37

5K 652 42
                                    

Hyori dan Baekhyun terlihat bersama sebelum Ara datang. Ara mengambil duduk di tempat lainnya, karena Hyori telah merebut tempatnya.

Ara tidak mencoba memancing perdebatan, karena ia pikir tempat duduk hanyalah perkara konyol.

"Baekhyun, kamu jadi menemaniku makan siang?" Ara mengingatkan janji mereka.

Janji itu sudah Baekhyun ingkari sejak lama sekali. Baekhyun selalu menggagalkan janjinya dengan banyak alasan.

Hyori melipat tangannya sebal. "Kamu akan menemaniku membeli kebutuhan bayi kita.."

Cara Hyori mengucapkannya begitu menyiksa Ara. Ara juga mengandung bayi Baekhyun sama halnya seperti Hyori. Ara kira Hyori akan memikirkan perasaannya sebagai sesama wanita, tapi sepertinya tidak.

"Hyori, aku dan Ara jarang berbincang." Ara termangun mendengar suara Baekhyun yang terlalu lembut pada lawan bicaranya.

Ara menggenggam sendoknya erat. Jika saja siksaan itu lebih lama lagi, mungkin gagang sendoknya akan melengkung.

"Tolonglah mengerti." Baekhyun mengusap dahinya kewalahan.

Hyori menoleh ke arah Ara. "Ara? Kamu tidak apa-apa jika Baekhyun bersamaku?"

Ara menghela nafas untuk terakhir kali. "Semoga hari kalian menyenangkan." Ara tersenyum parau dan meninggalkan pasangan itu tanpa perdebatan.

Kepala Ara selalu berputar setiap kali bertengkar dengan perasaannya. Ara harus cepat sampai kantor agar pikirannya teralih. Mengerjakan sesuatu akan membuatnya senang, setidaknya lebih baik daripada melihat Baekhyun dan Hyori.

Ara tetap menghidangkan kopi untuk Chanyeol walaupun ia tahu belakangan si atasan tak pernah lagi menyentuhnya.

Kakinya tersangkut dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Untung saja Chanyeol cepat menangkap pergelangan tangannya.

Seakan tidak ingin disentuh, Ara meringis dan melepaskan eratannya.

"Kamu tidak apa-apa?" Chanyeol menunjukkan rasa tidak enak hati. "Aku minta maaf karena lancang menyentuhmu."

Jika saja Chanyeol tahu tentang luka yang Ara goreskan pada nadinya, mungkin ia akan mengerti. Ara menghela nafas melihat Chanyeol langsung pergi dari ruangannya.

Lamunan Ara terganggu saat ponselnya bergetar.

Jisoo: Aku sedang ada dekat kantormu. Makan siang bersama?

Ara: Dimana?

Jisoo: Aku menjemputmu di depan lobby dalam tiga menit.

Jisoo tidak main-main saat ia bilang tiga menit. Jisoo sudah menunggu sambil mengetuk setirnya tidak sabar di depan gedung.

"Kamu lama sekali! Penjaga sudah memintaku pergi dari lima menit yang lalu."

Omelan Jisoo tidak lama berlangsung—mereka cepat sekali menemukan topik obrolan lain. Ara dan Jisoo memutuskan untuk makan di restoran ayam dekat kantor.

Jisoo mengedipkan mata untuk membenarkan pengelihatannya, namun tidak ada yang berubah. Jisoo menarik pergelangan itu dengan lembut ke arahnya dan menghapus kecurigaannya.

Sungguh, Ara memang pandai menutupi lukanya. Jisoo hampir tidak percaya ketika ia menemukan begitu banyak luka yang sengaja ditutupi foundation.

"Ara?" Jisoo bergetar tidak percaya. "Ara?"

Ara mengulum tangannya. Ara tidak menjawab walaupun seberapa sering Jisoo memanggilnya.

"Kenapa kamu melakukan ini?"

"Aku tidak tahu.."

