Hilir mudik dari orang-orang yang berlalu lalang sembari berbincang, tertawa, bahkan saling diam lewat dihadapannya. Di hadapan lelaki dengan jaket hitam yang dipakainya, bersandar pada pohon beringin kokoh di depan sebuah gedung yang mulai ramai.
Laki-laki itu kembali men-diall nomor yang sudah lima belas menit terpampang di layar ponselnya.
Tidak bisa dihubungi.
"Kaira mana sih?" ia menggumam sembari mengetikkan pesan pada salah satu aplikasi chat. Tapi tetap saja, tidak berbalas. "Yah dah, jangan-jangan lupa!"
Iapun memandang padatnya area gedung ini. Matanya menelusuri keramaian. Siapa tahu gadis yang dicarinya ada di salah satu antara mereka.
Tapi nihil, ia tidak menemukan gadis yang memiliki rambut hitam sebahu lebih panjang, dengan mata cokelat madunya dan senyum yang teramat sangat manis jika pemiliknya itu menyunggingkan bibirnya.
Karel mendengus kecil, "Lama banget dah, dandan dulu apa ya dia mau ketemu gue," pikirnya lalu terkekeh.
"Karel! Sorry bikin lo nunggu lama!" tiba-tiba seseorang berseru beberapa meter di belakangnya. Membuat Karel mengernyit bingung, pendengarannya langsung menangkap bahwa itu bukanlah Kaira.
Karel menoleh. Dan terkejut ketika melihat yang datang adalah... Mantan pacarnya yang demi apapun Karel tidak pernah memiliki rasa pada gadis--yang masih mengejarnya sampai saat ini.
Felma.
Karena raut wajah bingung Karel, gadis dengan setelan dress krem yang tidak berlebihan itu angkat bicara, "Kaira ngga mau nonton sama lo. Jadi gue gantiin aja. Ngga papa kan?"
Karel berdiri menghadap Felma, matanya menyorot tidak suka.
"Nggak papa apanya? Lo ngapain dateng kesini?"
Felma mengangkat kedua bahunya, "Ya Kaira sendiri yang nyerahin tiket nonton dia buat gue. Tikenya ada dimana? Di lo katanya? Yuk!"
Lengan Felma dengan sigap langsung merangkul lengan tegap milik Karel. Dan gadis itu berjalan menuju area dalam gedung sembari menarik tangan lelaki di sebelahnya.
"Eh buset. Enak aja lo!" Karel menghempaskan tangannya dari gandengan Felma. "Mana Kaira? ngga usah boong."
Karel merasa aneh dengan Felma. Pasalnya, terakhir mereka berbincang dan bertemu adalah saat di toko eskrim itu. Dimana Felma meminta maaf pada Karel sembari menangis menyesali perbuatannya. Yang bahkan Karel sama sekali tidak peduli.
Dan malam ini, Felma datang lagi padanya. Seolah mereka sudah kembali berteman seperti saat masa-masa SMP yang indah bagi Felma.
"Gue mau benerin hubungan kita yang renggang." Felma menatap lurus kearah mata Karel. "Please?"
"Apaan dah,"
Felma tersenyum, "Gue tau lo udah nggak marah sama gue,"
Karel mengangguk, mengiyakan. Membuat senyum sumringah Felma terpampang nyata diwajahnya kian melebar.
"Emang udah ngga marah. Tapi gue enek sama lo." Karel memasukkan kedua tangannya pada jaket hitamnya. "Cabe."
Mata Felma membulat, tatapannya itu makin menunjukkan ada air mata yang bergenang di pelupuk mata gadis tersebut. Tapi sekali lagi Karel tekankan, ia tidak peduli.
Namun dengan cepat, Felma mengerjapkan matanya.
"Lebih cabe mana dari Kaira?" tantang Felma. Nafasnya ngos-ngosan. Menahan emosi.
"Lah, kok jadi bawa-bawa dia?" Karel mencibir. "Tau ah, sebel gue ngomong sama lo. Mulut gue nanti alergi."
Felma mengepalkan kedua tangannya, beberapa detik, ia luruhkan emosinya itu lagi. Bagaimanapun juga, Felma ingin kembali bersama Karel. Merangkai kisah indah yang sudah terpatri di otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One And Only K [Completed]
Teen FictionKaira Alsava. Gadis yang sangat menyukai ketenangan. Di balik musik yang ia dengarkan setiap waktu, Di balik film yang ia tonton setiap malam, Di balik novel yang ia baca setiap senggang, Ia adalah seorang gadis yang menyimpan sejuta luka. Yang hany...