Ternyata, aku diajak mama untuk ikut mencicipi menu terbaru yang baru aja selesai dimasak oleh mama. Kali ini aku mencicipi masakan mama nggak sendiri, tapi ditemani sama Hemzky si pria bergelagat cantik.
Mama memandangku dan Hemzky secara bergantian tepat setelah aku berhasil menelan makanan yang masuk kemulutku , "Gimana gimana?" tanyanya yang seolah sudah tak sabar menunggu jawaban dari kita berdua.
Aku dan Hemzky saling bertatapan, lalu dia mendongakan dagunya sebagai tanda jika aku yang dipersilahkan terlebih dahulu mengomentari masakan mama.
Aku berdehem, "Kalau menurut aku ya ma, telurnya sedikit overcook, terus ayamnya juga terlalu terasa ladanya. Sama satu lagi, daging ayamnya kurang empuk sedikit lagi, ma."
Tiba tiba Revan datang bergabung dengan kami, ia duduk ditengah tengah antara aku dan Hemzky. Yah, si centil mulai beraksi nih. Dia sekarang udah mulai bergeleyotan syahdu di lengan Revan.
"Gimana menurut kamu, Hamzah?" tanya mama pada lelaki barbie itu.
"Enak kok, bu. Udah mantap di lidah Hemzky," jawabnya sambil memamerkan dua jempol tangannya.
Mama menepuk pelan pelipisnya, "Haduh, salah aku cari tukang icip. Kamu ikut cobain deh, Van. Menurut kamu masakan mama kurang gimana."
Revan menoleh padaku, mencolek lenganku. "Suapin, Ri." titahnya dengan nada bagai seorang raja menyuruh prajurit.
"kok nggak aku aja mas yang suapin? Aku suapin aja ya." Protes Hemzky yang kuhadiahi gelak tawa.
"Nggak mau lah. Gila kali aku disuapin kamu. Ayo, Ri cepetan, biar aku komentari tuh masakan mama."
Aku bergidik bahu, "Punya tangan sendiri kan? Yaudah makan sendiri aja, kaya anak TK aja minta disuapin."
Mama mencubit punggung tangan Hemzky yang masih melingkar indah di lengan Revan, Hemzky sedikit menjerit manja dengan perlakuan mama. "Hamzah, masa iya ya ada pasangan yang dicium aja mau tapi disuruh nyuapin aja nggak mau. Sedikit aneh ya?"
Mataku membulat, mama secara terang terangan telah menyindirku. Kulirik Revan, ia malah ikut cengingisan sama mama.
Kalau reaksi Hamzah, ia malah plonga plongo menelan arah pembicaraan mama. Ia memang sedikit lelet kalau disuruh untuk berfikir diluar kebutuhan perawakan perempuan.
Revan menyikut lenganku, "Tuh Ri, dengerin."
Aku sengaja memotong daging dengan ukuran besar, untuk ku suapkan ke Revan. Syukur kalau dia keselek, biar tau rasa.
Saat aku hendak mengarahkan sendok kemulutnya, Revan berdiri. "Bentar ya, aku terima telfon dulu." pamitnya disertai dengan tangan kanannya yang menyingkirkan gelayutan Hemzky pada lengan kirinya.
Revan bicara diluar ruangan tempatku duduk saat ini, tapi mama kelihatan nggak santai. Terlihat dari dia yang bolak balik melihat kearah luar pintu yang memperlihatkan punggung Revan, yang tak cepat kunjung kembali bergabung bersama kami.
"Ri, aku pergi bentar ya. Nanti pulangnya aku yang anter." ujar Revan padaku, aku hanya mengangguk mengiyakan omongannya.
Mama berdiri, "Mama ikut, Van."
Aku sedikit kaget dong, pasalnya mama sedikit berteriak mengatakan itu. Hemzky menatapku seakan minta jawaban, aku hanya menggeleng dan mengangkat kedua bahuku.
Mama mendekati Revan, "Mama ikut kamu pergi."
Revan yang sudah sampai diambang pintu, terpaksa menoleh. "Ma, cuma sebentar kok. Aku cuma mau kebengkel, tadi orang bengkel telfon kalau motor aku udah hampir selesai, makanya aku disuruh test drive dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...