Pasar Malam

4.5K 248 2
                                    

"Lama banget deh. Sampe kesemutan kaki aku." Gerutuku pada Revan yang baru saja mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu.

"Maaf sayang," ia menunduk memperhatikan kakiku yang tak memakai alas. "Mana semutnya, Ri?"

Aku menonyor kepalanya, ia tertawa melihat wajah kesalku. "Mau jalan sekarang tuan puteri?" Tanyanya.

Aku menggeleng, "Udah nggak mood."

"Dih, sekarang pakai acara ngambek segala ya?" Ia mendekati telingaku, "Yakin nggak mau di traktir es krim?" Bisiknya.

"Emangnya aku anak kecil?" Tanyaku, aku berdiri untuk mengambil flat shoes di rak sepatu.

Revan tertawa, "Ayah sama ibu mana, Ri?"

"Ke kondangan temen kantornya ayah," aku meletakkan tas selempangku di sofa, "Ayah bilang jangan malem malem pulangnya."

Revan manggut manggut, "Nggak malem malem kok pulangnya, tapi pagi pagi pulangnya nanti."

Aku melotot menatap wajah cengengesan lelaki berkaos kuning ini, "Gila kamu, Van."

"Yakali beneran. Minta digantung di Monas kali, kalau aku beneran pulangin kamu pagi."

Aku tersenyum, mengulurkan tangan kananku agar Revan juga bangkit dari duduknya. "Ayo,"

"Ini kode minta digandeng, Ri?" Tangannya meremas lembut tanganku, yang membuatku memutar kedua bola mataku malas.

"Nggak papa juga sih kalau minta di gandeng. Kan bentar lagi aku juga bakal gandeng kamu ke pelaminan." Ujar Revan dengan cengiran menyebalkan miliknya.

Aku melepaskan tautan tangan Revan, "Aku kunci pintu dulu,"

"Aku tunggu di depan gerbang ya?" Teriak Revan yang sudah berjalan mendekati gerbang.

Setelah memastikan pintu sudah terkunci sempurna. Akhirnya aku berjalan mendekati gerbang lalu menutupnya juga sebelum mendekat kearah Revan.

Aku tertegun, Revan dengan gaya sok gantengnya duduk diatas vespa dengan jaket jeans melekat pada tubuhnya.

Tumben nih anak nggak pakai mobil. Batinku.

"Motor siapa, Van?" Tanyaku, tanganku menerima uluran helm dari Revan.

"Motor aku," Revan menarik tanganku untuk segera menempatkan diri untuj duduk di belakangnya, "Kali aja kamu kangen naik vespa." Ujarnya, yang lebih tepatnya menyindir bagiku.

"Kamu nyindir aku ya?" Tanganku memukul punggung Revan.

Motor melaju meninggalkan rumah, "Enggak kok. Kok kamu baper banget sih?"

"Kita mau kemana sih, Van?" Tanyaku, mataku mulai melihat pemandangan malam kota ini. Cukup ramai, tapi tak seramai malam Minggu.

"Kemana aja. Kamu pasti seneng kok kemana aja asal sama aku. Yakan?"

"Ih, siapa bilang?"

"Aku, barusan." Revan menarik tanganku untuk melilit pinggangnya, "Pegangan, Ri. Aku mau ngebut."

Aku tertawa lepas ketika Revan menepati ucapannya untuk mempercepat laju motornya. Jujur, belum ada rasa yang menandingi perasaan bahagiaku malam ini.

Revan menceritakan semua kegiatan kerja pertamanya selama menempuh perjalanan. Bahkan ia kena marah papa saat salah melakukan kerjanya juga di ceritakan secara rinci. Yang otomatis langsung ku tanggapi dengan tawa dan ejekan.

Sesekali kita sama sama diam untuk menikmati udara malam hari, tapi nggak jarang juga Revan melirikku di kaca spion dengan dihiasi senyum canduku.

Motor menepi, "Turun, Ri. Udah sampai."

Hello, My Destiny [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang