Tiga hari sudah berlalu begitu melelahkan, bahkan tiga hari itu juga setiap detiknya hidupku bertemu dengan Revan. Cuma di hari keempat ini, aku tidak bertemu wajah Revan seharian penuh. Pernikahan yang diajukan begitu cepat membuatku dan keluarga sangat sibuk mempersiapkan segala perintilannya secara kilat.
Bahkan acara yang seharusnya dihadiri dua ribu tamu di gedung pilihan ayah, terpaksa harus menjadi angan. Ibu memilih pernikahanku hanya di datangi keluarga dan juga teman dekat, mengingat waktu persiapannya sangat mepet.
"Ri, dekornya udah pasti itu ya? Ibu udah bilang tadi sama mas Samsul," ujar ibu. Tubuhnya ikut duduk disampingku.
"Iya," tanganku meraih susu kotak di meja bulat hadapanku. "Riri capek deh, bu." Keluhku.
"Kamu pikir ibu nggak capek?"
Aku menatap ibu yang berbicara tanpa menolehku, tangannya masih sibuk menggoreskan tinta bolpoin di buku yang ia pangku.
"Ri, Revan besok suruh kesini lagi deh. Ini masalah sound belum deal, nih."
"Iya, nanti aku telfon."
Tubuhku bangkit dari sofa. Ingin segera menapaki kamarku, merebahkan badanku yang rasanya sudah tak bisa dijabarkan. Seharian bersama ibu dan ayah mengurus ini itu, ternyata capeknya bukan main.
"Bu, aku ke kamar dulu ya?" Pamitku. Kakiku sudah mengayuh menuju anak tangga.
Ibu hanya menganggukkan kepala. Ia terlihat masih enggan untuk memalingkan wajah dari catatan pentingnya.
CALON SUAMI:
Gimana hari ini? Masih sibuk juga?Tanganku menaruh benda pipih milikku kembali ke nakas. Aku lebih tertarik mencuci wajahku, ketimbang membalas isi pesan calon suamiku, yang seharusnya dia sudah tau jawabannya.
Setelah prosesi cuci muka, basuh kaki, dan juga sikat gigi sebelum tidur sudah selesai. Tanpa membuang buang waktu, punggungku langsung ku hempaskan pada kasur ranjangku.
Aku sangat menikmati rebahan yang hampir tak kurasa empat hari terakhir ini. Rasanya sekarang rebahan sudah menjadi cita citaku, yang cukup sulit ku gapai.
Drttt...drttt...
Ponsel yang berada di nakas bergetar panjang. Dengan malas tanganku menarik ponsel milikku, tentunya dalam hati aku memaki orang yang sudah mengganggu quality time milikku dengan kasur tersayangku.
CALON SUAMI's Calling.
Mataku berputar malas. Manusia ini lagi yang mengganggu kegiatan rehatku.
"Apa?" Kataku dengan nada kesal.
Revan terkekeh, "Waallaikumsalam cantik."
Aku berdecak. Revan meledekku yang lupa mengucap salam rupanya, "Assalamualaikum,"
"Waallaikumsalam, sayang. Ri, besok aku disuruh ibu ke rumah kamu lagi ya?"
"Iya," singkatku. Tanganku meraih selimut untuk kutarik menutupi tubuhku yang hanya di balut daster motif keroppi pemberian ibu Minggu lalu.
"Asik. Ketemu kamu lagi, dong." Ia bersorak layaknya bocah mendapat mainan baru.
"Biasa aja, dong. Kaya nggak pernah ketemu orang cantik aja." Sahutku.
Tawa renyah Revan terdengar, "Sering sih ketemu orang cantik. Tapi nggak secantik kamu, sayang. Kamu cantiknya nomor wahid di mata aku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...