Bab 3Mengingat Kehilangan
“Kamu yang datang tiba-tiba bukankah seharusnya aku tak kehilangan jika kamu pergi”
“Nes, kamu baik-baik saja?” Martha bertanya padaku. Aku melongo. Sama sekali tak mengerti ucapannya.
“Soal kemarin,” gumam Martha ragu.
“Ah itu, lupakan. Aku baik-baik saja kok,” gumamku sambil tersenyum tipis.
“Hai Agnes,” gumam Sungjin menyapaku. Sungjin adalah kakak tingkatku di kampus dan juga kakak kelasku di SMA. Dia juga editor salah satu majalah di kampus ini. Lelaki yang gemar memakai kemeja kotak-kotak itu menyapaku ramah.
“Hai Kak,” gumamku sambil tersenyum.
“Ecie, mesra amat pagi-pagi. Aku gak diucapin hai juga nih, Kak?” Tukas Martha sambil memasang mimik wajah yang sok diimut-imutkan.
“Hahahah. Iya kamu juga. Hai Martha,” Sungjin melambaikan tangannya ke Martha.
“ Tuh kan disapa juga, iri banget sih,” aku menyenggol sikut Martha. Mertha memberengut, Sungjin terbahak.
Sungjin adalah kakak tingkatku di SMA dan kami bertemu kembali di kampus ini. Dia baik banget. Kami bertemu saat ospek SMA. Dia seniorku tapi baik banget. Aku pernah hampir semaput karena kelaparan. Beruntung Sungjin memberiku cilok yang dibelinya dari kantin kampus. Eh kenapa aku manggilnya Sungjin gak pakai Kak, heheh.
“Mau ke kelas?” Sungjin kikuk, dia menggaruk lehernya canggung.
“Ya masa kita mau ke ladang kak udah rapi bawa buku kek gini,” sahut Martha menunjukkan buku yang dibawanya pada Sungjin.
“Haha ya udah aku ke kelas dulu ya,” ujar Sungjin berpamitan. Aku mengangguk. Dia melambaikan tangannya lalu menuju kelas Manajemen Bisnis di lantai tiga.
“Nes, lo sadar gak sih Kak Sungjin naksir kamu?” Gumam Martha.
“Hah? Aku?”
“Iya. Loe lemot apa pura-pura gak tahu. Jelas banget Kak Sungjin suka sama kamu,” gumam Martha.
“Gak mungkin bangetlah Kak Sungjin suka sama aku. Mustahil banget aku kentang kayak gini masa disukai sama kak sungjin yang ganteng,” gumamku.
Sejak SMA Kak Sungjin selalu jadi idola di sekolah. Banyak cewek yang naksir sama dia. Cuma aku gak pernah dengar kalau Kak Sungjin punya pacar. Dia itu baik banget, rajin menabung, eh bukan, pokoknya baik, ganteng juga, pernah jadi anggota Osis, sekarang ini aja dia jadi anggota BEM juga.
“Kamu gak lihat apa kalau Kak Sungjin natap kamu itu gimana?”
“Lihat.”
“Lah terus masa kamu gak tahu kalau kak Sungjin suka sama kamu?”
“Aku gak liat apa-apa. Kan di mata Kak Sungjin juga gak ada tulisannya I Love You gitu,”gumamku.
“Loe tuh emang lemot apa gimana sih, ya masa di mata orang ada tulisannya. Ngeliatntya pakai hati dong. Makanya hati tuh jangan dianggurin. Jangan dipakai buat nyimpen orang yang sampai sekarang gak tahu namamu kayak Jae.”
Deg!
Aku menatap Martha tajam. Ngapain bawa-bawa Jae segala sih? Kesel tahu gak.
“Nes, Maaf, aku gak bermaksud,” gumam Martha seakan sadar kalau ucapannya salah.
“Gak papa,” gumamku dengan wajah ditekuk.
“Loe marah ya?”
“Buat apa gue marah? Omongan loe gak ada yang salah,” gumamku sambil berjalan mendahului Martha.
