"Aku tak pernah menyangka bersamamu ternyata adalah pilihan Tuhan yang terbaik."
Cast: Jae sebagai Ardan
My day sebagai Mita
Young K sebagai mas Brian." Dek, bangun! Salat subuh yuk."
Mataku masih terpejam ketika suara bariton itu memanggilku."Dek, ayok bangun, salat subuh terus siap-siap buat salat ied," gumam lelaki itu lembut.
Aku menggeliat kecil. Mataku masih terpejam. Entah kenapa aku masih ngantuk.
"Lima menit lagi, Mas," gumamku sambil menarik selimutku kembali.
"Kamu mau bangun atau pilih aku cium nih?" Godanya padaku.
"Beneran gak mau bangun nih? Aku cium nih, satu dua---"
Seperti ditarik sesuatu aku buru-buru terbangun. Pukul setengah lima. Aku melirik jam di nakas.
"Giliran mau dicium aja malah bangun," godanya sambil tersenyum.
"Apaan sih Mas," aku mencubit lengan Ardan. Lelaki itu menarikku dalam pelukannya. Seperti biasa. Ini adalah ritual pagi yang rutin dia lakukan selama tiga tahun kami menikah.
"Good morning, sunshine. I love you," bisiknya di telingaku. Aku membalas pelukannya dengan hangat.
"Morning. Love you," gumamku dengan suara serak. Jae merekatkan pelukannya.
"Udahan mas pelukannya. Katanya tadi buru-buru mau salat subuh," Aku melepas pelukannya. Namun dia kembali menarikku lagi.
"Bentar, Mas masih kangen," gumamnya sambil meletakkan kepalanya di pundakku.
"Hidih tiap hari padahal juga ketemu," cibirku.
"Bahkan tiap detik aku liat kamu pun juga masih kangen," ujarnya melepaskan pelukannya. Aku tersenyum.
"Gombil, " ujarku sambil tertawa.
Cup! Dia mengecup bibirku sekilas, lalu beranjak dari duduknya, "Yuk, salat subuh," gumamnya.
Aku tersenyum. Melipat selimut lalu merapikannya. Setelah selesai aku mengikuti langkah Mas Ardan untuk mengambil wudhu.
***
"Mita gak mau dijodohin, Ma," aku menolak dengan tegas.
Memangnya ini zama Siti Nurbaya aku pakai dijodohin segala. Please deh, ini bukan cerita romance atau novel, apalagi wattpad yang zaman jodoh-jodohan gitu.
"Taaruf, Mit. Bukan dijodohin. Mama gak ngejodohin kamu. Mama cuma pengen kamu Taarufan sama Ardan. Itu aja, Mit."
"Ma, mama tahu kan aku udah punya Brian. Masa mama masih mau jodohin aku?"
"Kalau gitu suruh Brian lamar kamu. Kamu udah lima tahun pacaran tapi gak ada kejelasan. Mit, mama juga mau kamu menikah, gendong cucu seperti teman-teman mama lainnya," ujar Mama.
"Ma, aku juga pasti akan nikah. Tolong dong mama bersabar. Nikah kan gak bisa satset gitu aja. Dikira beli barang di toko online," protesku.
"Mit, Brian itu gak jelas. Dia juga gak ngasih kejelasan ke kamu. Kamu ngapain masih pertahanin dia," ujar mama memojokkanku.
"Ma, lima tahun aku pacaran sama Mas Bri, aku bahagia, Ma," tegasku.
"Bahagia? Kalau gitu suruh Brian nikahin kamu," gumam Mama.
"Oke, kalau itu mau mama aku akan minta mas Brian nikahi aku," ujarku.
"Kalau sampai akhir bulan ini Brian gak bisa lamar kamu, maka kamu harus mau nikah sama Ardan," tegas mama.
"Oke, aku pastiin Mas Brian ngelamar aku," ujarku yakin.
Namun ternyata yakin saja tidak cukup jika kita bicara tentang sebuah hubungan.