"Kamu melakukan semua ini karena Baekhyun kan?!"

"A-ak.."

Jisoo sentak memberikan Ara pelukan paling erat yang pernah ia berikan seumur hidup. Ara butuh tahu semua orang mencintai dan menyayanginya.

"Jangan pernah melakukan hal bodoh ini lagi."

Makan siang mereka diwarnai kelabu karena Jisoo terus mengkhawatirkan sahabatnya. Jisoo membuat Ara berjanji tidak akan melalukan hal apapun yang dapat melukainya. Mereka berpelukan sekali lagi sebelum berpisah.

Ara menegarkan hatinya sebelum kembali ke kantor setelah menangis. Hatinya terkesiap saat melihat seorang berambut panjang berada di dalam ruangan bersama Chanyeol dengan jarak yang tak lazim.

Ara berhenti tepat di depan pintu untuk mendengarkan perbincangan yang tak seharusnya ia dengar sama sekali.

"Sayang.. Kamu akan menemaniku malam ini bukan?"

"Aku baru saja menemanimu makan siang. Apa tidak cukup?"

"Kita akan menikah. Apa tidak lebih baik meluangkan waktu bersama lebih banyak?"

Chanyeol memijat dahinya pening. Wanita itu tidak mengerti dan tidak ingin mengerti.

"Bora.. Aku sibuk." Chanyeol menunjuk tumpukan laporan yang perlu ia kerjakan hari ini.

Bora malah makin manja. "Bermalamlah hari ini."

Chanyeol merutuki nasibnya. Perjodohkan dengan dalih terpaksa telah membunuh kewarasannya.

Chanyeol bukan tidak mau menikah, hanya saja ia belum bertemu wanita yang tepat untuknya. Bagi Chanyeol menikah adalah hal sakral, jadi ia ingin menikah dengan wanita pilihannya.

Di sisi lain, Chanyeol tidak bisa menolak keinginan orangtuanya, terlebih Ibu Chanyeol yang memintanya menikahi Bora.

Chanyeol sendiri bingung kenapa Ibu dan Ayah begitu menyukai Bora. Saat ditanya mereka hanya jawab 'cantik'.

Iya, hanya cantik.

Jika Chanyeol bisa berpendapat, wanita itu tidak punya otak sama sekali—alias bodoh. Bora tidak bisa melakukan apapun bermanfaat di dunia ini, bahkan jika bukan dari orangtuanya, mungkin Bora akan menggelandang.

Sungguh, Chanyeol bingung kenapa Bora bisa lulus S2.

"Jangan bicara lagi dan tunggu aku di rumah." Chanyeol melambaikan tangannya tidak peduli.

Bora menjerit senang. "Cium~" Bora memajukan bibirnya manja pada Chanyeol.

Jika saja Chanyeol bisa mengumpat.

"Kita di kantor!" Chanyeol menjauhkan wajah mereka dengan penuh ketidaknyamanan.

"Aku tagih ciumanmu di rumah." Bora dengan wajah penuh kebahagian yang tidak bisa Chanyeol gambarkan.

Bora pergi setelah imingan Chanyeol akan mengunjunginya, tapi semua orang tahu Chanyeol tidak akan datang apalagi bermalam dengan wanita itu.

Mungkin jika Chanyeol punya otak seperti Yixing atau Minseok, pasti ia akan bermalam bersama wanita berbadan model macam Bora.

Ara tertegun saat mendengar langkah Bora mendekati pintu, tapi badannya terlalu lambat untuk merespon.

Bora bertolak pinggang. "Kamu menguping?" Bora memperhatikan Ara sinis.

Ara bergeming di bawah wanita yang tengah mengindimidasinya.

"Kamu!" Bora hendak menampar, namun Chanyeol menyelamatkannya.

"Apa yang kamu akan lakukan?" Chanyeol membulatkan matanya ke arah Bora dengan perasaan kesal. "Jangan pernah sentuh dia."

MONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang