Baekhyun mengisi waktunya untuk membangun kamar bayi mereka. Ara senang karena Baekhyun sekarang memperhatikannya, tapi perhatian itu terasa terlalu berlebihan, karena Baekhyun jadi sering terlambat kerja, bahkan pria itu sengaja tidak masuk kerja hanya untuk mengantar Ara pergi ke toko buah.
Ara menepuk pria di depannya yang sekarang sibuk merangkai tempat tidur bayi sendirian.
"Ara?" Baekhyun mendorong badan mungil Ara keluar kamar. "Kamar itu seharusnya jadi kejutanku saat selesai!"
"Baiklah. Aku akan berpura-pura tidak melihatnya." Ara menutup mata dengan kedua tangannya.
Baekhyun tersenyum sebelum memeluk Ara erat. "Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu seharusnya beristirahat."
Ara melepaskan pelukan itu. "Apa yang kamu lakukan tengah malam seperti ini?"
"Aku hampir selesai." Baekhyun kembali ke aktivitasnya.
"Tidurlah. Anak ini tidak bisa tidur kalau tidak ada Ayahnya."
Ara yakin dengan embel-embel anak pasti Baekhyun akan langsung tidur. Asumsi Ara tepat saat Baekhyun langsung membalikkan badannya dan menarik Ara ke dalam kamar mereka.
Baekhyun melintang dan mengusap perut Ara sembari mendengarkan detak yang ada di dalamnya. "Ayah di sini. Tidurlah segera. Kasihan Ibumu terbangun terus."
"Huh." Ara menggerutu dengan mata yang sudah tertutup.
"Selamat malam." Baekhyun mengecup kening Ara sekali lagi sebelum mereka berdua terlelap di alam mimpi.
x
Ara mendengar gemercik air datang dari dalam kamar mandi. Ara menyeret kakinya untuk bergabung bersama Baekhyun di sana.
Untung saja Ara tidak mencoba menyentuh Baekhyun dengan mesum, jika iya Baekhyun yakin ia akan kehilangan kontrol lagi.
"Kamu baik-baik saja?"
Ara mengangguk. "Aku sangat baik." Ara kembali membuka mulutnya setelah berpikir sekilas. "Apa kamu sangat mengharapkan anak laki-laki?"
Baekhyun tidak mengharapkan apapun kecuali bayinya lahir sehat, walaupun hati kecilnya selalu memikirkan apakah bayi mereka kelak akan memenuhi keinginan orangtua Baekhyun.
"Aku akan tetap bahagia jika kita diberkahi anak perempuan." Baekhyun mengecup mesra kening isterinya. "Jangan memikirkan hal yang memberatkan pikiranmu." Baekhyun meyakinkan Ara dengan memeluknya sekali lagi.
Baekhyun tersenyum setelah menarik Ara keluar dan memberinya hadiah yang sudah ia siapkan sebelumnya.
Ara menjerit saat matamya menemukan sepasang tiket berlibur ke negara impiannya, Dubai. "Dubai?!"
Baekhyun menangguk. "Iya, kita akan bulan madu di Dubai."
Ara lupa lara yang pernah Baekhyun ukir di hatinya, bahkan ia hanya bisa mengingat memori indah bersamanya.
"Aku harap kamu senang walaupun hanya sebentar."
Perjalanan singkat nan nekat itu memang sangat mendebarkan untuk keduanya. Ara dan Baekhyun menyiapkan perlengkapannya dengan gegas.
Tidak pernah dalam seumur hidupnya bisa pergi keluar negara dalam satu hari tanpa persiapan apapun. Baekhyun rupanya telah menyiapkan perjalanan mereka kemarin lalu untuk hari ini, jadi mereka terpaksa berangkat membawa barang seadanya.
Rencana mereka berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan Dubai sengaja dibatalkan karena Ara tiba-tiba mengeluh sakit perut. Baekhyun di sisinya terlihat begitu khawatir dengan keadaan sang isteri.
"Kamu yakin tidak apa-apa? Bagaimana jika bayi kita lahir?"
"Baekhyun.. Jangan terlalu berlebihan, bahkan kandunganku belum besar."
Ara membanting tubuhnya lelah di atas tempat tidur.
"Astaga! Jangan membanting diri seperti itu!" Baekhyun membalikkan badan Ara secara paksa. "Bagaimana jika anak kita-"
Ara melipat tangannya dan membuang wajahnya. "Anak saja yang kamu khawatirkan."
Baekhyun langsung tertawa lepas setelah mendengar respon Ara. "Apa yang kamu bicarakan?" Baekhyun memeluk Ara dari belakang. "Ibu hamil yang terlalu sensitif. Tidurlah." Baekhyun mengecup tengkuk belakang Ara.
