"Aku sama Ara mau main ke tempat tante," ujarku di sambungan telfon. "Bentar lagi kita berdua kesitu. Tunggu ya Oma Fara," tutupku sambil meledek.
Tante Fara kurang suka kalau di panggil Oma oleh Ara, ia mengajari Ara dengan panggilan Mami Fara. Mana pantes, kan dia udah tua gitu. Pantesnya udah di panggil Oma, bukan Mami Mami gitu.
"Udah semua, bu." Satu tas penuh berisi perlengkapan bayi Ara di taruh mbak Tuti di sofa.
Aku tersenyum sembari mengeratkan gendongan kainku yang menopang tubuh montok Ara, "Makasih mbak Tuti."
Aku dan Ara cuma mau main ke kamar Tante Fara, tapi bawaannya banyak banget kek mau pindahan. Emang gini ya ribetnya keluar rumah bawa bayi?
Jalanku di temani tatapan menggemaskan Ara, ia sesekali terbawa suasana untuk membawa mata mungilnya terlelap. Mungkin ia pikir Mamanya mau ngajak jalan jalan jauh, padahal kita cuma ke kamar tante Fara yang jaraknya tiga kamar dari tempat tinggal kita.
Bel yang ku tekan membuahkan hasil, sekarang tante Fara menampakkan diri dengan celemek menggantung di lehernya.
"Anak kamu kenapa bikin gemes nggak ketulungan gini sih, Rin?" Tante Fara langsung menghabisi pipi Ara sampai berbekas kemerahan.
Mataku clingak clinguk mencari sesuatu, "Tadi tante ada tamu ya?"
Ia mengangguk, celemeknya ia lepas demi bisa mengambil alih Ara dari gendonganku. "Sayang, pipi kamu kayak bakpao sebrang jalan itu ya? Iya? Rasa apa ini?" Celoteh tante Fara hanya di sahuti tatapan dan juga gerak kaki Ara yang seirama dengan tangan berjari gemasnya.
"Tamunya tadi siapa tante?" Tanyaku.
Tante Fara menghentikan sejenak aktifitas mengobrol dengan Ara, "Anak om Brata, Rin."
Mataku sontak membulat. Jadi Ryan itu anaknya om Brata? Berarti bakal jadi anak tirinya tante Fara, dan Aurel bakal jadi mantunya?
Wah, gawat nih.
"Dia namanya Ryan kan, tante?"
Gurat terkejut terlihat di wajah cantik tante Fara, "Kamu kenal sama dia?"
Bibirku tersenyum sinis, "Dia yang bantuin mantan Revan bunuh anak aku."
Tubuh tante Fara menghadapku tiba tiba, membuat Ara terkaget dan berakhir menangis. "Oh, sayang. Maafin Mami, ya? Nen aja yuk! Ara minta nen nih, Ma."
Kuraih tubuh Ara agar berpindah menjadi di pangkuanku dan segera kuberi jatah minumnya, "Tante juga kenal Aurel tunangannya Ryan?"
Kepalanya mengangguk.
"Aurel itu mantan Revan, tante." Ucapku yang langsung membuat kedua mata tante Fara membelalak.
Aku yang menjadikan tante Fara tempat curhat tentu selalu membawa nama mantan Revan itu, bahkan tante Fara bersumpah akan membenci perempuan bernama Aurel itu saat aku bercerita tentang ulah ulahnya mengganggu suamiku.
Tapi bodohnya, aku nggak pernah kasih unjuk poto Aurel ke tante Fara. Kalau dari dulu aku kasih tau kan jadi gampang.
"Aduh, pusing kepala tante." Ia memilin pelipisnya sekilas, "Dunia kenapa sempit banget sih, Rin?"
"Emang tadi Ryan kesini ada perlu apa tante?" Tanyaku lagi, "Terus kenapa di tunangan Ryan sama Aurel aku nggak ketemu tante?"
"Biasa, Rin. Minta di bantu buat ngerayu Papinya, dia mau sekolah ke luar negeri katanya. Kalau masalah tunangan mereka berdua itu, memang tante nggak bisa datang karena anak perempuan tante sumpah dokter, jadi tante temenin dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...