Bahu Bersandar

5.3K 330 9
                                    

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, sinar matahari sudah masuk ke kamarku, sampai mampu menembus mataku yang masih terpejam.

Kuraih hp dinakas sebelah kananku, aku berlonjat kaget ketika mengetahui jam berapa saat ini.

Kuraih handuk dan perlengkapan mandiku secara gusar. Saat didalam kamar mandi, rentetan mandiku juga tak serapi biasanya. Pokoknya kali ini yang penting tubuh kena air dan gosok gigi aja.

Setelah menempuh mandi yang super kilat, yaitu cuma tujuh menit. Aku sekarang sedang kalang kabut berias didepan cermin.

Akhirnya, selesai tepat pukul 09.00. Itu artinya, aku dapat menyelesaikan urutan kegiatan mandiku sampai siap untuk bekerja cuma butuh waktu 15 menit.

Aku turun kebawah untuk mencari sisa sisa sarapan. Kenapa sisa? karena nggak mungkin ayah sama ibu masih sarapan jam segini.

Dan yang ada dipikiranku dari tadi, sepertinya orang tuaku sengaja tidak membangunkanku pagi ini. Mungkin mereka masih marah sama aku gara gara perihal semalam.

Keadaan rumah sudah sepi. Kemana perginya ibu? kalau ayah sih, jam segini pasti udah berangkat ke kantor.

Kuraih beberapa lembar roti tawar diatas meja makan, lalu kuoleskan selai cokelat diatasnya.

Kuhentikan aktivitas sarapanku sejenak, samar samar aku mendengar suara ibu sedang berbincang dengan seseorang di depan rumah. Kuteguk susu putih yang sepertinya ibu siapkan untukku, lalu aku memutuskan berlenggang untuk melihat siapa orang yang sedang berbincang dengan ibu.

Ketika aku sampai di ambang pintu, aku melihat ibu sedang duduk santai di teras depan, berbincang ditemani teh manis. Dengan siapa lagi kalau bukan sama 'calon' menantu kesayangannya itu.

"Iya van, sampai tadi malem dia nang-"

"Bu," sapaku yang berhasil membuat kedua manusia tersebut menoleh padaku.

Ibu berdiri setelah menatapku, "Van, kamu ibu tinggal dulu ya. Tadi ada kerjaan dapur yang masih ibu tinggal."

Revan mengganguk sopan menjawab pernyataan ibu, setelah itu ibu pergi dari hadapan Revan. Dan yang perlu kalian tau, ibu diam saja ketika ia melintas di depanku. Apa iya ibu juga ikut ikutan marah?

Kudekati Revan, ia juga membuang tatapannya. Aku duduk dikursi bekas ibu tadi.

"Pulang jam berapa tadi malem?" ia akhirnya menoleh padaku dengan wajah datar.

"Emh," kugigit bibir bawahku, dan mataku tak berani menatapnya, "Jam 11."

"Sama siapa perginya?"

"Temen SMA," sahutku singkat.

"Oh, temen-" ucapnya seakan meremehkan jawabanku, "Tapi kok keliatan lebih dari temen ya?"

Aku menoleh, "Dari mana kamu tau? jangan sok tau ya jadi orang."

Dia malah tertawa, lalu menyeruput teh dari cangkir yang ia genggam.

"Dari mana kamu tau?" aku mengulang pertanyaan yang sama padanya.

"Kamu terlalu bahagia sama temen kamu itu kemaren. Sampai kamu nggak tau kan, kalau ternyata masih ada kehidupan manusia di kanan, kiri, sama belakang kamu?"

Deg, jantungku sekarang seakan di sengat oleh aliran listrik. Aku jadi sedikit curiga, kalau mobil yang tadi malem menyorotku itu adalah Revan.

Aku menunduk, memainkan kuku kuku di jariku. Pertemuanku dengan Galang ternyata menjadi bomerang bagiku, semua sekarang seakan menodong jika aku ini sudah melakukan kesalahan terbesar di hidupku.

Hello, My Destiny [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang