Bagian 4
Who are You, Brian?*bacanya lebih greget kalau sambil dengerin Beautiful feeling - Day6. Hehhehe
"Mia," suara lembut itu memanggil namaku. Tapi mataku masih terasa sangat berat. Ngantuk sekali.
"Mia sayang, bangun yuk," gumam suara bariton itu lagi. Aku membuka mataku perlahan dan mendapati tubuhku dalam pelukan Brian.
Lagi? Dua kali aku bangun dalam posisi seperti ini?"Akhhhh.... Eum... Eummm---" belum sempat aku berteriak Brian dengan cepat membungkam mulutku.
"Sudah kuduga. Gak usah teriak sayangku," gumam Brian lembut.
"Lepasin... Eum... " Gumamku dengan nada tak jelas. Brian menatapku sambil tertawa.
Setelah merasa aku aman dilepaskan, eh kayak apa aja, setelah merasa aman bahwa aku tidak akan teriak, Brian melepaskan bungkaman tangannya di mulutku.
"Kok aku bisa di sini?"
Aku menatap sekeliling ruangan dengan bingung. Jelas sekali ini bukan sofa dan bukan ruang tamu rumah mama. Kok bisa aku berada di kamar ini. Bukannya tadi aku tidur di sofa setelah ditinggal Brian molor duluan.
"Aku yang pindahin kamu, masa mama yang mindahin. Kamu itu berat loh," gumam Brian.
"Kamu mindahin aku? Kok bisa? Gimana caranya?"
"Pakai troli, ya enggaklah, aku gendong kamu. Ala bridal style gitu. Aku romantis gak?" Gumamnya sambil mengangkat kedua alisnya. Romantis apaan seenaknya aja dia yang bukan muhrim pegang - pegang aku.
"Lain kali kalau aku tidur di Sofa gak usah dipindahin. Seenaknya aja kamu pegang-pegang aku yang bukan muhrim," ujarku. Brian tertawa.
"Berarti aku gak boleh pegang-pegang kamu nih?"
"Ho'oh."
"Terus kalau kamu yang megang aku duluan gimana?"
"Aku megang kamu duluan? Hei aku ga seganjen itu ya," tegasku.
Brian manatapku dengan tatapan menggoda, "Lalu ini apaan nih, Mi kamu pegang-pegang dada sama meluk aku kayak gini?" ujar Brian dengan evil smirknya. Brian menunduk dan aku mengikutinya.
Astaghfirullah, Mia! Sejak kapan kamu suka pegang dada Brian, bahkan sampai meluk dia pas tidur? Astaghfirullah, kok enak ya? Woi! Mia sadar. Kamu itu bukan muhrim loh sama, Brian.
Refleks aku menarik tanganku dan mendorong tubuh Brian menjauh. Brian tertawa terbahak-bahak. Dia gemar sekali menggodaku.
"Salat yuk, abis itu kita pulang. Gak enak numpang tidur di rumah mama," Brian mengelus kepalaku lembut. Dan aku diam saja. Demi apa?
Aku lemah dengan pria yang suka mengelus rambut seorang perempuan dengan lembut.
"Memangnya jam berapa sekarang?"
Brian meraba hape di atas bantal dan mengaktifkannya."Jam satu. Yuk, habis ini mampir bentar ke warung, terus pulang," gumam Brian.
"Warung?"
"He'em. Kamu lupa juga?"
"Ho' oh."
"Astaga Mia, kayaknya kamu beneran harus check up deh. Aku antar ke rumah sakit ya. Aku takut ini efek kecelakaan minggu kemarin," gumam Brian dengan nada khawatir.
"Memangnya aku kecelakaannya kenapa?"
"Nanti aku ceritain, kita salat dulu yuk, gak baik nunda-nunda ibadah," gumam Brian mengacak rambutku pelan. Aku mengangguk. Brian bangun dan menuju kamar mandi terlebih dahulu. Setelah selesai aku menyusul dia untuk berwudhu.
***
Untuk pertama kalinya aku salat berjamaah dengan seorang pria. Hatiku rasanya berdebar. Apalagi aku salat bersama suamiku. Suami? Ah, aku tak tahu lagi. Ini terlalu rumit dijelaskan. Bagaimana aku bisa menikah? Bagaimana aku bisa bangun dan tahu-tahu menjadi Nyonya Brian. Menyebutnya saja sudah membuatku merinding.
Tapi entah kenapa aku mulai nyaman dengannya. Bagaimana seseorang bisa sesabar itu menghadapi kelakuanku. Terlebih Brian terlihat sangat sabar dan baik pada mama.
Aku bingung. Sepanjang sujud aku meminta petunjuk apa yang sebenarnya terjadi padaku? Apakah ini nyata? Ataukah ini mimpi?
Brian mengakhiri rakaat terakhir dengan salam. Dia berbalik dan menatapku sambil mengulurkan tangan.
"Apaan?" Tanyaku tak mengerti.
"Tangan," gumamnya meminta tanganku untuk berjabat tangan. Aku menolak.
"Kita belum muhrim tauk!"
"Lupa lagi kalau kita suami istri? Apa perlu aku tunjukin surat nikah kita?" Sungut Brian.
"Ada kan? Bisa tunjukin sama gue?"
"Ada di rumah, Mia. Nanti aku tunjukin sama kamu. Sekarang salim dulu gih," gumam Brian lembut.
Duh dia orang apa squishy sih? Kenapa soft banget. Mana sabar banget pula. Aku meraih tangannya dan menjabatnya beberapa detik. Brian menatapku heran.
"Apaan lagi?"
"Cium," gumam Brian.
"Hilih apaan cium-cium, mesum amat sih," tolakku.
"Cium tangan, Mia. Bukankah seorang istri wajar mencium tangan suaminya? Kamu biasanya selalu cium tangan aku setelah salat," ujar Brian.
"Aku?"
"Iya. Ayok sekarang cium."
Aku memandang Brian ragu. Tak ingin berdebat dengannya aku mendekatkan tangannya dan mencium punggung tangannya.
Deg!
Hatiku berdebar untuk pertama kalinya. Terlebih ketika aku melepaskan tangan Brian dan dia menarik wajahku dan mencium puncak kepalaku lembut.Aku melting! Aku ambyar! Adegan FTV macam apa ini? Brian, siapa kamu sebenarnya?
A/N.
Halo teman-teman lemondeul Terima kasih udah bersedia baca Day6 halu. Udah ngasi vote juga. Author senang sekali karena kalian selalu dukung author dan baca day6 halu. Gumawoyo 😃jangan lupa tinggalin komentar ya. Vote juga. Gumawongggg😂😂😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Halu
FanfictionWelcome to zona bebas halu, bucin, dan baper, lemondeul. Harap dijaga baik-baik hatinya biar ga baper. Jangan lupa vote dan komen ya. Request story and pict: Tinggalin komen dan dm aja. Follow Twitter @J_key1219 Mention kalau mau request...