Jealous
"Jadi selama ini kamu nangis itu mimpiin Jae, Mi?" gumam Brian dengan nada tak biasa. Aku menelan ludahku. Brian mentapku dengan tatapan serius.
Aku bangun dari posisiku. Dengan mata bengkak, rambut awut-awutan tapi semua itu tidak penting karena Brian terlihat marah padaku.
"Aku bisa jelasin," gumamku padanya. Aku memegang tangannya. Namun tak seperti biasa dia menepis tanganku. Dia memalingkan wajahnya. Tangannya sibuk melepas dasi dengan tatapan kusut.
"Bri, dengerin aku dulu."
Brian melepaskan dasinya dan menaruhnya di kasur. Dia membuka kancing pertama kemejanya. Lalu menggulung lengannya.
"Gak ada yang perlu dijelasin sih. Sekarang aku paham kenapa kamu menghindar dari aku terus," gumam Brian.
"Aku menghindar dari kamu?" Tanyaku dengan tatapan tak mengerti.
"Iya. Kamu tidak lupa kan kalau kamu istriku. Tapi kamu selalu menghindar bila aku menyentuhmu atau meminta hakku sebagai suami," gumam Brian.
Aku menelan ludahku, "Kamu salah paham, Bri. Aku tidak bermaksud seperti itu."
"Lalu maksud kamu apa ngehindar dari aku?"
"Aku... Aku---" Tuhan dari mana aku harus memulai cerita ini.
"Kamu masih mencintai Jae kan? Kamu selama ini nikah sama aku cuma terpaksa kan?" Brian memandangku dengan tatapan getir.
Aku menggigit bibirku, "Ini tak seperti yang kamu kira. Aku dan Jae tidak ada hubungan apa-apa. Kamu juga kenal baik dengannya kan," jelasku padanya
"Lalu apa? Selama ini setiap kali aku menciummu kamu bahkan tidak membalas ciumanku. Kamu bukan mia yang biasanya lagi."
"Bukankah kau tahu keadaanku, Bri. Aku hilang ingatan jadi mana bisa aku bersikap seperti biasanya."
"Apa kamu ragu aku bukan suamimu. Apa kamu masih butuh bukti, Mi."
Brian berkata dengan kata-kata penuh penekanan. Untuk pertama kalinya aku melihatnya seperti ini. Sisi lain Brian yang baru kulihat pertama kali.
Brian berjalan menuju lemari. Membukanya dan mengeluarkan dua buah buku kecil yang dia letakan di rak paling atas.
Dia melemparkan dua buku nikah ke atas kasur. "Buka, kalau kamu gak percaya aku adalah suami kamu yang sah," gumamnya dengan tatapan marah. Aku meraih dua buku nikah tersebut lalu membukanya. Tertulis namaku, dan nama Brian di masing-masing buku tersebut.
"Masih kurang?" Gumamnya dengan mata sedih.
"Iya aku percaya, Bri. Aku minta maaf jika selama ini ngeraguin kamu. Tapi aku benar-benar tidak ada hubungan apa-apa dengan Jae."
Brian diam. Dia duduk di pinggir ranjang sambil memegang rambutnya. Meremas rambutnya pelan dan mengacak-acaknya kasar.
Aku tak berani membuka suara. Aku tahu dia sedang berusaha untuk meredam emosinya. Jadi aku memilih menunggunya hingga dia mulai bicara lagi.
Setelah tenang Brian menggeser posisinya dan duduk lebih dekat denganku. Dia mengelus rambutku pelan. Aku menatapnya dengan tatapan heran. Semenit yang lalu dia terlihat sangat marah. Lalu kemudian dia menatapku dengan tatapan selembut ini. Dia benar-benar tak terduga.
"Maaf, Mi," gumamnya lirih.
"Untuk?"
"Marah-marah sama kamu. Ini pertama kalinya aku bertengkar denganmu sejak kita menikah." Gumamnya meraih tangan kananku. Digenggamnya tangan kananku lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Halu
FanfictionWelcome to zona bebas halu, bucin, dan baper, lemondeul. Harap dijaga baik-baik hatinya biar ga baper. Jangan lupa vote dan komen ya. Request story and pict: Tinggalin komen dan dm aja. Follow Twitter @J_key1219 Mention kalau mau request...