(Complete) When The Flowing Wind

464 23 9
                                    

When The Flowing  Wind

Based on Author True Story.
Cast: Brian as Dika
My Day  as Acha

"Bahkan  sampai nanti,  kamu hanya angin  yang tak bisa  kugenggam dan tak  mampu  kuminta untuk tinggal"

"Cha,  loe disuruh  ke ruang presentasi sama Pak Handoko," gumam Aga.  Kulirik jam di tangan. Haduh kenapa pas jam makan siang sih dipanggil  dosen mana aku belum  makan siang.

"Lah ngapain gue dipanggil? Bukannya gue ga ada jadwal bimbingan?"

Aga mengangkat bahu,  "Ya mana gue tahu sih,  Cha.  Samperin aja sono daripada skripsi loe ditolak,"  gumam Aga.

"Duh ada-ada aja." aku segera merapikan bukuku dan memasukkan ke totebag,  lalu segera berlari menuju ruang presentasi. Kenapa feelingku gak enak banget  ya? Ah,  mungkin  cuma karena  aku lapar. 

Begitu aku sampai di depan ruang presentasi,  kuketuk pintu  tiga kali
Lalu terdengar  jawaban  dari dalam.

"Asem," batinku yang untung tidak keceplosan.  Apa-apaan ini kenapa ada banyak  orang yang tidak kukenal di sini?  Mataku mencari Pak Handoko,  namun  aku tidak menemukannya.  Dan ketika  aku sedang  menatap satu per  satu orang  di dalam ruangan. Pandanganku berhenti  pada  sepasang bola mata yang bertatapan denganku.

"Dika..." gumamku  lirih.  Entah  kenapa bibirku begitu mudah menyebut  nama yang paling kubenci untuk kuingat, namun dia sering kali aku rindukan. 

Lelaki itu memiliki  mata cokelat,  lesung pipi saat tersenyum,  dan rahang yang  tegas.  Ditambah  hidungnya yang mancung seperti  perosotan. Bisa kau bayangkan  dia setampan apa?

Dia mengenakan  blazer hitam sangat pas dengan tubuhnya yang tegap. Pandangannya tak lepas dariku. Tuhan,  kenapa begitu mudah kau mempertemukan  aku dan dia lagi  di saat aku benar-benar  tidak ingin menemuinya.

"Mau sampai kapan bengong di situ?" Ujar Dika dengan wajah santai  namun justru  membuatku deg-degan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau sampai kapan bengong di situ?" Ujar Dika dengan wajah santai  namun justru  membuatku deg-degan. Apaan sih deg-degan?  Lupakan,  kalian harus ingat bahwa aku  membencinya.

"Eung,  maaf," bibirku kelu.  Mendadak segala sumpah serapahku selama dua tahun yang ingin kutumpahkan saat aku bersama dia hilang seperti  angin.

"Tempatmu bukan di situ,  tapi di sini di samping  saya," ujarnya.  Langsung  saja seisi ruangan bersorak.

"Ciaaaaa Pak Dika,  Ciaaaa," sorak beberapa  mahasiswa.  Sampai di detik  ini  aku masih tidak  tahu apa yang terjadi.  Di mana Pak Handoko? Bukankah aku ke sini untuk menemuinya.

"Masih mau bengong di situ?" lagi-lagi Dika bicara.  Nyebelin banget  sih ini orang! Ingin  rasanya  kumaki,  namun  aku tak bisa.

"Maaf Pak,  Saya ke sini mau menemui Pak Handoko,  saya tidak ada perlu sama Bapak,  sepertinya  saya salah masuk kelas. Permisi," gumamku bergegas  meninggalkan  ruangan.

Day6  HaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang