Pembohong Ulung

5.5K 303 1
                                    

"ri, cepetan dong. Udah ditungguin Revan dari tadi nih", teriak ibu dari arah meja makan.

Aku menatap sekilas arah sumber suara teriakan nyaring ibu. Kemudian memilih mempercepat langkahku menuruni anak tangga.

"Riri nggak usah sarapan deh bu. Nggak enak, Revan udah nunggu dari tadi." Teriakku sambil menyambar flat shoes hitam bludru yang menangkring rapi di rak sepatu dekat tangga.

Ibu hanya manggut manggut menanggapi omonganku.

"van, maaf ya lama", ucapku dengan nafas ngos ngosan ketika sampai di ambang pintu.

"Nggak papa. Sesuai pilihan kamu nih, ri. Semoga suka." Tuturnya disertai senyum manis tercetak di bibirnya.

Aku seketika mendongak menatap tangan Revan yang tadinya ditekuk kebelakang menjadi mengulurkan bouquet bunga di genggamannya kepadaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku seketika mendongak menatap tangan Revan yang tadinya ditekuk kebelakang menjadi mengulurkan bouquet bunga di genggamannya kepadaku.

Kuhentikan pergerakan tanganku yang sedang ribet membantu menyelipkan kakiku kedalam flat shoes.

Lalu, kuraih bouquet itu agar berpindah menjadi berada di dekapanku.

Aku tersenyum ketika mendapati kertas ucapan yang terselip diantara bunga bunga manis itu.

Kertas itu berlatarkan gambar bunga bunga sakura yang indah disetiap sudutnya. Kemudian yang membuatku sedikit terkejut, disana terdapat foto candidku yang dibidik oleh Revan.

Yang membuat lebih istimewa bagiku, yaitu dikedua ujung sudut fotoku ia goreskan cat berwarna pastel disana. Tapi, yang paling utama yaitu tulisan Revan, yang seolah menyemangati dirinya sendiri yang tak mau kalah saing dengan Galang.

 Tapi, yang paling utama yaitu tulisan Revan, yang seolah menyemangati dirinya sendiri yang tak mau kalah saing dengan Galang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Dasar, paparazi," gumamku. Kemudian aku menaruh kertas itu kedalam tote bag yang menggantung di bahuku. "Kamu kasih bunga ini bukan gara gara nggak mau kalah saing kan, Van?" Tanyaku.

Dia menunjukan jari telunjuknya ke wajahku, lalu menggerakkannya kekanan dan kekiri. "No yaa, itu fresh dari otaknya Revan." Ucapnya sombong.

"Masa sih? Kok aku nggak percaya ya." Ledekku.

Revan tersenyum melihatku yang sekarang melanjutkan kegiatanku yang sempat tertunda. Yaitu memakai flat shoes.

Hello, My Destiny [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang