Ara memandangi seisi ruangan dengan tatapan kosong. Mungkin dulu Ara bisa berlama-lama di dalam, entah kenapa kenyamanannya kian memudar.
Wangi Baekhyun tidak pernah tercium kembali di kamar mereka, melainkan aroma kamper dan pewangi ruangan. Tempat tidur terlihat rapih tidak tersentuh, menandakan Baekhyun tidak lagi bermalam di kamar mereka.
Tetesan darah mengotori lantai saat Ara mengulangi aktivitas favoritnya. Ara menjambak rambutnya depresi dan meringkuk di bawah lantai.
Ara sudah tidak kuat lagi. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya selain dirinya sendiri.
Ara berdiri hingga hampir terpingkal. Matanya mengabur ketika ia merasakan kakinya bergerak lebih cepat. Ara menghirup udara kebebasan.
Ara yakin saat Baekhyun tahu tentang kepergiannya, Baekhyun akan segera mencari keberadaannya.
Atau mungkin tidak, karena Hyori.
x
Mengikuti keinginan Hyori ke taman bermain membuat Baekhyun sakit kepala. Selain benci panas, Baekhyun juga benci keramaian.
Baekhyun buru-buru menarik Hyori ke sebuah restoran tanpa diskusi. Ia ingin cepat menyelesaikan hari mereka.
Begitu merepotkan—Hyori berlarut-larut mengeluh pulang saat Baekhyun mencoba membawa pulang sebuah hidangan untuk Ara.
"Aku tahu kamu marah."
Hyori berbalik. "Hm."
Baekhyun menghela nafas panjang. "Aku akan berusaha jadi pria yang lebih adil lagi."
Baekhyun tidak mengerti kekecewaan Hyori—padahal mereka telah menghabiskan waktu bersama seharian penuh. Ia hanya mencoba menjadi pria adil pada keduanya.
Hari sudah larut tapi Ara belum kunjung pulang. Baekhyun mengetuk jarinya untuk menghubungi Chanyeol, karena ia yakin Ara dipaksa lembur atasannya.
'Hey bangsat. Kenapa kamu membuat Ara bekerja sampai selarut ini?'
Chanyeol terdengar menggerang. 'Kamu merusak tidurku.'
'Kamu meniduri isteriku, bangsat?!'
'Ada apa dengan tuduhanmu?'
'Aku tanya sekali lagi, dimana Ara?'
'Kau bercanda? Kamu membangunkanku tengah malam untuk bertanya dimana isterimu? Mana aku tahu bodoh!'
'Aku serius.'
'Apa aku terdengar seperti orang yang sedang bercanda? Ara tidak masuk kerja tanpa izin.'
Baekhyun mematikan telepon mereka sepihak—tanpa terima kasih atau rasa bersalah.
Baekhyun bangun dari tempat tidurnya gelisah. Baekhyun berlari kecil dan membuka lemari baju milik Ara untuk tidak menemukan apapun di dalamnya.
Baekhyun mengumpulkan semua orang di rumahnya untuk mencari Ara. "Apa kalian tahu kemana Ara pergi?"
Tidak ada seorang pun menyahuti pertanyaan Baekhyun. Mereka merunduk untuk menyembunyikan rasa takutnya.
"Jawab pertanyaanku!" Baekhyun benar-benar habis kesabaran. "Kalian pasti tahu!" Jika benar Ara pergi, pasti ada yang tahu tentang kepergiannya.
Seseorang lalu maju selangkah. "Aku menyaksikan Nyonya pergi." Chungha memberanikan diri membela Ara.
"Kenapa kamu membiarkannya pergi?!" Baekhyun membentak anak perempuan tersebut.
"Nyonya berhak untuk bahagia. Ia pergi untuk kebahagiaannya."
"Apa-"
Chungha memotong. "Apa Tuan tahu apa yang dirasakan Nyonya Ara selama ini? Tuan sama sekali tidak tahu, bahkan Tuan tidak mau tahu!" Chungha melimpahkan amarahnya.
Baekhyun membeku di tempatnya—itulah yang selalu ia lakukan jika ia sadar kesalahannya. Baekhyun memejamkan matanya dan meneteskan air mata sendu.
Ara, maaf untuk ke seribu kalinya..
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER
Fanfiction"Aku istrimu! Nona Jeehi sudah meninggal!" Tamparan keras melayang di atas pipinya. "Jaga mulut kotormu, Ara." "Jangan sentuh aku, monster!" Ara memegangi pipi merahnya dengan perasaan menggondok. "Monster?" Baekhyun melirik tajam seraya meraba bagi...