Aku benci pembenci!
-Square-
Besoknya aku pergi ke sekolah karena Kevin sangat marah saat aku mengatakan tidak mau ke sekolah. Satu harian penuh aku tidak melihat Fransisca, Kirana, dan Shelly. Mereka meliburkan diri tanpa kabar (alfa).
Ketika pulang sekolah
Seperti biasa, Kevin dan Ken menjemputku.
"Apa kalian sudah lama menungguku?"
"Tidak, masuklah ke mobil." Kata Kevin
"Hari ini kita makan di luar bukan?" Kata Ken
"Ide bagus!" Kata Kevin
"Kapan aku memberi ide? Bukannya ini janjimu tadi pagi setelah Ketrin berangkat sekolah?" Kata Ken
"Apa! Aku tidak merencanakan itu!" Kata Kevin
"Ahh sudahlah, tidak usah malu-malu seperti itu." Kata Ken
Ketika sampai di restaurant
"Maaf, aku ingin ke toilet." Kata Ken
"Apa perlu kuantar Ken?" Tanyaku
"Tidak. Beritahu saja arahnya."
Kevin menjelaskan
Ketika Ken berjalan, salah satu pengunjung restaurant itu berbuat iseng. Dia membuat Ken tersandung dan terjatuh dengan kakinya. Dia seorang anak muda. Dari penampilannya, dia sebaya dengan kami.
Ken terjatuh
Dia menahan tawanya
Aku yang melihatnya, langsung bergegas menolong Ken berdiri. "Apa yang anda lakukan?! Anda sangat tidak sopan!"
Dia berdiri "Jaga ucapanmu! Kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?"
"Siapapun yang ada di hadapanku saat ini, dia adalah seorang manusia yang memiliki perilaku seperti hewan, tidak menggunakan pikirannya dengan baik, dan tidak bermoral!"
"Hati-hati kalau bicara! Kau bisa kutuntut atas perkataanmu barusan!"
Kevin mendekatinya "Apa kau bilang? Dituntut? Hanya untuk masalah perkataan seorang wanita. Heh! Sampah!"
Dia mengacungkan cari telunjuknya tepat di wajah Kevin "Kau tidak usah ikut campur!"
"Aku akan memberitahumu siapa yang benar-benar harus kau tuntut" Kata Kevin
Kevin memukul wajah pria itu, dan terjadilah perkelahian. Semua orang yang ada di sana mencoba melerai mereka, tapi tidak bisa. Tanpa sepengetahuanku, Ken mengambil pisau dan menusuk punggung pria itu. Aku sangat terkejut dengan apa yang dia lakukan. Pria itu mengaduh kesakitan, dan tidak lama kemudian pingsan. Kevin hanya terdiam melihat Ken dan kemudian melihat pria itu.
"Lihatlah! Dia seorang pembunuh!" Kata salah satu pengunjung wanita yang ada di restaurant itu
Pelayan menghubungi ambulance dan polisi. Tak berapa lama, ambulance datang dan membawa pria dengan bagian punggung tertancap pisau dan berlumuran darah. Selang beberapa menit, polisi datang dan menangkap Ken. Aku mencoba menahan Ken agar tidak mengikuti polisi itu, tapi Kevin menahanku. Aku terus menangis, dan memohon pada polisi itu agar tidak menangkap Ken.
"Ken!!" Aku memegang lengan bajunya
Ken hanya diam
Kevin melepaskan tanganku dari baju Ken sambil menangis "Sudahlah Ketrin, biarkan dia pergi bersama polisi. Mereka tahu apa yang terbaik untuk Ken."
"Tidak!! Ken!! Jangan pergi!" Aku meraung-raung
Kevin menahanku "Ketrin, sudahlah."
Aku dan Kevin sedang di kantor polisi
Kevin sedang berbicara dengan salah satu polisi. Sedangkan aku hanya duduk sambil menunduk dan menatap kosong.
Kevin menghampiriku "Kita boleh bertemu dengan Ken"
Aku berdiri dan berjalan ke arah jeruji besi tempat Ken
"Ken? Apa kau baik-baik saja? Ini aku, Ketrin." Aku memegang wajahnya
Ken memegang tanganku "Ketrin?"
"Apa mereka membawamu dengan cara yang layak? Mereka tidak menyakitimukan?"
"Tidak"
"Kenapa kau bisa berpikir untuk melakukan ini Ken? Sekarang kau lihat! Karena ulahmu yang ceroboh, membuatmu ada di sini sekarang."
Dia tersenyum "Tidak masalah"
"Kau ini memang tidak waras Ken! Kenapa kau tidak terlihat sedih sedikitpun? Kau sangat aneh!" Sambil menangis
"Karena aku merasa aku telah melakukan hal yang benar, aku merasa bangga karena bisa melindingimu. Aku juga merasa senang bisa memberikan pelajaran padanya. Dan Kevin, jika tidak ada dia aku tidak akan bisa menancapkan pisau ke punggung pria s*alan itu! Hahaha."
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau pikirkan! Kau melindungiku dengan cara yang salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
SQUARE (COMPLETED)
RomanceSetiap tatap, setiap tawa, dan senyuman, semua tersampul dalam suatu kisah. Ini kisah cinta tentang Ketrin dengan ketiga pria yang menaruh perhatian lebih padanya. Story by : Mutia Novaska