***
"Gak bisa, Mit, aku gak bisa nikahin kamu," gumam Brian.
"Kenapa? Mas Brian gak sayang ma aku?"
Brian menggenggam tanganku, "Sayang, Mit. Aku sayang sama kamu, tapi aku belum bisa nikahin kamu," ujar Brian putus asa.
"Mas, kalau kamu gak segera melamarku, mama mau jodohin aku ma orang lain. Mas ikhlas?"
"Jika itu yang terbaik untuk kamu aku ikhlas, Mit," ujar Brian putus asa.
"Mas beneran gak mau merjuangin aku? "
" Bukannya aku gak mau merjuangin kamu. Namun kamu tahu kan kita ini beda," ujar Brian.
"Beda apanya, Mas? Lima tahun kita pacaran kita baik-baik saja. Lalu kenapa sekarang kamu seperti ini? "
"Najmita, pacaran sama menikah itu berbeda, Mit. Bukannya aku gak serius sama kamu, tapi aku rasa mungkin ini keputusan terbaik. Aku minta maaf, Mit, semoga kamu bahagia," gumam Brian.
Keyakinanku memudar. Pada akhirnya aku harus menerima kenyataan menikah dengan Ardan. Lelaki yang awalnya kaku namun hangat. Dia yang mulai meruntuhkan dinding pertahanan yang kubangun. Dengan lembut dan sabar dia menuntunku untuk mencintainya. Pada akhirnya aku sadar Ardan mungkin imam yang terbaik yang dikirimkan Tuhan untukku.
***
"Dek, Kok bengong? Ayok, keburu telat salat ied nih," lamunanku buyar. Ardan tengah menungguku di teras. Penampilannya rapi dengan setelan koko dan sarung. Subhanallah, ganteng sekali suamiku.
Aku menutup pintu dan menguncinya. Lalu berjalan menghampirinya. Ardan sudah bersiap di atas motor.
"Yok," gumamnya
Aku pun mengangguk dan naik ke boncengannya."Pegangan, Dek. Nanti kalau jatuh aku susah nyarinya. Nyari yang kayak kamu ini susah nih. Di pasar ndak ada," gumamnya sambil tertawa.
"Dikiranya aku ikan teri apa," gumamku mencubit pinggangnya. Dengan lembut dia menarik tanganku. Aku melingkarkan tanganku dan memeluknya. Motor pun melaju menyusuri jalanan komplek menuju lapangan.
"Mas, kok berasa ada yang beda ya?" Gumamku seperti merasakan kejanggalan. Entahlah, aku merasa ada yang kurang pagi ini.
"Beda apanya sih, Dek?" Gumam Ardan
"Kok berasa ada yang ketinggalan," ujarku sambil mengingat-ingat kembali apa yang tertinggal.
"Kamu udah kunci pintu kan?"
"Udah."
"Matiin kompor?"
"Udah juga."
"Dompet?"
"Udah."
"Hape?"
"Udah."
"Brian?"
"Hah? BRIAN! ASTAGHFIRULLAH MAS! BRIAN KETINGGALAN. ANAK KITA KETINGGALAN," Jeritku setengah panik.
***END***
A/N
DAY6 halu spesial idul adha. Authoe mengucapkan minal aidzin wal faidzin ya teman-teman. Maafin author kalau ada salah.
Oh ya. Cerita ini kayaknya bakalan ada sambungannya. Dari sisi Mas Brian
. Kira-kira kenapa mas brian ragu nikahin mita? Tebak yok.Jangan lupa vote dan komen ya
😊😊🙏Salam hangat
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Halu
FanfictionWelcome to zona bebas halu, bucin, dan baper, lemondeul. Harap dijaga baik-baik hatinya biar ga baper. Jangan lupa vote dan komen ya. Request story and pict: Tinggalin komen dan dm aja. Follow Twitter @J_key1219 Mention kalau mau request...