Hyori mengulas jam tangannya berulang kali—tidak sabar duduk menunggu di toko kopi tersebut.
Hyori mengulas bibirnya kesal ketika seorang yang ia tunggu baru menunjukkan batang hidungnya. "Kamu terlambat."
"Selamat pagi."
Sapaannya tidak Hyori balas. "Apa yang kamu inginkan, Jongin?"
"Bagaimana perkembangannya?"
"Bagaimana adikku?" Hyori tak kalah datarnya.
"Kamu tidak perlu khawatir." Jongin mengulang pertanyaannya. "Bagaimana?"
"Bertanyalah lebih spesifik. Apa kamu lupa aku bukan wanita berpendidikan tinggi?" Hyori berkata sarkas walaupun kalimatnya lebih menyinggung dirinya sendiri.
"Bagaimana reaksi Ara?"
Sejujurnya Hyori tidak mengerti jalan pikiran Ara. Wanita itu tidak pernah terlihat sedih apalagi hancur di depan siapapun.
Hyori bercerita secara mendetail tanpa meninggalkan berkas sedikitpun. Jongin tidak pernah memutus dan mendengarkannya sampai selesai.
"Aku butuh lebih."
"Maksudmu?"
"Aku ingin mereka bercerai."
"Tidak!" Hyori menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa." Menceraikan Baekhyun dan Ara tidak pernah ada dalam kontrak mereka. "Aku tidak akan pernah bisa membuat mereka bercerai karena mereka sangat mencintai satu sama lain." Hyori menghela nafas dan memijat dahinya.
x
Ara tidak ingat kapan terakhir kali punya nafsu makan. Ara tidak pergi sarapan walaupun Baekhyun berulang memaksanya, bahkan sebuah ancaman tak membuatnya goyah.
Rupanya, rasa sakit hati mendominasi fisik dan mentalnya.
Ara menolak pergi kantor diantar Baekhyun lagi. Alasan Ara simpel—ia ingin masuk siang, sedangkan Baekhyun butuh masuk pagi, tapi semua tahu itu cuma omong kosong karena Ara langsung minta diantar tepat setelah Baekhyun meninggalkan rumah.
Ara mendekati Chanyeol sesampainya di kantor—ia ingin membicarakan masalah tempo lalu, tapi Chanyeol terlihat enggan mendengarkan Ara.
Bukannya tidak ingin dengar, Chanyeol malas membawa masalah pribadi ke kantor. Selain bisa memecahkan konsentrasinya, juga bisa ada rumor kurang enak di kantor.
Lagipula, Chanyeol tidak punya hak apapun untuk dapat penjelasan dari Ara. Chanyeol bukan siapa-siapa selain atasannya di kantor.
Sepertinya Ara tidak mengerti. Wajahnya langsung murung setelah diabaikan Chanyeol. Padahal satu-satunya alasan ia seperti ini—ia takut jatuh cinta.
Jika itu terjadi, Chanyeol tidak tahu harus diapakan hatinya, karena Chanyeol dan Ara memang tidak akan pernah ditakdirkan bersama.
Chanyeol pergi sebelum makan siang dan kembali larut malam untuk mengambil tas yang tertinggal di kantor. Pertemuan yang memilukan itu membuat Chanyeol pulang hampir pukul sebelas malam.
Chanyeol mengusap matanya hingga tiga kali saat melihat Ara duduk di balik meja dengan kepala merunduk.
"Ara?" Chanyeol menemukan genangan air yang ia tahu keluar dari mata Ara, karena sekarang kelopak matanya bengkak dan merah.
"Tuan?"
Chanyeol menarik ponselnya untuk menelepon Baekhyun, tapi aktivitasnya terhenti saat mendengar kalimat Ara setelahnya.
"Jangan telepon Baekhyun. Tolong."
Ara melanjutkan tangisannya di depan Chanyeol sampai puas, padahal Ara paling benci terlihat lemah.
Mengetahui suaminya tega melakukan perbuatan zinah setelah pernikahan mereka sangat memukul Ara.
"Maaf.." Ara menutup mulutnya untuk meredam tangisnya. "Maaf.."
"Tegarlah, kamu baik-baik saja." Chanyeol mencoba mereda emosi Ara dengan menepuk punggungnya. "Kamu tidak melakukan kesalahan."
Chanyeol menunggu Ara hingga ia siap berbicara, tapi hari makin larut dan Chanyeol tidak ingin Baekhyun berpikir aneh tentang hubungan mereka.
