*Jae pernah muncul jadi cameo di We just maka ini kisah Jae and Lavi selanjutnya.
"Di mana, Pil" aku bisa mendengar suara seseorang. Bukan suara yang asing aku hapal dengan suara itu. Lavi.
"Tuh, bocahnya demam tinggi. Aku pulang dari Klaten dia udah kek gitu." gumam Wonpil.
Aku mengerjapkan mataku dan mendapati Lavi tengah berada di sampingku. Dia beneran lavi? Aku mengucek mataku.
"Udah bangun loe Jae?" Tegur Wonpil
"Gue masih di kos loe kan, Pil atau gue lagi ngigau karena demam?" aku menyentuh jidatku sendiri. Panas.
"Ini beneran aku." Gumam Lavi lembut dengan wajah khawatir. Aku langsung berubah ekspresi. Ini bukan mimpi.
"Ngapain di sini?" Tanyaku kaget.
"Nengokin kamu. Katanya kamu sakit."
"Ya maksudku ngapain di semarang?"
"Emang aku gak boleh di semarang?"
"Bukan gitu tapi, aduh---" Kepalaku terasa pening. Sakit sekali.
"Kalau lagi sakit tiduran aja kenapa sih." Omel Lavi. Aku memandangnya dengan tatapan heran bin kangen. Mendadak aja di muncul di koa kumuh wonpil. Demi apa? Setelah aku bilang padanya soal putus dan dia masih mau datang ke sini.
Lavi membantuku kembali berbaring. Tangannya sibuk memeras kain dan menempelkannya di jidatku
"Aku gak papa," tolakku ketika Lavi ingin menempelkan kompresan di jidatku.
"Gapapa apanya muka udah pucet gak usah bawel deh."
Yang bawel itu dia kan. Bukan aku. Tapi itu yang bikin aku kangen.
"Udah dibawa ke dokter, Pil?"
"Udah tadi, Vi katanya keracunan bon cabe. Dia makan mie pakai boncabe lima bungkus tahunya udah kadaluarsa."
"Gak liat tanggal dulu?" Gumam Lavi.
"Enggak. Keburu laper." Jawabku dengan nada lemah.
"Emang ya. Hem. Ya udah sekarang kamu tidur."
"Kamu gak akan ke mana-mana kan?"tanyaku. Memang seperti ini. Aku kalau sakit agak susah ditinggal.
"Enggak. Aku di sini nemenin kamu."
Gumam Lavi.Merasa tenang aku pun tidur. Entah karena efek obat atau karena aku nyaman ada Lavi di sini aku tertidur hingga pagi. Saat aku bangun Lavi ternyata sudah tidak ada.
***
"Lavi kutitipin di kos Mbak Erni." Jelas Wonpil sebelum aku bertanya.
"Aku ga nanya," gumamku melipat selimut dan menaruh kompress di baskom.
"Keliatan kali, Jae. Muka kangen loe ke dia juga keliatan," tutur Wonpil.
"Sok tahu loe."
"Jae, mending loe selesain masalah loe sama Lavi. Diomongin gih siapa tahu cuma salah paham."
"Salah paham apanya. Jelas-jelas dia selingkuh." gumamku setengah berteriak.
"Aku selingkuh?" Lavi muncul dari balik pintu dengan membawa semangkuk bubur.
"Kalian perlu bicara deh," Wonpil pun tahu diri dan menyingkir. Dia memberikan ruang buat Lavi dan aku bicara.
Aku diam tak bermaksud untuk memulai pembicaraaan. Lavi juga sama.
Lavi menyodorkan semangkuk bubur putih di hadapan Jae. "Ini aku yang bikin." gumam Lavi.
"Bisa dimakan?" Tanyaku ragu.
"Bisa sih. Kalau kamu gak alergi masakanku," gumam Lavi.
Perempuan itu menyodorkan sendok pada Jae, "Makan dulu baru nanti kita bicara." Aku pun mengambil sendok. Sayang banget dia udah masak kalau gak dimakan. Lagian ini tanggal tua. Sudah waktunya anak kos menghemat biaya.
Entah karena lapar atau doyan. Semangkuk bubur yang kukira gak enak itu bablas dalam beberapa menit. Aku pun menaruh sendok di atas mangkuk.
"Jae, aku ga selingkuh," Lavi memulai pembicaraan.
"Kenapa baru jelasin sekarang?"
"Aku tahu saat itu kamu emosi. Dan kamu gak bisa diajak ngomong pas emosi."
Aku diam. Tiga tahun hubungan kami dia pasti tahu betul sifatku. Dan tiap kali emosi aku tipikal orang yang akan sulit diajak bicara.
"Dia tuh bos aku. Kita ga pacaran. Kamu salah pengertian. Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia."
"Tapi ngapain kamu pakai acara dinner sama dia?"
"Itu dinner biasa, Jae"
"Alasan ya. Aku tahu Lav. Aku bukan pacar yang bisa bahagiain kamu. Karena aku masih kuliah S2 dan masih kek gini sementara kamu udah kerja."
"Aku gak pernah mempermasalahin itu. Kuliah juga demi masa depan kamu Jae. Aku ngedukung kamu."
"Tapi aku minder. Kita LDR lav. Belum lagi teman-teman kamu sudah mapan. Ini bukan jaminan kalau kamu ga bisa berpaling dari aku," ujarku dengan nada putus asa.
Lavi menyentuh tanganku. "Dari awal kita ngejalanin hubungan ini. Kita janji buat berjuang bareng. Aku juga gak akan ninggalin kamu, Jae. Aku sabar nunggu kamu." Gumam Lavi.
Aku menelan ludahku, "Kamu beneran gak selingkuh?" Aku mencoba mencari kebenaran di matanya dan dia sama sekali tak berbohong.
"Enggak. Please Jae jangan kekanak-kanakan. Kita ini udah tunangan."
"Maaf," aku akhirnya minta maaf. Aku yang egois dan berpikir sempit tentang dia yang harusnya kupercaya.
"Mau maafin aku kan?"
"Tentu. Tapi jangan kayak anak kecil lagi."
"Jadi balikan lagi?"
"Kan kamu yang bilang putus akunya kan gak ngerasa putus." Gumam Lavi sambil tersenyum. Aku pun ikut tersenyum.
"Makasi. Mau malmingan gak?"
"Masih pagi. Udah mikir malmingan."
"Kan nanti malam. "
" Aku mesti balik jakarta. Ada kerjaan yang ga bisa ditinggal. Maaf ninggalin kamu di saat sakit seperti ini."
"Gak papa. Aku ngerti. Kereta jam berapa?"
"Jam sembilan."
"Ya udah habis ini aku antar ke stasiun."
"Kamu gak marah kan?"
"Enggak. Tapi masih kangen sih."
"Kalau kangen nyusul ke Jakarta aja."
"Nanti kalau lulus langsung halalin kamu. Biar ga bolak-balik Jakarta-semarang. Tunggu ya sayangku," gumamku mengusap rambutnya pelan. Lavi tersenyum.
End.
A/N FINALLY FINALLY AKU NULIS MALMING THE SERIES DAN GAK KETIDURAN HEHEHHE. SENENG BANGET. SEMOGA SUKA YA. JANGAN LUPA BAHAGIA. Vote dan komen juga 😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Halu
FanfictionWelcome to zona bebas halu, bucin, dan baper, lemondeul. Harap dijaga baik-baik hatinya biar ga baper. Jangan lupa vote dan komen ya. Request story and pict: Tinggalin komen dan dm aja. Follow Twitter @J_key1219 Mention kalau mau request...