Sehun beradaptasi dengan dunia bisnis begitu cepat hingga mengejutkan ayahnya.
Bagaimana seorang yang dinyatakan lupa ingatan bisa beradaptasi sebaik itu dalam waktu yang cukup singkat—karena otaknya. Sehun memang terkenal genius sejak masa muda.
Jongin mengetuk pintu sebelum melebarkan senyuman termanisnya pada Sehun. Jongin menyodorkan sekotak kue di depan Sehun. "Aku mampir ke toko kue dekat rumah. Aku beli satu untukmu."
Semenjak Sehun kembali bekerja, Sehun pula kembali tinggal di kediaman orangtuanya. Itu membuat Jongin sedih, tapi Sehun adalah pria yang keras dan sulit diatur.
"Tidak perlu. Aku sudah sarapan." Sehun kembali pada pekerjaannya setelah melirik barang bawaan Jongin.
"Makan. Sudah kubeli." Jongin memaksa.
Sehun mendecak sebelum melihat ekspresi Jongin yang begitu kecewa karenanya.
Astaga.. Kenapa pria ini sensitif sekali?
"Baik. Aku akan memakannya. Terima kasih."
Jika saja Sehun tidak ingat jasa Jongin selama ini padanya, mungkin Sehun akan menjauhi Jongin untuk selama-lamanya.
Semakin lama Sehun semakin khawatir. Sikap Jongin sudah terasa berlebihan di kantor. Sehun yakin rumornya sebagai penyuka sesama jenis akan beredar di kantor tak lama lagi.
"Kamu tahu—kamu tidak perlu repot-repot melakukan ini kan?"
Jongin mengangguk. "Aku senang melakukannya."
"Aku tidak nyaman diperlakukan seperti ini." Balas Sehun dengan nada sopan. "Alangkah baiknya kita sedikit menjaga jarak. Aku hanya tidak ingin mereka salah sangka."
"Apa kamu lupa tentang ki-"
Sehun memotong kalimat Jongin. "Tolong." Sehun malah menentang Jongin. "Tolong jangan pernah bahas topik ini selamanya." Sehun menghela nafas panjang.
Jongin termangun di tempatnya dengan mata berkaca, namun Sehun sudah lelah melihat air di mata itu.
"Aku menghargai semua pengorbananmu, tapi—kamu tahu kan? Aku tidak bisa memaksa hati yang sudah tidak ada di sana." Sehun memijat dahinya pening.
Sehun selalu merasa bersalah setiap perbincangan ini muncul. "Maafkan aku.."
Jongin berlari begitu cepat keluar dari ruangan panas itu sambil memegangi dadanya sakit. Sehun menyaksikan Jongin pergi dengan perasaan campur aduk.
Lega dan sedih.
Mungkin ini yang terbaik untuk kita, Jongin..
x
Ara membuka mata dari tidur nyenyaknya. Tidak tahu kenapa Ara tidur begitu nyenyak, padahal Ara selalu sulit tidur di lingkungan baru.
Ara mandi sebelum menemui Chanyeol di ruang makan—sedang menikmati sarapannya dengan membaca koran harian.
Chanyeol senang membaca koran harian, bahkan di kantor pun harus punya koran harian.
Chanyeol langsung tersenyum setelah mendapati sosok Ara di sebelahnya. "Selamat pagi."
"Selamat pagi, Tuan." Ara tersenyum bercanda.
Chanyeol tertawa lepas. "Tuan? Apa kamu akan memanggilku itu mulai sekarang?"
"Kenapa tidak? Terdengar lebih seksi bukan?" Ara mengedipkan matanya meledek.
Tangan Chanyeol tidak dapat ia hentikan mengusap ubun milik perempuan di depannya. Chanyeol sentak menarik tangannya. "Ma-Maaf.."
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER
Fanfiction"Aku istrimu! Nona Jeehi sudah meninggal!" Tamparan keras melayang di atas pipinya. "Jaga mulut kotormu, Ara." "Jangan sentuh aku, monster!" Ara memegangi pipi merahnya dengan perasaan menggondok. "Monster?" Baekhyun melirik tajam seraya meraba bagi...