Chanyeol sengaja mengantarkan Ara pulang setelah meminta izin pada suaminya, karena Chanyeol tahu betul seberapa berlebihannya Baekhyun.
"Apa aku memintamu lembur? Jika iya, kamu akan berhenti lembur mulai besok." Chanyeol melirik Ara sesekali dari pandangannya.
"Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku."
"Aku bersungguh-sungguh. Kamu tidak pernah boleh lembur."
"Aku baik-baik saja, Tuan."
"Baekhyun akan marah." Chanyeol menjelaskan sesingkat mungkin. "Aku tidak ingin ada kesalahpahaman diantara kita ataupun Baekhyun."
Ara mengangguk. Ia sudah tidak punya tenaga untuk berdebat. Ara berterimakasih sebelum masuk untuk menemukan Baekhyun sedang menunggu kedatangannya di ruang tamu.
"Kenapa begitu larut?"
"Lembur." Ara menjawab datar tanpa ekspresi.
Baekhyun mengecup kening Ara dan menariknya ke ruang makan untuk makan malam bersama. Baekhyun sengaja menunggu kedatangan Ara semalaman penuh untuk bisa makan malam bersama.
"Kemana Hyori?"
Baekhyun mengabaikan pertanyaan Ara, tapi Ara terus mengganggu telinganya dengan mengulang pertanyaan sampah tersebut.
"Apa begitu penting sehingga kamu harus mengulangnya berkali-kali?"
"Dia mengandung anakmu, Baekhyun.." Ara membalas dengan suara pelan.
Ara terkesan lebih mementingkan Hyori daripada dirinya sendiri, padahal Baekhyun tidak pernah berpikir seperti itu.
Hyori memang mengandung anaknya sekarang, tapi Ara tidak pantas menaruh dirinya di nomor dua. Ara dan anak mereka tetap jadi prioritas nomor satu.
"Kamu kenapa sih? Kenapa kamu menjauh?"
"Aku tidak menjauh! Aku hanya bersikap adil."
Baekhyun melempar sendoknya kasar dan meninggalkan Ara di ruang makan sendirian. Baekhyun lebih baik menghindar daripada meluapkan emosinya. Terakhir kali Baekhyun meluapkan amarahnya, Baekhyun hampir mencekik leher isterinya sendiri.
Hyori mendengar perdebatan mereka dari depan dapur. Mereka bertengkar begitu besar hingga Hyori mendengar dentingan piring sebelum Baekhyun meninggalkan tempat kejadian perkara.
Hyori muncul dari balik pintu dengan ragu sampai Ara menyadari kehadirannya.
"Sejak kapan kamu disana?"
"Apa aku merepotkanmu? Aku akan pindah jika itu bisa membuat keadaan membaik."
"Jangan." Ara menghembuskan nafasnya. "Baekhyun butuh kedua anaknya disini."
"Baekhyun tidak begitu senang melihatku.."
"Baekhyun hanya perlu penyesuaian.." Ara mencoba menenangkan Hyori yang ia kira gelisah.
Hyori menghela nafas. "Boleh aku minta sesuatu padamu?"
"Iya?"
"Aku tidak bisa tidur dengan baik.. Mungkin Baek-"
Ara mengangguk tanpa harus Hyori selesaikan kalimatnya. "Aku akan bicara pada Baekhyun."
"Terima kasih banyak, Ara."
Sejak malam pertama, Ara tahu lambat laun Hyori akan minta diperhatikan bapaknya. Ara menyusul Baekhyun dan menepuk tubuhnya yang membelakanginya.
"Baekhyun."
Baekhyun menolak untuk menoleh. Perdebatan mereka di ruang makan sangat menggondokkan.
"Baekhyun." Ara menekankan panggilannya. "Baekhyun!"
Baekhyun mengatur nafasnya sebelum menjawab.
"Kenapa?"
"Temani Hyori malam ini." Ara menyeret pria itu keluar kamar tanpa perdebatan.
Maaf jika aku terus membuatmu jauh, Baekhyun..
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER
Fanfiction"Aku istrimu! Nona Jeehi sudah meninggal!" Tamparan keras melayang di atas pipinya. "Jaga mulut kotormu, Ara." "Jangan sentuh aku, monster!" Ara memegangi pipi merahnya dengan perasaan menggondok. "Monster?" Baekhyun melirik tajam seraya meraba bagi...