48

4.4K 559 21
                                    

Walaupun mereka pergi menggunakan pesawat, tetap saja perjalanan ini menyiksa badan Ara.

Untung saja jet ini punya tempat tidur, jika tidak mungkin badan Ara sudah remuk karena terlalu lama di bangku pesawat.

Chanyeol tidak banyak berinteraksi saat perjalanan. Chanyeol lebih sering menghadap komputer untuk bekerja. Seberapa sering Ara menawarkan bantuan, Chanyeol selalu menolak.

Ara yakin Chanyeol lelah dengan semua tanggung jawab yang harus ia pikul sekarang—tiap satu menit Chanyeol pasti menghela nafas kasar.

Chanyeol dan Ara tiba di Paris sesuai jadwal. Mereka dijemput oleh supir baru Chanyeol.

Chanyeol tidak akan hafal Paris dengan cepat dan Chanyeol butuh orang yang kenal Paris dengan baik, lagipula Ara akan tinggal bersamanya, jadi Ara akan butuh supir.

Ara mengeksplorasi pemandangan indah nan romantis di sekitarnya tanpa mengungkapkannya lewat bahasa.

Paris memang jadi destinasi impian Ara selama hidupnya, tapi siapa yang sangka Ara pergi ke Paris bersama atasannya—bukan suaminya.

Chanyeol membeli apartemen dua kamar demi menghargai privasi Ara. Chanyeol sengaja memilih apartemen dekat Menara Eiffel. Walaupun Ara tidak pernah bilang, tapi Chanyeol yakin Ara akan senang melihat Menara Eiffel tiap membuka jendela kamarnya.

Ara membuka sepatunya saat masuk ke rumah baru yang akan mereka tinggali beberapa bulan ke depan. Hal paling pertama Ara lakukan adalah membuka jendela untuk melihat pemandangan yang sama persis dengan mimpinya semalam. Ara menutup mulutnya tidak percaya dan berbalik ke arah Chanyeol.

Chanyeol mengerutkan dahinya. "Kamu tidak suka?"

Ara menarik nafasnya dalam dan memegangi jantungnya yang berdegup begitu cepat. "Persis." Ara mendesis pelan.

"Ya?"

Ara menggeleng sebelum tersenyum manis. "Terima kasih, Chanyeol."

x

Sehun mengenakan pakaian terbaiknya sambil membawa sejumlah dokumen di tangan kanannya.

Pandangan orang kebanyakan tercengang ketika melihat penampakan Sehun kembali. Tak sedikit dari mereka langsung membungkuk canggung pada Sehun.

Jongin menunjukkan arah menuju ruang master dimana orangtua Sehun telah menunggu.

Ibu Sehun menangis dan Ayah Sehun hanya memberikan anggukan.

Ayah dan Ibu Sehun tahu tentang Sehun dari Jongin. Orangtua Sehun begitu kecewa pada Jongin saat pertama kali mereka tahu tentang Sehun.

Mereka mencoba memahami maksud Jongin—menyembunyikan Sehun. Ia beralasan—perginya Sehun dari muka publik sangat membantu pemulihan mentalnya.

"Sudah siap?"

"Iya Ayah. Aku siap."

Sehun mati-matian belajar tentang perusahaannya selama sebulan bekalangan.

"Ayah akan menemani untuk beberapa minggu agar kamu  dapat menyesuaikan diri. Selamat datang kembali, anakku.."

x

Chanyeol punya kamar yang lebih besar karena ia butuh ruang kerja. Kamar tidurnya ia sulap jadi ruang kerja di pinggirannya.

Ponsel Chanyeol berdenting hingga dua menit—penuh berisi pesan bertepatan saat ia menyalakan ponsel.

Chanyeol tidak begitu menikmati pekerjaannya. Pekerjaan telah membunuhnya perlahan—ia tidak sempat melakukan apapun selain bekerja, bahkan untuk berkencan saja sulit.

Chanyeol pernah memiliki hubungan dengan seorang model kebangsaan Italia yang ia kenal lewat sahabatnya. Hubungan indah itu harus kandas karena Chanyeol tidak dapat mengatur waktu dengan baik.

Chanyeol pergi ke dapur berniat menyeduh kopi. Ia yakin akan tidur terlambat hari itu.

"Ara?" Chanyeol terhenti dalam langkahnya ketika menemukan Ara sedang berdiri di balik meja dapur.

Ara tersenyum. "Kopi untukmu.." Ara menadah cangkir kopi lewat tangan kanannya.

Chanyeol berterima kasih dan menenggak habis kopi buatannya.

Chanyeol tahu menenggak habis secangkir kopi bukan cara terbaik menikmati kopi. Tak tahu kenapa—hatinya ingin cepat menghabiskannya, mungkin karena rindu.

Ara tak segan membuat kopi untuk kedua kalinya. Ara mengantarkan kopi panas buatannya ke atas meja kerja Chanyeol setelah selesai mengulasnya.

Chanyeol tersenyum manis pada Ara. "Terima kasih."

Untuk kesekian kalinya Ara melihat senyuman manis dari Chanyeol saat menikmati kopinya.

"Sudah selesai?"

Chanyeol menggeleng. "Belum." Chanyeol tak lupa menghela nafas. "Masih banyak."

"Ingin kubantu?" Ara menawarkan.

Chanyeol sempat berpikir untuk menerima bantuan Ara, karena memang ia kewalahan. "Tidak perlu. Kamu istirahat ya." Chanyeol mengenakan kembali kacamatanya.

Ara tetap datang untuk membantu Chanyeol. Ara mendecak sebelum merapihkan meja Chanyeol yang sangat berantakan oleh dokumen yang tercecer.

Tangan Ara sangat cepat membenahi mejanya sehingga lebih enak dipandang. "Lebih baik bukan?" Ara tidak pernah suka meja yang berantakan.

Ara mensortir dokumen dengan cepat. Ara masih ingat dokumen yang berceceran di sana—dokumen yang sempat Ara pegang sebelum kepergiannya. Ara memisahkan dokumen prioritas paling atas diikuti lainnya di bawah.

Chanyeol tidak bisa merasa lebih bersyukur saat dapat bantuan Ara. Kehadiran Ara sangat membantu pekerjaan Chanyeol, buktinya sekarang Chanyeol ada di halaman terakhir dalam laporan itu.

Chanyeol sangat butuh asisten baru di Paris, tapi ia enggan mencari satu. Chanyeol tidak begitu nyaman bekerja di dekat wanita.

Nayeon—mantan asisten pertamanya adalah wanita berpendidikan yang sangat persisten. Minggu demi minggu sikapnya berubah makin aneh. Wanita itu lebih sering pakai rok super mini dan kemeja provokatif.

Chanyeol tidak menegur ataupun menyinggung karena memang ia tidak terganggu, tapi orang lain memandang mereka beda.

Rumor tentang Nayeon dan Chanyeol mulai beredar di kantor. Awalnya Chanyeol biasa saja. Ia berpikir rumor kelas receh seperti itu akan hilang tak lama, namun nyatanya tidak—Nayeon bertingkah seperti sedang menyiram bensin pada api yang membara.

Akhirnya Chanyeol harus memecat Nayeon dengan alasan tidak professional.

Jika Chanyeol punya seharian penuh, banyak sekali cerita tentang mantan asistennya yang penuh kejutan.

Chanyeol mendeham. "Uh.. Um.. Terima kasih."

"Sama-sama." Ara membalas sambil meremas tangannya di belakang punggung.

Chanyeol menggaruk belakang kepalanya canggung. "Hm.. Kamu boleh istirahat.." Chanyeol mengisyaratkan Ara untuk pergi.

Ara menyembunyikan kekecewaannya. Sebenarnya di hati kecilnya—ia ingin sedikit perhatian dari pria tinggi itu.

Mungkin lain hari..

MONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang