Chanyeol hadir di setiap janjinya. Ia menunggu Ara selama dua minggu penuh. Chanyeol ditepuk seseorang setelah satu jam kedatangannya.
"Pria tampan.."
Chanyeol tersenyum. "Ah, tokonya sudah mau tutup ya?" Pemiliknya memang sudah tua—mereka selalu tutup sebelum matahari terbenam.
"Tidak." Ia tertawa kecil. "Kamu suka tempat ini?"
"Tempat ini indah." Walaupun kafe tersebut jarang pengunjung karena lokasinya terlalu terpencil tanpa lahan parkir kendaraan bermotor.
Di setiap hari tanpa kehadiran Ara, Chanyeol tidak pernah menyesali keputusannya untuk meluangkan waktu percuma dan menelantarkan pekerjaannya.
Chanyeol mendengar dentuman sepatu dari belakang sambil meneriakinya ketika ia memutuskan untuk pulang.
"Park Chanyeol!"
Chanyeol menemukan Ara terengah mengejar langkahnya sambil memegangi perutnya yang besar.
"Jangan lari! Kamu bisa-" Chanyeol panik melihat Ara yang pucat.
Ara sentak memeluknya. "Maaf aku terlambat."
Chanyeol tercengang akibat perubahaan perilaku Ara. Seingat Chanyeol, Ara terlihat sangat gusar saat terakhir kali bertemu.
"Kenapa kamu pulang lebih cepat hari ini?"
Chanyeol memang tidak pernah tahu kalau Ara selalu datang dan memperhatikannya dari jauh. Kebetulan hari ini Ara dapat jadwal check up lebih sore dari biasanya.
Chanyeol memberikan senyumannya. Ia memperhatikan jemari mereka menyatu saat Ara mengambilnya.
Ara membawa Chanyeol ke apartemen kecil yang sudah jadi tempat tinggalnya selama dua bulan belakangan.
Apartemen itu kosong melompong—tidak ada perabotan sama sekali selain tempat tidur dan kamar mandi kecil. Ara juga tidak punya dapur atau kulkas—hanya beberapa makanan ibu hamil yang tersisip rapih.
"Apa kamu tahu seberapa senang hatiku?"
Ara terdiam.
"Aku tidak pernah sebahagia ini." Chanyeol tidak bisa menghentikan senyumannya semenjak melihat wajah indahnya.
Chanyeol dan Ara menghabiskan waktu berbincang hingga larut malam.
Ara rindu suasana seperti itu, dimana mereka berbincang sampai habis topik. Ara juga rindu ditemani seseorang sampai tertidur. Ara rindu rasanya punya seseorang yang memperhatikannya.
Dalam perbincangan mereka, Ara tertidur diam-diam karena lelah. Perjalanan hari itu lebih melelahkan dari biasanya, mungkin karena perutnya semakin besar.
Chanyeol memperhatikan Ara tertidur pulas sebelum menyelimutinya dan pulang tanpa izin.
x
Jongin datang terlambat seperti boss besar. Hal ini membuat suasana hati Hyori hancur lebur—kehamilannya membuat perasaannya lebih sensitif.
"Aku salut padamu, Hyori." Jongin menepuk tangannya kagum. "Kamu harusnya dapat penghargaan."
"Jaga mulutmu. Aku bisa membongkar rencana busuk ini kapan saja." Hyori tidak ingin terlihat lemah.
"Aku pula bisa membongkar rahasiamu."
Hyori merotasi matanya malas. "Apa maksud pertemuan kita hari ini?"
"Aku ingin memberi selamat atas kerja kerasmu."
"Bangsat." Hyori mengumpat dalam-dalam.
"Astaga! Bayimu bisa dengar!" Jongin bercanda. "Jangan mengajarkan bayi kita hal yang buruk."
"Serius, Jongin. Aku tidak punya banyak waktu." Baekhyun akan mencurigainya karena pergi terlalu lama.
"Bagaimana keadaan di rumah? Apa hubunganmu dengan Baekhyun membaik?"
"Iya."
Bohong.
Hubungan Baekhyun dan Hyori tidak pernah membaik semenjak kepergian Ara.
Hyori lebih sering ditinggal sendiri sementara Baekhyun terkesiap tidak tidur memikirkan Ara di ruangan lain.
Keadaan Baekhyun memburuk drastis, tapi Hyori sangat mengerti perasaannya. Hyori berniat memberi Baekhyun waktu sebanyak mungkin.
"Bagus, dengan demikian rencanaku bisa berjalan lancar."
Jongin menang besar. Jongin tertawa senang, namun hatinya belum puas hingga Baekhyun hancur luluh lantak.
"Rencana apa lagi?"
Jongin akan menunjukkan siapa Baekhyun sebenarnya pada dunia, tapi Hyori tidak perlu tahu rencana Jongin selanjutnya. Jongin tahu Hyori masih punya hati nurani, jadi lebih baik tidak memberitahu Hyori akan rencananya.
"Kamu hanya perlu melakukan tugasmu dengan baik."
Sudah beberapa minggu—Jongin meyakinkan Sehun untuk menguak kasus pembunuhannya ke media. Jongin yakin dunia akan terkejut dengan kembalinya Oh Sehun.
Perlu waktu yang cukup lama untuk meyakinkan Sehun, karena ingatannya masih belum pulih sempurna. Untung saja Sehun ingat beberapa momen buruk hubungannya dengan Baekhyun—Jongin menggunakan kesempatannya untuk mensabotase Sehun.
"Aku tidak ingin terlibat lebih jauh." Hyori mengakui ketakutannya. Ia takut karma akan berbalik menghantamnya.
"Kamu terlibat lebih jauh dari yang kamu kira."
Hyori memang tidak pernah memikirkan hal itu, namun Jongin sudah memperkirakan segala kemungkinan.
Jongin menyumpat telinganya. "Kamu punya banyak nyali, padahal hidupmu sudah di ujung tanduk."
Sikap menyebalkan Jongin malah membuat Hyori makin kesal. "Katakan padaku!"
"Aku akan membuat Baekhyun jatuh terpuruk."
Orang mana yang bisa punya rencana sesempurna ini jika bukan seorang psikopat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER
Fanfiction"Aku istrimu! Nona Jeehi sudah meninggal!" Tamparan keras melayang di atas pipinya. "Jaga mulut kotormu, Ara." "Jangan sentuh aku, monster!" Ara memegangi pipi merahnya dengan perasaan menggondok. "Monster?" Baekhyun melirik tajam seraya meraba bagi...