Sudah dari dua hari yang lalu aku diperbolehkan pulang oleh rumah sakit, di rumah sakit aku menghabiskan empat hari untuk beristirahat disana. Banyak teman teman yang datang untuk menjenguk Azzura dan juga aku, hal itu ku syukuri karena membuat waktu di apartemen jadi longgar tanpa harus menerima tamu.
"Mama, Ara udah cantik nih." Teriak Revan dari kamar tidur.
Aku yang semula menikmati makan soreku jadi terganggu, semenjak menyusui nafsu makanku malah bertambah sangat pesat. Oh iya, Revan sekarang jadi punya tugas baru selepas pulang kerja, yaitu mandiin Ara di lengkapi dengan memakaikan bajunya.
Walaupun tidak bisa begitu di percaya Papa satu itu buat milih pakaian untuk anaknya, tapi daripada nggak bantuin sama sekali, jadi ku biarkan saja.
"Bapak udah teriak manggil tuh, bu." Ujar mbak Tuti, ia sedang bersiap untuk pulang setelah bekerja di sini seharian.
Aku tersenyum sembari melanjutkan sendokan makananku yang tertunda, "Biarin lah, mbak. Orang kebiasaannya juga teriak teriak kek gitu."
Proses makanku ku percepat, soalnya kalau habis mandi sore gini Ara suka nagih jatah nen-nya.
Tuh kan, baru juga di omongin. Sekarang anak bayi itu udah nangis meraung raung.
"Mbak Tuti langsung pulang aja nggak papa, dapur nanti biar aku yang beresin."
"Sekalian saya beresin aja, bu. Kasian itu Azzura udah nangis,"
"Yaudah kalau gitu. Makasih ya, mbak?"
Mbak Tuti mengangguk, lalu membereskan meja makan dan juga perlengkapan dapur lainnya. Sedangkan aku sekarang sudah setengah berlari menuju kamar untuk menemui anak ku.
Mataku membulat melihat Revan berdiri di atas kasur dengan senyum cengengesan menarik perhatian Ara, wajahnya menunduk menatap kasur yang terdapat tubuh gempal Ara sedang berbaring, sedangkan kedua tangannya sibuk menopang kamera yang terarah ke wajah Azzura.
"Kamu ngapain? Nanti kalau jatuh terus kena Ara gimana?" Omelku, tanganku sudah menarik ujung kaosnya supaya ia cepat terduduk.
Ia nyengir, "Pemotretan sore sama anak cantik. Mama juga mau di foto?"
Telapak tanganku menutupi sebagian wajahku saat kamera yang di bawa Revan di arahkan ke wajahku. Sekarang pandanganku teralih ke bayi cantikku, ia hanya menatapku dan Revan secara bergantian dengan tangannya yang masih setia memeluk boneka sesuai perintah sang Papa untuk kegiatan pemotretan sorenya.
"Bayi umur seminggu kamu kasih sepatu, Van?" Tanyaku heran.
Tubuhnya tersungkur tengkurep di samping Azzura, "Kenapa emang? Orang kakinya juga udah muat."
Iya juga sih, kenapa kakinya udah muat di pakein sepatu. Kalau kek gini kan udah keliatan kayak ABG anakku.
Aku ikut duduk di ranjang, lebih tepatnya di depan Azzura. "Cantik sekali anak Mama. Udah bilang makasih ke Papa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...