"Riri masuk ya yah? Ayah hati hati ke kantornya." Aku mengacungkan jempol, sambil memancarkan senyumku kepada ayah.
"Oke sayang." Jawab ayah dengan semangat.
"Dadah, ayah." Lambaian tangan ku ke ayah sebagai salam perpisahan ku untuk pagi ini. Sebelum ayah pergi dari pelataran restaurant tempatku bekerja.
"Dadah, anak cantik." Ayah juga ikut melambaikan tangan padaku. Detik selanjutnya ayah udah melaju dengan motor kesayangannya, menuju tempat ayah mencari nafkah selama 10 tahun terakhir ini.
Aku tersenyum melihat punggung ayah yang mulai menjauh dari tempat ku berdiri saat ini. Aku tau kalau ayah sangat menyayangiku, lebih dari ia menyayangi dirinya sendiri. Maka dari itu aku berjanji pada diriku sendiri, untuk sebisa mungkin tidak menyakiti hati ayah dan ibu setitikpun.
***
"Assalamualaikum, mbak Manda." Sapa ku pada mbak manda yang sedang membereskan lingkup tempat kerjanya.
Oiya, aku kenalin ya. Mbak Manda ini jabatannya sama kaya aku disini, yaitu sebagai kasir. Bedanya aku kasir 1, sedangkan mbak Manda kasir 2.
Mbak Manda itu baik banget deh orangnya, dia yang ngajarin aku jadi kasir di awal aku masuk kerja dulu. Dia juga tempat curhat terbaik bagiku, rahasia selalu aman jika aku bercurah kesah padanya.
Ini dia mbak Manda. Cantik ya? Aku tau jawaban kalian pasti IYA.
"Waalaikumsallam, Arin." Mbak Manda membalas salamku.
Aku membereskan alat tulis yang berantakan di mejaku. "Mbak udah lama datengnya?" Tanyaku pada mbak Manda yang di hadiahi tatapan serta senyum cantik darinya.
"Baru aja kok, Rin. Ehh Rin, kamu tau nggak kalau nanti anaknya bu Nisa bakalan kesini untuk nge-cek restaurant sekaligus rekapan keuangan selama restaurant di tinggal bu Nisa ngerawat ibunya di rumah sakit itu."
"Udah sih, mbak. Kemaren kan udah di kasih tau sama mbak Tari kalau besuk bakal kedatangan anaknya bu Nisa"
"Oiya ya. Kamu udah pernah ketemu anaknya bu Nisa belum sih, Rin?" tanya mbak Manda padaku.
"Belum mbak. Katanya dia baru selesai kuliah dari luar negeri ya? jadi jarang kesini."
Mbak Manda menoleh padaku untuk mengambil bolpoint di depanku. Kemudian senyumnya merekah begitu saja dibarengi dia menatapku.
"Iya, Rin. Keren ya? dia juga ganteng loh, Rin. Mbak yakin deh,kalau kamu ketemu sama dia pasti langsung suka."
"Mbak nih ya, aku suka sama laki laki bukan karena gantengnya, mbak. Tapi karena akhlaknya." Jawabku sambil tersenyum mengingat petuah ayah yang selalu di berikan padaku. Jika memilih laki laki jangan semata-mata hanya karena rupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Destiny [COMPLETED]
Teen Fiction"Bukan karena harta aku memilihmu, tetapi karena aku percaya jika takdirku akan bahagia bila bersamamu." -Arina. "Aku udah punya takdir bahagiaku, tetapi bukan kamu." -Revan. Dari percakapan itu aku semakin percaya, jika jodoh ku bukan hanya seputar...