***
“Makanya hati tuh jangan dianggurin. Jangan dipakai buat nyimpen orang yang sampai sekarang gak tahu namamu kayak Jae.”
Omongan Martha benar. Sudah seharusnya aku tak memikirkan Jae. Tak memikirkan cowok berkacamata yang sampai sekarang dia tak pernah tahu namaku. Yang sampai sekarang dia tak peduli kalau aku menyukainya apa tidak. Siapa aku? Aku hanyalah seseorang yang tak terlihat meski aku menyukainya.
Tapi tahukah kamu bahwa ada orang-orang yang ingin kau lupakan tapi justru akan semakin lekat di ingatan.
Sejak hari itu hari di mana risolku jatuh, hari di mana cowok dingin yang menenteng gitar di punggungnya menatapku dengan tatapan tak suka. Aku membencinya.
Setiap kali mama memintaku ke gereja aku selalu beralasan untuk menghindar. Sehari, dua hari, seminggu hingga akhirnya mama menyeretku ke gereja senja itu.
Hujan juga tengah turun di luar sana. Seperti senja itu.“Nanti kalau udah selesai temui mama di sini ya,” gumam Mama.
Aku mengangguk enggan. Sesungguhnya aku malas ke gereja bukan karena aku malas bertemu Tuhan, tapi karena aku malas bertemu dengannya.
Aku naik lift ke lantai lima, lantai di mana para teens berkumpul untuk berdoa. Ruangan sudah penuh dengan anak-anak seusiaku. Aku memilih duduk di barisan tengah. Begitu duduk mataku langsung terbelalak. Dia ada di sana. Dia.
Cowok menyebalkan yang kutemui seminggu lalu. Dia tengah duduk di kursi paling depan, bersiap untuk mengiringi musik selama pelayanan. Aku menunduk. Aku takut dia melihatku. Namun entah kenapa mataku tertarik pada makhluk Tuhan yang tengah menyetel gitar di depan sana.
Hatiku berdegup. Sungguh perasaan yang tak biasa. Mama? Apakah ini cinta monyet? Semua kekesalahku terhadapnya mendadak lenyap. Berganti dengan sebuah perasaaan yang tak terduga.
Hari berganti, gereja seolah hujan bunga setiap aku datang. Karena dia yang tak kutahu namanya. Setiap kali dia menyentuh gitar dan memainkannya dunia seolah berhenti. Hanya ada dia di depan sana. Hanya ada dia.
Maafkan aku, Tuhan. Karena terkadang alasanku datang ke gereja bukan untuk menemuiMu tapi untuk melihatnya.
Waktu pun berlalu, selama tiga tahun tak ada yang berubah. Tak ada kemajuan di hidupku. Dia tetap tak tahu namaku. Tapi aku tahu namanya. Jae. Namanya Jae Cristian, susah payah aku mencari namanya di postingan IG hingga aku nememukan salah satu fotonya di salah satu akun IG temanku.
Jae menghilang, setahun setelah aku tahu namanya. Aku tak pernah bertemu lagi dengannya. Tak ada yang tahu dia ke mana. Setiap kali hujan datang aku selalu mengingatnya.
Ini aneh, bukankah seharusnya aku tak berhak kehilangan dia? Bukankah sebenarnya aku yang bukan siapa-siapa ini tak berhak untuk menangisinya? Namun kehilangan Jae benar-benar membuatku sakit meski aku bukan siapa-siapa.
***A/N Hai haloo. Hehhehhe lama ga update ya. Semoga suka dengan cerita yang kali ini kubawa ya. Boleh vote dan komen juga
😊😊😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Halu
FanfictionWelcome to zona bebas halu, bucin, dan baper, lemondeul. Harap dijaga baik-baik hatinya biar ga baper. Jangan lupa vote dan komen ya. Request story and pict: Tinggalin komen dan dm aja. Follow Twitter @J_key1219 Mention kalau mau request...