Splash : Goodbye Winter 1

322 36 12
                                    

"Kamu  ngapain di sini?"  gumammu ketika melihatnya di hadapanmu dengan kemeja rapi dan celemek kain di pinggangnya.  Sebuah catatan dan bolpoin berada  di tangannya.

"Kerja,"jawabnya dingin.

Kata - katamu tercekat.  Bagaimanapun juga kamu dan dia belum  lama putus karena mama papamu tidak merestui dia denganmu.  Belum genap setahun sejak kalian berpisah. Namun dia terlihat  sangat berbeda.

Lebih  tampan tentunya. Yang namanya mantan saat putus memang terlihat  lebih tampan.

"Udah pesan tempat?" Tanyanya membuyarkan lamunanmu.

"Meja nomer 12," gumammu.

"Mari saya antar," gumamnya  mengubah nada bicaranya menjadi formal. Dia mengantarmu ke meja nomer 12.

Dia meletakkan buku menu dan mengeluarkan  catatan  kecil di tangannya.

"Mau pesan sekarang apa nanti?" gumamnya.

"Aku nunggu  mama papa.  Bisa pesan menu dulu?" Tanyamu

Sebenarnya  banyak yang ingin kamu tanyakan.  Tentang  bagaimana kabarnya setelah kamu putus dengannya.  Apa dia baik-baik  saja.  Apa dia sekarang  punya pacar.  Banyak sekali.  Namun sepertinya  Brian menarik garis.  Dia sangat dingin hari ini.

"Kamu apa kabar?" Gumammu pada akhirnya.  Akhirnya  kalimat  itu meluncur dari bibirmu.

"Tak bisakah kita menarik batas. Gak lupa kita mantan kan?  Sekali kita melewati garis kita tidak  akan dapat  menahan perasaan masing-masing," gumamnya  dingin. Lagi - lagi kamu harus menyimpan tanyamu.

"Maaf," ujarmu lirih.

"Aku sedang kerja. Jika kamu ingin bicara kamu bisa  menungguku hingga selesai," ujarnya.

Setitik harapan.  Setidaknya  kamu bisa berbincang dengannya. Banyak hal yang masih ingin kamu bicarakan dengannya.  Kamu harus jujur bahwa kamu belum move on dengannya.

"Apa boleh?" Tanyamu padanya.

"Hanya  jika kamu mau menungguku," gumamnya.

"Sayang kamu udah sampai," Kamu  menoleh karena suara mamamu.  Mama dan  papamu terkejut melihat Brian.  Apalagi  dia dengan seragam pelayan kafe.  Tentu kesempatan  yang baik buat mereka untuk menghina lelaki ini sama seperti  dulu saat dia menghina Brian dan menolak hubungan kalian.

"Selamat malam Om dan tante,  apa kabar?  Masih mencari menantu lulusan kedokteran?" Sindir Brian tanpa tedeng aling-aling.

Papa mamamu tersenyum  tipis,  bersiap mengeluarkan  kata-kata menyakitkannya.

"Tentu saja baik. Terlebih karena kamu sudah  putus dengan Della Beruntung  Della gak jadian  lagi sama kamu.  Duh gimana ya jadinya kalau kamu  masih  pacaran.  Malu punya pacar pelayan dong,  La," gumam mamamu

Brian hanya tersenyum  tipis,  "Alhamdulillah  tante.  Setidaknya saya mencari uang halal. Dikit-dikit  bisa bantu emak saya,"  gumam Brian

"Gitu aja bangga.  Jadi anak band ga jelas dan pelayan kafe aja bangga," papamu menimpali.

"Ma...  Pa...  Kita pindah restoran aja," cegahmu.  Sudah cukup kamu mendengar bagaimana penghinaan mereka terhadap Brian.

"Alhamdulillah  Om.  Setidaknya  meski anak band ga jelas saya ga pernah menghina orang," tajem banget. Entah kenapa omongan brian terdengar  tajam kali ini.  Kamu pun semakin tak enak pada Brian.

"Bri,  maaf," lirihmu.  Brian hanya tersenyum  kecil.

"Loh,  Bos ngapain? Kok bos masih di sini bukankah mesti ke airport buat meeting  sama klien di paris," seorang berkaos polo dengan celana jeans robek-robek  menghampiri Brian.

"Bos?" tanpa sengaja papa dan mamamu yang kaget mendengar Brian dipanggil  bos membuat pelayan bernama Jae  itu menoleh.

"Iya.  Duh bos gini nih kalau keseringan minjem celemek aing.  Dikira pelayan kan.  Astaghfirullah.  Lulusan S2 bisnis manajemen sekaligus  pemilik 25 cabang resto jadi ternodai gegara celemek aing." Gumam Jae melepas celemek dari pinggang Brian.

"Paan sih Jae," gumam  Brian seolah tidak ingin jae melebih-lebihkan dirinya.

"Resto ini punya kamu?" Tanyamu pada Brian.

"Beuhhhhhh ga cuma resto mbake.  Akang ini juga yang  punya 75 persen  saham hotel ini.  Belum resto dia bercabang cabang om,  tante.  Beuh.  Baru buka cabang pula di paris." Cerocos Jae.

Mama dan papa kamu terlihat  tidak senang.  Antara menyesal dan ingin menarik kembali  segala penghinaannya.

"Duh maaf ya nak Brian.  Saya kira kamu pelayab. Haduh masa ganteng  gini tante kira pelayan."
Ujar mamamu berusaha mengobati sakit  hati brian.

"Lah emang pelayan kok,  Tante," Brian sambil tersenyum.

"Duh.  Saya juga  minta  maaf.  Nak Brian mau jadi karyawan di Perusahaan Bapak ga?  Atau mau jadi  mantu kita? Aduh Della masih jomblo loh, " ujar papamu tanpa malu-malu.

"Papah apaan sih!"  ujarmu malu.

"Mohon maaf Om,  Tante,  tapi saya sudah menikah." Gumam Brian menunjukkan cincin di jari manisnya.

"Kalau mau pesen biar mas Jae yang urusin.  Jae nitip ya.  Layanin dengan baik.  Gue cabut ke bandara  dulu. Thanks," gumam Brian buru-buru.

"Ashiap boskuh," ujar Jae menaruh pose hormat sambil ketawa.  Brian pun berlalu setelah pamit padamu dan orang tuamu.

"Om,  Tante,  mau pesen  apa?" Jae bersiap mencatat pesanan.

"Gak jadi. Kita pindah restoran aja,  La. Jangan manggil kita om tante emangnya kita om dan tantemu," gumam orang tuamu sinis.

Jae pun nyengir,  "Dasar wong gemblung kayak gitu  kok pengen punya mantu kek akang brian. Huh." Jae ngedumel.

A/N hi hello  author  is back.  Terima kasih udah baca.  Jangan lupa vote dan komen ya.  Terima kasih.

Day6  HaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang