Aku turun dari mobil setelah berpamitan dan bersalaman dengan papa. Revan belum juga kembali ke rumah sakit sampai sekarang, sehingga mengharuskan aku pulang di antar papa.
Aku melambaikan tangan ketika mobil papa melaju meninggalkan jalan depan rumahku. Tadinya papa mau mampir dulu, tapi aku bilang lain kali aja. Soalnya, ibu dan ayah tadi telefon aku kalau mereka pergi ke kondangan malam ini.
Aku membuka pintu kamarku dengan malas. Perlahan aku merebahkan tubuhku di kasur kesayanganku, dan aku sedikit berjengit ketika aku merasa hp di dalam tas ku bergetar.
Aku segera merogoh isi tas ku, dan mencari hp ku, dan langsung membuka siapa yang mengirim pesan padaku.
CALON SUAMI:
Udah pulang belum?.Aku memutar bola mataku malas, setelah membaca isi pesan dari Revan. Untuk apa dia tanya tanya, Bukannya pergi sama Aurel udah bikin dia lupa segalanya.
Aku mengabaikan pesan itu, dan lebih memilih mengambil perlengkapan mandiku dan melengang menuju kamar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air shower.
Bukan apa apa. Tapi rasanya hatiku masih kesel aja, ketika mengingat tentang pernyataan Revan tadi siang yang mengatakan bahwa aku ini hanya pilihan oma, bukan pilihannya. Walaupun dia juga bukan pilihanku, tapi aku selalu berusaha sebaik mungkin untuk menjaga perasaannya. Bukan seperti dia yang tidak pernah menghargai perasaan seseorang.
Mandiku di temani oleh syahdu lamunanku, melamunkan tentang bagaimana hidupku setelah ini. Setelah pernikahan yang akan terjadi padaku lebih tepatnya.
Setelah tiga puluh menit di kamar mandi, aku memutuskan untuk keluar dan bersiap untuk segera tidur. Rasanya sangat lelah hari ini.
Tetapi saat aku sampai di depan ranjangku, aku melihat layar handphone-ku menyala. Aku terkejut ketika mengetahui ada panggilan video dari Revan.
Refleks, aku mencari jilbabku dan langsung memakainya. Lalu menekan tombol terima panggilan yang langsung membuat wajah Revan muncul di layar.
Dia tertawa ketika aku juga menampakan wajahku. Dan dengan melihat dia tertawa, aku jadi secara tidak sadar ikut ia tertawa.
"Hai". Ucapnya pertama kali diselingi ia melambaikan tangan ke kamera, dan nggak lupa senyum cengar cengirnya nggak ketinggalan.
"Wa'alaikumsallam". Aku duduk di ranjang dan meluruskan kaki, lalu ku taruh bantal di pahaku sebagai tumpuan tanganku. Sambil sesekali senyum menatap wajah Revan di layar ponsel.
Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil cengingisan, "Hehe, Assalamualaikum, Riri."
"Wa'alaikumsallam, Revan."
"Tadi pulangnya dianter siapa?" Tanya Revan dengan nada sedikit serius.
"Dianter papa." Jawabku singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...