"Akhirnya, datang juga tuan puteri." Revan berdiri di depan pintu, menyambut kehadiranku dengan bahagia.
"Udah lama kamu disini?" tanyaku.
Revan membuntutiku memasuki rumah, "Udah tau, Ri. Sampai digigitin nyamuk nih di luar tadi."
Aku berbalik. Seketika tawaku pecah melihat bentol merah di jidat Revan.
"Seneng, kalau lihat aku menderita." Ujarnya kesal.
"Iyalah pasti." Ucapku santai.
Revan dan aku ikut duduk di meja makan dengan ayah dan ibu. Ternyata makan malam belum dimulai, nungguin aku katanya.
"Nggak mandi dulu kamu, Ri?" Tanya ayah padaku.
"Nanti deh, habis makan"
"Ih, jorok" Revan bergidik menatapku.
"Apaan sih. Aku belum mandi juga masih wangi kok."
"Udah..udah. pamali, di depan makanan berantem." Ibu membawa ayam goreng di piring untuk diletakan di meja makan.
"Revan tuh, yang mulai." Aku mengambil ayam goreng di hadapanku.
Sedangkan Revan, hanya tersenyum menatap ayah dan ibu.
Mataku menyelidik. Kayaknya, senyum mereka nggak seperti biasa deh. Waduh, pasti ada sesuatu nih.
"Kenapa sih, kok pada senyum senyum?" Pertanyaanku mampu membuat mereka menghentikan senyum mereka, dan digantikan dengan mereka yang sok sibuk menaruh lauk pauk pada piring masing masing.
"Nggak papa. Lanjutin makan kamu, Ri. Jangan banyak bicara." Ujar ayah.
---
"Nih, diminum." Aku meletakkan gelas berisi jus jeruk untuk Revan dimeja ruang tamu.
"Makasih,"
Aku mengangguk, "Berita bahagianya apaan sih, Van?" Tanyaku penasaran.
"Tadi aku itu interview kerjaan, Ri. Dan tadi sampai rumah, aku ditelfon pihak kantor kalau aku keterima kerja disana."
"Oya, selamat ya." Aku mengulurkan tangan kanan ku, dan dengan semangat Revan menyambutnya dengan hangat.
"Terimakasih, Ri. Mulai Minggu depan, aku udah mulai kerja," Revan melepaskan jabatan tangan kami, "jadi, mulai Minggu depan juga mungkin aku nggak bisa Anter jemput kamu, Ri."
Aku menepuk bahunya pelan, "nggak papa kok, Van. Tenang aja, kan ada ayah."
Dia tersenyum menatapku.
"Besuk kamu jemput aku jam berapa, buat kerumah sakit?"
"Pagi kaya kamu berangkat kerja aja ya, Ri."
"Oma pulang kerumah kamu kan?"
"Iya, tapi nggak seterusnya. Oma udah kangen juga sama rumahnya sendiri katanya."
"O gitu." Aku manggut manggut.
"Tadi ketemu sama Galang, cerita apa aja kamu sama dia?" Tanya Revan padaku.
"Banyak. Galang kayaknya mau lanjutin S2 nya di Jakarta deh, Van"
Revan terkekeh, "Seneng dong kamu, jadi bisa sering ketemu sama dia, kalau di Jakarta terus."
"Kok kamu gitu sih ngomongnya, Van? Aku sama Galang kan sahabatan."
Revan nggak menjawab omonganku, tapi malah cengar cengir melihat layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...