Tanganku terus terusan mengelus anakku yang mulai sibuk berputar di perutku, sudah hampir tiga minggu ini kegiatan bayi gemes itu selalu berputar sewaktu waktu mengintar di dalam perutku.
Tak terasa sudah 20 minggu anak ini bersemayam di perutku, bahkan tubuhnya sudah membesar dan membuat perutku menyembul lebih besar. Revan yang terlampau gemas dengan perut besar nan bulatku, selalu menidurkan kepalanya ke pahaku, dan menghadapkan wajahnya ke perutku untuk di hujani kecupan di seluruh permukaannya.
Kurang lebih dua bulan ini rutinitas muntah setelah minum susuku mulai hilang, di ganti nafsu makan yang berlebihan. Tak main main, berat badanku sudah naik 13kg.
"Lagi ngapain, sih? Kok heboh?" Aku terkekeh ketika merasa ada yang menendang di dalam perutku.
"Ri, celana kerja aku belum kamu seterika ya?" Revan menyembul di balik pintu ruang cuci. Belum berpakaian kantor, rambutnya saja masih acak acakan habis mandi.
Aku menggaruk tengkukku, "Iya, lupa aku. Pakai celana yang lain aja ya?"
Revan mendengus, wajahnya berubah seketika. Ia langsung berjalan menuju kamar, meninggalkan aku yang masih setia duduk santai bersender di kursi.
Mesin cuci yang hampir selesai berputar ku tinggal. Langkahku sekarang terasa lebih berat, karena perut yang bertambah besar setiap harinya.
Mataku membulat ketika masuk kamar dan tau kalau Revan sedang mengaduk isi lemari, sampai berantakan ke lantai. "Kamu tuh nyari apa sih? Udah tau aku males beresin rumah, malah suka bikin berantakan gini."
Ia mengadahkan wajahnya menatap aku yang berdiri dengan berkacak pinggang, "Nyari kaos kaki."
"Kaos kaki kan di laci, Van. Ngapain nyarinya sampai sudut lemari kek gitu?"
Revan berdiri, mengibaskan sepasang kaos kaki hitam yang ia cari sejak tadi. "Maaf, sayang. Nanti pulang kerja aku beresin,"
"Nanti pulang jam berapa?" Tanganku menyimpulkan dasi di lehernya.
Jari jari Revan meraba permukaan perutku, "Jam 3 udah pulang nanti. Anak aku hari ini udah gerak belum, Ri?"
Aku tersenyum, ikut mengusap perutku. "Gerak terus, tadi sempet nendang juga. Heboh banget deh, main bola kali ya?"
"Andai aku bisa rasain juga ya? Pasti seneng banget, bisa rasain tendangan tendangan anak Papa."
Kuusap wajahnya, "Andai kamu juga rasain beratnya bawa perut segede ini, pasti kamu juga engap. Tadi baju jatuh ke lantai aja, aku nggak bisa ambil."
Revan terkekeh, menciumi pipiku yang lebih besar dari biasanya. "Maaf ya, aku nggak bisa bantuin bawa perut lucu ini. Tapi cantik kamu naik seratus persen kalau perut kamu tambah gede gini, Ri. Serius,"
Bibirku memprout, "Oh, gitu? Kalau aku nggak hamil, aku nggak cantik gitu?"
"Cantik kok, cantik banget. Udah siap kan, besok tau anak kita cewek apa cowok?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...