47. Powder Color

1.1K 118 19
                                    

Sudah sepuluh menit yang lalu Kaira selesai berlatih vokal. Dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul dua siang, gadis itu lebih memilih berjalan untuk melihat-lihat stand makanan, minuman, dan berbagai barang unik yang diperjualkan. Dentuman lagu Best Song Ever diputar oleh DJ yang diundang sekolah, membuat suasana semakin meriah dengan taburan powder color.

"Oke, makasih." ucap Kaira setelah ia menerima satu kentang tornado yang baru saja dibelinya. Gadis itu kemudian berlalu sambil menatap kearah lapangan. Ramainya sungguh membeludak. Sayang, disini Belinda tidak dapat hadir karena ia sedang berduka dengan kepergian Anyi, kelinci putihnya.

"Sendirian, hm?" suara seseorang yang terdengar tepat di samping Kaira membuatnya langsung menoleh. Dilihatnya lelaki jangkung yang sedang meminum jus mangga.

Azka.

"Ngga, ini rame kok."

Lelaki itu tersenyum tipis, kemudian menarik napasnya dalam-dalam sebelum berbicara lagi.

"Kay, gue pengen ngomong deh." Azka membuang gelas plastik yang sudah kosong itu ke dalam tempat sampah di belakangnya. "Tapi nggak disini."

Kaira mengangguk, "Oke, dimana?"

Tanpa angin berhembus kencang, tanpa hujan badai menyerang, Azka langsung mengamit tangan Kaira untuk membawanya menjauhi area lapangan SMA Cakrawala yang ramai.

Dalam jalannya, Kaira langsung melepas tangannya dari genggaman Azka. Ketika Azka menoleh kearahnya, Kaira membuang muka. Pura-pura sibuk dengan apa yang dipandangnya sekarang. Dan keramaian lapangan adalah pengalihannya.

Sampai akhirnya mereka sampai di depan lapangan basket indoor. Azka mendudukkan dirinya di kursi depan ruangan itu, dengan Kaira yang mengikutinya.

Lapangan basket indoor ini masih satu area dengan ruang lingkup SMA Cakrawala. Namun letaknya yang berada di luar kotak lapangan utama, membuat suasana disini lebih sepi.

"Gue doang yang terlalu ngerasa, atau emang bener lo berubah ya, Kay?"

Kaira menoleh ke arah lelaki itu. Tatapan tanya ia lemparkan.

"Maksudnya berubah?"

Azka menggedikkan bahunya, kemudian balas menatap Kaira. Ada kilatan tatapan sedih yang dapat Kaira tangkap. Dan ia tidak tahu apa sebabnya.

Lalu, Azka menggerakkan dirinya untuk duduk menghadap lurus ke arah Kaira agar bisa bicara lebih nyaman. Ia hembuskan nafas berat sebelum berbicara. Entah bagaimana, ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya.

"Waktu awal-awal kelas enam SD di bazar buku, gue pertama liat lo. Disitu juga pertama kali kita kenal. Inget nggak?"

"Gue inget,"

Kaira meneguk ludahnya, karena disitu pula pertama kalinya perasaan itu muncul untuk Azka. Perasaan kagum pertamanya.

"Gue sama lo malah ngobrak-ngabrik buku disana. Buat cari genre buku yang sama, cari buku fantasteen waktu itu. Haha, inget banget gue. Tapi begonya, kita ga kenalan. Sampe akhirnya lo pulang duluan, dan kita ngga ketemu lagi."

Kaira mengangguk kecil, ingat sepotong kejadian itu.

"Ya, awalnya gue mikir ngga akan ketemu lo lagi, Kay. Tapi nggak taunya, waktu SMP kita satu sekolah, malah sekelas." Azka terkekeh. "Dunia berasa sempit banget. Sampe akhirnya kita bisa jadi sahabat. Lo sahabat perempuan satu-satunya yang gue punya loh, Kay. Bangga ga???"

Kaira tersenyum. Lucu, mengingat saat dirinya memiliki rasa pada Azka. Namun Azka memberi garis yang cukup nyata, bahwa mereka bersahabat.

"Gue ngerasa selalu menjadi orang yang lo butuhin. Tiap hari pasti gue denger cerita lo. Entah itu gara-gara eskrim lo yang jatoh pas baru dibayar, kucing nyasar yang tidur di sorok meja lo, dan-- semua hal sepele."

One And Only K [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang