Hari ini aku libur bekerja. Dengan aasan, karena bu Nisa yang memintaku untuk libur dan ikut dengannya pergi ke rumah sakit sekarang.
Oma dijadwalkan operasi siang ini. Jadi, keluarga Revan yang lain juga ikut berkumpul di rumah sakit untuk mendampingi oma.
Revan tadi telefon aku, kalau dia bakal datang telat nanti. Tapi aku nggak tau alasannya apa.
Kita masih menunggu di depan ruang operasi Oma. Mengharap kabar baik dari dokter, jika oma bisa sembuh.
"Rin, kita ke kantin rumah sakit dulu yuk. Kamu kan belum makan dari tadi." Ucap bu Nisa yang sudah berdiri dihadapanku.
"Nanti aja, ma. Nunggu Revan sekalian." Selepas acara sillaturahmi kemarin, bu Nisa memintaku untuk memanggilnya 'Mama'. Karena, sebentar lagi aku juga bakal jadi anak perempuannya katanya.
"Revan kayaknya masih lama deh, makan sama mama dulu aja ya?" Rayu mama padaku.
Aku tersenyum dan mengganguk tanda mengiyakan ajakannya. Lalu, aku bangkit dari persinggahanku dan melangkah mengikuti derap langkah mama.
Aku menunggu mama mengantri makanan yang antriannya cukup panjang. Dan sekarang aku sedang duduk di kursi panjang paling pojok di sudut kantin ini. Saat ini jam makan siang, makanya nggak heran kalau kantin ramai sekali. Sehingga hanya menyisakan tempat duduk paling pojok yang hanya cukup untuk di tempati dua orang.
Mama datang membawa nampan berisi makanan pesanannya, dan pesananku juga tantunya.
"Maaf ya sayang, lama." Ucapnya setelah mendaratkan tubuhnya duduk dihadapanku.
"Iya ma, nggak papa." Aku menarik piring berisikan nasi ayam bakar ke hadapanku untuk ku santap.
Setelah itu kami menikmati makanan kami masing masing. Sepertinya mama punya prinsip yang sama seperti ayah. 'Kalau makan nggak boleh sambil ngomong.' Buktinya, sekarang suasana makan kami hanya di iringi dentuman dari sendok dan garpu yang berpapasan dengan piring.
"Revan sampai sekarang belum juga dateng kenapa sih, Rin?" Tanya mama padaku, setelah kami sudah menghabiskan makanan pada piring masing masing.
Aku meneguk air putih di hadapanku, "Nggak tau, ma. Tadi cuma ngomong kalau nanti bakal dateng telat gitu aja."
"Ck, kebiasaan itu anak." Mama melempar tisu bekasnya ke piring kosong di hadapannya.
"Kebiasaan apa, ma?"
Mama menatapku, lalu mengusap punggung tanganku, "Dia itu kebiasaan, Rin. Kebiasaan menyepelakan semua hal."
Aku menggengam tangan mama, seolah meyakinkan ia jika Revan tidak seperti yang ia tuduhkan. Karena aku yakin, pasti Revan nggak akan mengecewakan oma.
"Revan nggak mungkin nyepelein oma kok. Mungkin ada urusan yang penting. Dan nggak bisa dia tinggal."
"Semoga aja ya, Rin. Mama juga percaya kalau dia bisa memilih keputusan dengan baik."
Lalu, kami beranjak pergi dari kantin dan kembali ke depan ruang operasi oma. Tapi sebelumnya kami ke mushola dulu untuk shalat. Mama yang shalat, kalau aku belum shalat karena masih dateng bulan.
***
Oma sudah keluar dari ruang operasi. Dan sekarang beliau masih tertidur lelap di kamar rawatnya.
Aku keluar dari kamar oma, karena ingin menemui Revan. O iya, Revan tadi datang pas saat oma keluar dari ruang operasi. Dia terlihat sedikit kacau penampilannya, nggak tau habis ngapain. Makanya, aku keluar ruangan ini mau menemui dia, dan tanya ke dia, habis dari mana saja sampai telat datang menemani oma operasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...