"Be joyful, be sad, laugh, cry, and live everyday to its fullest. Let your emotions remain your mind that you are alive." Jae
"Bagaimana rasanya hidup jadi orang biasa?" Tanya Jae pada seorang perempuan di sampingnya.
"Hmm, memangnya kau bukan orang biasa?" Tanya Alena yang biasa dipanggil Alen. Gadis itu membenarkan letak topinya.
"Eum," Jae menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Apa kamu ke sini untuk melarikan diri?" Tanya Alen.
Jae tersenyum tipis. Tak mungkin ia menjelaskan kepada Alen apa yang sedang dia alami dalam hidupnya. Jae bertemu Alen tiga minggu yang lalu. Alen adalah anak pemilik penginapan di tempat Jae menginap. Sebuah vila di pinggir pantai yang sudah sebulan ini jadi tempat dia menghabiskan hari-harinya yang tak biasa.
"Aku melihat koper besar di kamarmu. Bahkan kamu membawa laptop, gitar, dan banyak barang, apa kau berniat membeli vila ibuku?" tanya Alen ceplas ceplos.
"Jika boleh akan kubeli," ujar Jae tersenyum tipis.
"Memangnya kau punya uang?"
"Kucicil kalau boleh," ujar Jae sambil tertawa. Namun gadis di sampingnya sama sekali tak ikut dia tertawa.
"Apa kau selalu tertawa seperti ini?" Tanya Alen.
"Memangnya kenapa?"
"Kamu ganteng "
" Hahahaha. Kau ini lucu," ujar Jae tertawa lagi.
"Tapi kalau ketawamu seperti ini," tukas Alen.
Jae mengerutkan dahinya, "Memangnya kenapa dengan tertawaku sebelumnya?"
"Tidak lepas, " gumam Alen.
"Oh ya? Bagaimana kau bisa membedakan antara tertawa lepas atau tidak?" ujar Jae.
"Eum, entahlah. Kata orang aku punya bakat untuk melihat hal hal yang tidak bisa dilihat orang lain. Termasuk itu, " gumam Alen.
" Bisa lihat hantu juga? "
" No, dan aku gak mau"
"Hahahha" tukas Jae.
Jae memandang Alen. Sebulan di sini sudah cukup membuat dia mengenal gadis ini. Tiap pagi dia membantu ibunya mengurus Vila, membersihkan Vila, termasuk Vila yang disewa Jae. Jika siang Alen banyak menghabiskan waktu di jalanan, berjualan souvenir, berjualan koran. Dan punya hobi menggambar Gravity di tembok yang sudah dia beli. Iya, dia tidak sembarang menggambar di tembok orang, biasanya dia akan mengajukan surat sewa dan membayar tembok untuk menjadi alat seninya.
"Gak mau cerita?" Tanya Alen.
"Tentang?"
"Alasan keberadaanmu di sini" gumam Alen sambil memasukkan permen karet di mulutnya.
"Waktumu 30 menit. Kalau tidak kau harus membayarku untuk mendengarkan ceritamu," celetuk Alen.
"Hahaha, kau suka sekali ya sama uang?"
"Oh ya jelas, tanpa uang mana mungkin aku bisa hidup," gumam Alen.
Jae diam. Alen Juga. Lelaki itu menarik napas dalam, "Mungkin benar katamu, aku sedang melarikan diri," gumam Jae.
Alen menatap laut luas dan senja yang mulai turun. "Terus?" ucapnya tanpa menatap Jae.
"Entahlah, aku rasa dunia ini menakutkan. Apa yang aku lakukan selalu salah. Aku bahkan merasa takut hanya untuk memposting sesuatu di sosial media," ujar Jae.
KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Halu
FanfictionWelcome to zona bebas halu, bucin, dan baper, lemondeul. Harap dijaga baik-baik hatinya biar ga baper. Jangan lupa vote dan komen ya. Request story and pict: Tinggalin komen dan dm aja. Follow Twitter @J_key1219 Mention kalau mau request...