Hei!
Kenalin, aku Arina Athaya. Gadis 20 tahun yang masih suka nangis gara gara hal sepele. Bahkan dulu pernah, cuma gegara ibu milih nonton tv sama ayah dibanding nemenin aku belajar aja, itu udah bisa bikin aku nangis kejer semaleman loh.
Aneh memang jikalau diingat masa itu, walaupun sekarang udah nggak se-cengeng dulu, tapi kadang masih sering cranky cranky gajelas gitu lah. Maklum dong, masih ABG labil.
Kalian bisa panggil aku sesuka kalian, aku list ya nama panggilanku.
1. Arin
2. Rina
3. Atha
4. Aya
5. Arina
6. Athaya
7. Riri (kalau untuk yang satu ini hanya ibu,ayah,sama takdirku aja yang boleh manggil, hehe)Sudah aku kasih tau, jadi suka suka kalian mau panggil apa.
Yang jelas, jangan yang nomor 7!!!
Kalau kalian tanya aku kuliah dimana, jawabannya aku nggak kuliah. Aku udah memutuskan setelah SMA, aku memilih untuk bekerja. Alasannya pada saat itu, kondisi ekonomi keluarga sedang merosot merosotnya. Dan aku nggak mau menambah beban di bahu kedua orangtuaku, jika aku meminta untuk masuk kuliah saat itu.
Ayah ditipu temannya sendiri, mengakibatkan ayah shock berat dan berakhir jatuh sakit. Tumpuan keluargaku yang saat itu ayah, harus terpaksa berbaring dirumah sakit dengan berbagai alat medis menempel ditubuh yang selama ini menjadi tamengku dan ibu.
Setelah membutuhkan beberapa bulan lamanya, keadaan ayah berangsur angsur membaik. Dan pada saat ayah sudah sehat, saat itu aku sudah bekerja. Disebuah restaurant ditengah ibu kota.
Ayah tiap hari mengantar dan menjemputku. Aku selalu ingat jika aku turun dari motor ayah untuk berpamitan masuk restaurant, ayah selalu bilang:
"Maafin ayah ya, Ri. Seharusnya kamu ayah antar kuliah, bukan bekerja seperti saat ini."
Hatiku selalu berdesir jika ayah mengatakan hal itu, aku selalu meyakinkan ayah jika ini sudah termasuk dari goresan takdir yang tuhan berikan untukku.
Bicara tentang takdir, dari tempatku bekerja inilah aku bertemu takdir bahagiaku. Dia yang mampu membuatku tertawa, bahagia, menangis, meronta akan alur cerita.
Tapi yang membuatku terimakasih kepadanya adalah, ia mampu membuatku merasakan apa itu indahnya cinta, pahitnya luka, dan juga pilu-nya rindu jika tak kunjung temu.
Terimakasih sudah membuat hidupku berwarna bagai pelangi, meredup bagai mendung, merekah bak matahari.
Yang selalu kuyakinkan pada diriku sendiri, sampai kapanpun kamu itu takdir bahagiaku, takdir cintaku untuk masa depanku.
Hello, my destiny. You're everything to me :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...