. "Monster?" Baekhyun melirik tajam seraya meraba bagi...