"Kamu adalah rumah. Dengan segala kehangatan tempatku berpulang." Jae
Cast: Jae
My Day as DebbyHujan. Senja. Rintik. Dan Kamu. Kamu datang selalu berhubungan dengan senja, hujan dan rintik. Entah mengapa. Seperti saat senja itu, ketika aku pertama melihatmu di gereja. Kamu sedang tertidur di bangku gereja. Celana robek-robek, kaos oblong dan sepatu lusuh seperti tak pernah tersentuh air.
"Kenapa, Deb?" Mama membuyarkan lamunanku ketika tanpa sadar aku tengah menatapmu tanpa berkedip.
"Enggak papa, Ma," gumamku sambil menggandeng tangan mama menuju bangku paling depan di gereja.
Aku duduk dengan tenang. Merapatkan tanganku dan mulai berdoa. Hujan mulai turun di luar sana. Aku tidak dapat mendengar suara pujian dengan baik. Namun ada satu suara yang entah kenapa asing di telingaku.
Setiap minggu aku selalu datang ke gereja ini. Kadang bersama mama, kadang pula diantar Mang Sungjin jika mama tak bisa mengantarku. Senja itu ada yang berbeda. Karenamu. Suara asing itu pasti milikmu kan?
Hingga acara berdoa selesai, aku masih tak bisa berkonsentrasi. Aku segera berkemas. Mama masih berbincang dengan pastur. Kamu masih ada di sana. Tertidur dengan mata terpejam seolah gereja adalah rumah yang paling nyaman untuk tempatmu tinggal.
"Sudah selesai, ayo Deb," mama menarik tanganku. Aku tak bisa berlama-lama memandangmu. Namun aku tak pernah menyangka di hari berikutnya aku bisa berjumpa denganmu. Bahkan bicara denganmu.
Minggu sore. Mendung sedang bersiap di angkasa. Aku mengambil payung lipat berwarna pink dan memasukkannya ke tas. Mang Sungjin sudah siap di depan. Lelaki berambut cepak itu tengah menyambutku hangat.
"Mangga, Neng," gumamnya mempersilakan aku masuk.
"Makasih, Mang," gumamku sambil tersenyum. Hujan turun ketika aku baru saja masuk ke mobil. Mobil melaju menuju gereja. Tiga puluh menit kemudian aku sampai di depan gereja.
"Neng, ini gak papa mamang tinggal?" Ujar Mang Sungjin. Mang Sungjin harus menjemput Bang Ian di bandara. Mama ada arisan di rumah budhe. Jadi hari ini aku ke gereja sendiri.
"Gak papa, Mang. Aku bawa payung kok," aku mengangkag payung yang sudah kukeluarkan dari tas.
"Baiklah, Neng. Nanti mamang jemput," gumamnya.
Aku mengangguk, membuka pintu mobil dan segera membuka payung. Mobil pun mulai berjalan ke luar halaman gereja. Aku melangkah menuju gereja yang berjarak 100 meter dari hadapanku.
Hampir saja payungku terjatuh karena kaget. Seseorang menyentuh bahuku. Kamu. Kamu menatapku dengan mata berbinar.
"Gue ikut ya," gumammu.
Aku terdiam. Maju tidak, mundur tidak. "Gue boleh nebeng gak?" Gumamnya sambil menunjuk ke arah gereja."Maaf saya gak bisa memberi kamu tumpangan." Aku menyingkirkan tangannya dariku.
"Dan tolong jangan sembarangan memegang orang."
"Ops, sorry," gumamnya sambil mengangkat kedua tangannya. "Maaf kalau gue bikin loe takut. Gue jae," dia menatapku lalu meralat ucapannya, "Aku Jae, sepertinya kamu gak suka bicara pakai loe gue."
Aku mengangguk, "Oh"
Sebuah perkenalan singkat yang berakhir dengan kamu berlari menerobos gereja dengan membawa gitar di punggungmu dan jaket yang kau jadikan sebagai payung. Entah kenapa untuk pertama kalinya aku menyesal tak membiarkanmu melewati hujan di bawah payungku.
Jae. Aku hanya tahu namamu. Kamu tidak punya agama. Kamu hanya datang ke gereja untuk tidur. Kamu menyukai kentang. Kamu membenci hujan. Dan kamu menyukaiku. Dari mana aku tahu?
Senja itu, hujan datang lagi. Ketika pastur menghampiriku dan memberikanku sebuah buku catatan milikmu. Untuk kedua kalinya aku benar-benar menyesal tak membiarkan kamu sepayung denganku sore itu. Aku duduk di sudut gereja dan mulai membuka halaman catatan milikmu. Sebuah gambar sketsa wajahku dari balik kaca mobil.
Dan sebuah tulisan, "Kamu seperti gadis kecil dalam sangkar. Ingin sekali kupecahkan jendela mobil itu dan mengajarkanmu cara tersenyum."
Gambar berikutnya sebuah payung berwarna pink, "Mungkin kamu terlalu lama di dalam sangkar, hingga rasanya kamu asing menjabat tangan seseorang. Padahal aku sangat ingin mengenalmu."
Gambar berikutnya seperti lukisan langit mendung, "Hari ini kamu datang dengan seorang pria. Aku hampir saja ingin memukulnya jika pastur tidak memberitahu kalau dia kakakmu."
Dan sebuah halaman terakhir, kosong, hanya sebuah kalimat, "Karenamu, aku menyukai gereja Karena di dalamnya ada kamu. Di dalamnya ada sebuah kehangatan. Seperti rumah."
Aku menutup buku catatan Jae dengan mata berembun, "Lalu di mana dia?" Tanyaku pada pastur.
Pastur menggeleng. Sejak hari itu aku tak pernah bertemu lagi denganmu. Setiap senja datang. Aku selalu teringat padamu. Kamu yang mengatakan bahwa aku rumah, bukankah sudah sepantasnya kamu kembali padaku?
End
Auhor Note: Nulis ini benar-benar aku bisa merasakan hujan. Aku membayangkan seperti apa gereja. Karena maaf aku belum pernah ke sana. Aku harap Debby menyukainya.
Lagu yang cocok ketika kamu membaca ini silakan dengarkan All Alone-Day6.
Jangan lupa vote dan komen ya gaes
😊😊🍋
KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Halu
FanfictionWelcome to zona bebas halu, bucin, dan baper, lemondeul. Harap dijaga baik-baik hatinya biar ga baper. Jangan lupa vote dan komen ya. Request story and pict: Tinggalin komen dan dm aja. Follow Twitter @J_key1219 Mention kalau mau request...