Ara tertidur tidak kurang dari satu menit. Baekhyun melepaskan rangkulannya setelah Ara terasa sudah nyenyak tidur.
Baekhyun membuka pintu balkon untuk membiarkan dinginnya angin malam menggigil tulangnya. Belakangan, Baekhyun tidak bisa menutup matanya dengan baik—ia mendadak punya banyak ketakutan, seperti kehilangan wanita yang sangat ia cintai. Untuk saat ini Baekhyun yakin ia dan Ara akan hidup tenang, tapi bagaimana nanti saat mereka dihadapkan masalah lain? Atau bagaimana jika Ara meninggalkanya demi pria yang jauh lebih baik darinya?
Contohnya, Park Chanyeol. Mantan sahabat Baekhyun itu memang terkenal pria idaman kaum wanita.
Baekhyun akui ia punya masa lalu yang kelam. Baekhyun yakin Ara sudah tahu dari orang-orang atau bahkan dari gelagatnya sendiri.
Baekhyun tidak habis pikir jika setelah pengorbanan yang Baekhyun lakukan akan berujung naas karena masa lalunya.
Baekhyun menghisap rokok tak-tahu-nomer-berapa tanpa melihat waktu. Pria itu berhenti melakukannya saat ia menyadari Ara berdiri di dekatnya.
"Kamu merokok?"
Baekhyun mengibaskan aroma rokok. "Maaf." Baekhyun mencuci tubuhnya untuk menghilangkan aroma yang memuakkan perut isterinya dan menemukan Ara sedang menunggu kedatangannya sambil bermain ponsel di atas tempat tidur.
Ara memperhatikan Baekhyun dengan mata beratnya. "Apa yang terjadi?"
Baekhyun menggeleng. "Tidak perlu khawatir."
"Aku serius, Baekhyun."
"Pekerjaan."
Setelah perdebatan konyol itu, Ara mengalah untuk tidak menekan Baekhyun. Ara pikir itu adalah jalan terbaik untuk saling menghargai privasi satu sama lain.
x
Baekhyun terkesiap saat merasakan perutnya terpukul berkali-kali. Baekhyun sudah tidak kalap lagi, rasanya memukul perut Baekhyun sudah jadi kebiasaan Ara di pagi hari.
"Bangunlah beruang."
Jika saja wanita itu sedang tidak mengandung, mungkin Baekhyun akan menjitaknya habis-habisan.
Mereka pergi ke tempat perbelanjaan paling terkenal di Dubai yang kemarin hendak mereka kunjungi. Ara tidak pernah lelah berjalan-jalan, padahal kaki Baekhyun sudah menggerang minta istirahat.
Ara merepotkan dirinya dengan membeli banyak oleh-oleh, entah itu untuk orang tua Ara, orang tua Baekhyun, saudara Baekhyun, bahkan supir rumah.
Ara mendapati sebuah dispenser emas berdiri di depannya. "Baekhyun! Lihat! Apa kita bisa membeli emas seperti membeli sekaleng soda?"
"Kamu ingin beli satu?"
Ara mengangguk tapi senyuman itu langsung hilang di detik berikutnya. "Aku ingin satu, tapi untuk apa aku membelinya? Itu hanya membuang uang."
"Kamu bisa membelinya, Ara." Baekhyun langsung menggesek kartunya pada dispenser tanpa izin Ara.
Di tengah kesibukkan mereka, seseorang menepuk bahu Baekhyun dan mengejutkannya sedikit, namun langsung berbinar saat menatap lawan bicaranya.
"Kak?!"
"Baekhyun!" Wanita itu langsung memeluk Baekhyun erat tanpa menyadari kehadiran Ara yang tidak jauh dari mereka. "Rindu sekali."
Ara meremas buku jari hingga merah di belakang punggung. Ara rasa pelukan mereka memiliki arti yang lebih, karena sekarang mereka begitu larut tanpa mengingat ada orang lain di sana.
Ara menunggu mereka selesai berbincang dengan sabar, namun naasnya perbincangan itu tak kunjung selesai sampai Ara suntuk.
Ara meninggalkan Baekhyun bersama wanita yang membuatnya lupa segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER
Fanfiction"Aku istrimu! Nona Jeehi sudah meninggal!" Tamparan keras melayang di atas pipinya. "Jaga mulut kotormu, Ara." "Jangan sentuh aku, monster!" Ara memegangi pipi merahnya dengan perasaan menggondok. "Monster?" Baekhyun melirik tajam seraya meraba bagi...