"Hey, YOU AGAIN"

9.4K 413 27
                                    

Cast: Kim Wonpil,  My Day as Nadia

"Sampai kapanpun,  aku akan tetap merindukanmu." Kim Wonpil

Tinggi.  Bermata cokelat.  Tidak salah  lagi.  Dia adalah Kim Wonpil.  Mantanku.  Seseorang  yang pernah menjadi  bagian hidupku enam tahun lalu.  Seseorang  yang meski kuusir berkali-kali  tak akan pernah pergi dari relung hati. Spechless.  Ini bukan mimpi kan?

"Ya ampun  mantan gue.  Kok bisa dia ada di sini?"  ujar gue setengah  berbisik. May memandangku dengan tatapan tak percaya.

"Ngehalu lagi loe,  Nad," cibir May.  Aku menggeleng. 

"Gue serius.  Dia mantan gue," ujarku sambil diam-diam menunjuk Pak Wonpil.  Di balik para mahasiswa  yang tengah mendengarkan teori yang diajarkannya sama sekali tak ada satu pun  kata-katanya yang masuk ke kepalaku.  Aku ambyar.

"Serius lu,  Nad?"  Gumam May tak percaya. Aku mengangkat jariku membentuk tanda V.

"Itu May yang namanya Si Pili. Yang sering gue ceritain ke loe?"

"Demi apa,  mampus loe Nad.  Bukannya dia dosen pembimbing loe."

Aku melotot.  "Hah,  dosen pembimbing?"

"Loe gak tahu kalau Pak Sungjin cuti gara-gara istrinya  melahirkan. Jadi semua mahasiswa bimbingan Pak Sungjin  dipegang  sama dia semua."

"Anjir. Serius  lu?"

"Muka gue keliatan  boong ga?" Gumam May

Demi apa sih Ya Tuhan.  Ketemu mantan,  terus sekarang  dia jadi dosen  pembimbing pula.  Apa kabar skripsi  gue?  Jangan-jangan  gue harus ngulang kuliah lagi tahun depan. Ahh... Mimpi apa gue semalam. Aku meletakkan kepalaku di meja.  Pening sekali. Lebih baik aku tidur  saja.  Kepalaku seperti  amnesia tak bisa memikirkan sesuatu.

***

"Maaf,  kita putus," gumam Wonpil tegas.  Aku meremas tanganku.  Aku tidak menyangka cinta pertamaku akan berakhir  seperti  ini.

"Kenapa kak?  Apa kakak tidak suka  sama Nadia?"

"Bukan seperti  itu.  Tapi saya  tidak bisa berpacaran denganmu lagi."

"Apa karena aku masih SMA?  Dan umur kita berbeda jauh?"

Wonpil diam.  Aku tahu.  Itu pasti alasannya.  Mungkin  dia lelah karena menghadapi sikapku yang kekanak-kanakan.  Sikapku yang terkadang manja kepadanya.  Tapi,  aku melakukan itu karena aku tidak ingin kehilangan  dia. 

"Nadia,  kamu dan saya berbeda jauh.  Aku harap bila mengerti. Kamu akan menemukan laki-laki  yang jauh lebih baik daripada  saya."

Dia menggenggam tanganku.  Lalu meletakkan  beberapa uang puluhan untuk membayar minuman kami. Tak berapa  lama dia berpamitan.

Sejak  saat itu enam tahun  berlalu. Dua belas musim berganti. Panas,  hujan saling berbagi hari.  Namun aku tak bisa melepaskan Kim Wonpil.  Meskipun aku ingin. Meskipun aku mau. Tapi aku tidak bisa.

Waktu seolah berhenti  di kafe waktu  itu.  Hingga saat ini tidak ada yang tahu bahwa perasaanku masih sama.  Bahwa untuk  melupakanmu  aku butuh  waktu yang tak cukup kuhitung dalam hitungan jari.

Aku merasakan jemari lembut  menyentuh  pipiku.  Mungkinkah ini tanganku yang sedang menghapus air mata. Mataku terbuka perlahan ketika tatapanku bertemu dengan pemilik mata cokelat  itu.  Aku tertegun.  Kim Wonpil tengah menyentuh pipiku dengan tatapan lembut.

"Kenapa kamu menangis,  Nad?" gumamnya dengan tatapan datar. Aku terperanjat dan buru-buru bangkit dari dudukku.  Kelas  kosong.  Tak ada satu pun mahasiswa di ruangan ini.  Aku melirik jam di tanganku. Pukul lima sore.  Sudah  berapa lama aku tertidur?

"Maaf Pak,  saya  ketiduran." Gumamku sambil segera membereskan barang-barangku. Pikiranku bergerak  cepat.  Aku harus segera meninggalkan ruangan ini.  Namun tangan dan otakku tidak sinkron. Berkali-kali  aku menjatuhkan barang-barangku.  Entah itu bolpoin,  note dan  kertas tugas.

"Apa kau selalu menangis  saat tidur? " Tanya Wonpil. Tanganku terhenti.  Aku menunduk.  Ingin sekali kuhindari keadaan canggung  ini.

"Tidak,  Pak.  Saya pamit  dulu,"  ujarku ketika selesai memasukkan barangku ke tas. Belum genap lima langkah aku menjauh.  Tangan itu menggenggam lenganku.

"Maaf." Gumamnya.

"Untuk apa Bapak minta maaf?"

"Apa aku sudah  terlambat?"

Aku menghela napas.  Cukup, Pil.  Aku tak ingin dia mengungkit masa lalu.

"Tak bisakah  kita bersikap asing," gumamku dengan nada tak suka.

"Bisakah  dua orang yang pernah mencintai bersikap asing,  Nad?" tanyanya membuatku tertohok. 

Aku terdiam.  Tak menjawab apa-apa. Aku segera melangkah  ke luar ruangan.  Sebelum pintu  tertutup omongan wonpil terngiang di telinga.

"Bisakah  dua orang yang pernah mencintai bersikap asing,  Nad?"

Aku menghela napas.  Hal yang paling kutakutkan bukan ketika aku bertemu dengannya lagi.  Namun semakin  sering aku bertemu  dengannya.  Semakin sulit aku untuk melupakannya.

--- END - -

Anyeong.  Ini pertama kalinya bikin one shoot  tentang Day6.  Boleh dong komentar teman-teman.  Jangan lupa vote dan komen ya.  Semoga  bisa tiap haro mengisi ff halu ini.

Day6  HaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang