Aku mulai memasuki restaurant tempatku bekerja dengan perasaan malas setengah mati. Rasa ingin bermalas malas ria di rumah masih menghantuiku hari ini.
Seperti biasa, aku membersihkan area kerjaku terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaanku. Secara tiba tiba, kejadian dengan Revan kemarin terputar secara rinci di otakku saat ini, yang sekarang secara otomatis membuatku tertegun melamun memikirkan jalan keluar dari permintaan Oma itu.

"Kenapa kamu, Rin? Ada masalah?" Mbak Manda mengibaskan tangannya di depan wajahku.
Aku terkejut dengan kibasan tangan mbak Manda, "Nggak ada apa apa kok mbak" jawabku gelagapan.
"Kalau ada masalah, cerita sama mbak, Rin."
"Iya" aku tersenyum kepada mbak Manda, agar meyakinkan ia bahwa aku sedang baik baik saja sekarang.
"Pulang jam berapa kemarin kamu? Laporannya lancar kan?" Mbak Manda menoleh padaku dengan wajah yang bersemangat ingin mendengarkan kabar baik tentang laporanku kemarin.
Sebaliknya denganku, yang enggan untuk menceritakan kejadian kemarin yang sudah menjadikan hidupku berantakan seperti ini. "Alhamdullilah lancar mbak" ucapku.
"Alhamdullilhah kalau gitu."
***
Hari ini Revan datang ke restaurant lagi, yang rasanya aku ingin pulang saja saat tau kabar itu dari mbak Tari.
Aku masih belum siap untuk ketemu dia lagi.
"Rin, mbak kemarin di lamar mas Adi, loh." Senyum mbak Manda mengembang saat ia mengatakan itu.
Hatiku tersentak ketika mendengar kalimat 'lamar' yang baru saja diucapkan mbak Manda. Kalimat itu mampu secara instans memutar kejadian kemarin begitu saja.
Ya, kejadian kemarin yang aku juga baru saja di lamar oleh lelaki yang baru kukenal belum genap 24 jam.
Aku tersenyum menoleh ke mbak Manda, "Mbak pasti nerima lamarannya kan?" tanyaku.
"Iyalah, Rin. Mbak udah lama banget nunggu momment ini, tau" mbak Manda mengelus pipiku, "Termasuk kamu juga pasti menunggu momment dilamar kan juga kan, Rin?" imbuhnya.
Aku mengangguk ditemani dengan segerumulan gelisah memenuhi hatiku. Apa aku harus sebahagia mbak Manda juga, untuk momment lamaran kemarin?.
Aku sebenarnya sangat ingin menceritakan masalah kemarin pada mbak Manda. Tapi aku belum siap untuk itu. Mbak Manda itu, kalau aku cerita masalahku pasti ia punya solusi terbaik, dan aku juga percaya kalau aku cerita persoalan 'ini' pasti mbak Manda juga punya solusinya. Tapi nyali ku belum siap untuk menceritakan masalahku ke siapapun saat ini.
"Tapi masalahnya, Rin. Kamu udah ada yang mau ngelamar belum?" ia terkekeh menertawai statusku.
Mbak Manda tertawa karena ia tahu jika aku saat ini sedang tidak punya hubungan special dengan laki laki manapun.
Dan aku jadi ingat, kalau aku pernah bilang ke mbak Manda. Jika aku suatu saat nanti ketemu sama laki laki yang tepat, maka mbak Manda bakal jadi orang pertama yang aku kenalin ke dia setelah ayah dan ibu.
Jadi merasa bersalah aku sama mbak Manda, huhu..
"Ih mbak, ngeledek yaa." Aku memasang wajah cemberut andalanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...