Semakin Hancur

6.1K 291 12
                                    

"Minum dulu itu susunya, Ri." Ibu mendorong gelas berisi susu putih kearahku, "Yakin nggak mau ibu temenin?" Tanyanya ragu.

Aku menggeleng, meneguk susu putih dalam gelas sampai kandas. "Riri naik motor aja, bu."

"Ayah anterin aja, Ri." Sahut Ayah. Tangannya menyerahkan piring kotor kepada ibu.

"Nggak usah, Yah." Aku bangkit dari dudukku, "Ayah ke kantor naik mobil aja ya? Motornya mau aku bawa,"

Ayah mengangguk, menyerahkan stnk motor dan kuncinya kepadaku. "Hati hati, jangan ngebut."

"Iya, yah." Aku berlalu menghampiri ibu yang tengah sibuk menggosok piring piring kotor.

"Ayah berangkat dulu ya," ujar ayah. Yang seketika membuatku dan ibu menoleh.

Setelah mengantar Ayah untuk pergi kerja. Aku segera menuju kamarku untuk bersiap siap menuju rumah sakit yang sudah di beri tahukan oleh Papa untuk tes Aurel hari ini.

Drtttt...

Ponsel yang berada di nakas bergetar, mengurungkan niatku untuk mengambil pakaian dari dalam lemari.

CALON SUAMI:
Aku jemput jam 9.30 ya, kamu siap siap.

Dengan malas jari jariku langsung bergerak lincah menekan huruf huruf yang terjejer rapi di layar.

Me:
G usah.
Aku naik motor.

Hp ku letakkan kembali ke tempat semula. Kegiatanku yang sempat tertunda langsung ku laksanakan. Sebelum mengganti baju rumahanku dengan pakaian yang kuambil dari lemari, aku memilih untuk berias di depan meja rias terlebih dahulu. Walaupun kali ini aku hanya menaburkan tipis bedak bayi di wajahku, di tambah sedikit liptint tipis agar terlihat fresh.

Setelah penampilanku kurasa sudah selesai, mataku melirik jam dinding yang menunjukan pukul 08.34. Tanganku menarik totebag hitamku, untuk ikut denganku pergi ke rumah sakit.

"Belum tamat juga, bu?" Tanyaku, yang membuat pandangan ibu beralih dari serial drama yang tokoh antagonisnya seakan akan tak punya perasaan walaupun hanya secuil itu.

"Lho, udah mau berangkat sekarang?" Pandangan ibu menyelidikku dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Aku tersenyum, tanganku meraih sepasang flat shoes warna nude untuk kubawa ke sofa. "Iya, biar nggak telat. Kan bisa aja jalannya macet."

"Yakin nggak mau ibu temenin?"

Kepalaku menggeleng pelan, "Enggak bu,"

Saat sepasang flat shoes sudah menempel sempurna pada kakiku. Aku langsung beranjak dari dudukku untuk menuju garasi mengambil motor kesayangan ayah. Yang tentunya, ada ibu yang membuntuti langkahku.

Sejak sarapan tadi, terlihat dengan jelas wajah cemas kedua orangtuaku ketika aku mengatakan akan pergi ke rumah sakit sendiri. Entah aku punya keberanian dari mana untuk ikut ke rumah sakit itu sendirian. Yang pasti hatiku yang menuntunnya, ada sedikit percaya diri untuk membuktikan kalau ucapan Revan pasti benar.

Tanganku mengaitkan tali helm, "Riri berangkat ya, bu? Doain semua lancar."

"Iya, hati hati sayang." Ibu melambaikan tangan ketika aku memacu gas motor untuk meninggalkan rumah agar menuju rumah sakit Trisakti.

Selama perjalanan berlangsung. Tak henti hentinya hatiku menyemangati diriku sendiri agar tak serapuh kemarin.

Ada sekitar 45 menit perjalan yang ku tempuh hingga sampai di pelataran rumah sakit. Motor langsung ku tepikan di parkiran. Kepalaku menoleh kesana kemari untuk mencari keberadaan salah satu yang seharusnya datang kesini.

Hello, My Destiny [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang