Suara decitan pada pintu dengan tulisan 'Dandelion's Room' terdengar bersamaan dengan dinginnya ruangan yang langsung menyergap ketika pintu telah terbuka. Dihembuskan nafasnya dengan pelan, Kaira melangkah masuk. Dan ah, betapa mirisnya ia melihat Karel yang terbaring tidak berdaya disana.
Wajah serta tangan yang tergores luka dalam, kepala di perban, sesuatu yang menempel di tangan, juga mata yang terpejam. Kaki Kaira seakan lemas melihat seseorang dihadapannya kini.
Kaira menutup pintu dari dalam, kemudian ia mendudukkan dirinya di kursi yang memang disediakan tepat di sebelah brankar. Ia menatap wajah lelaki di depannya sekarang dengan perasaan campur aduk. Sedih, merasa bersalah dan panik. Apalagi soal Belinda yang masih membuatnya shock. Dress yang Kaira pakai pun masih terdapat noda merah yang bisa dibilang lumayan banyak walau tadi Kaira sudah ke toilet untuk mencuci tangan serta mengelap pakaiannya sebelum ke ruangan ini.
Kaira menghembuskan nafas kecil, sampai kapan Karel akan memejamkan matanya seperti Ini?
Ia tersenyum kecut, kemudian berkata, "Aku tau... Kamu pura-pura tidur."
Dengan itu, Karel langsung membuka matanya secara refleks. Pertama, karena Kaira tahu ia hanya berpura-pura tidur. Dan kedua, panggilan aku-kamu yang Kaira ucapkan pun membuatnya sedikit terkejut.
"Tadi ketemu Arden di lift, katanya--kamu melek." Kaira menjelaskan sedikit ketika melihat raut terkejut Karel yang berakhir dengan raut tidak peduli.
Kaira tidak tahu kenapa. Namun Karel bersikap seperti bukan biasanya.
Kemudian, yang terjadi adalah suasana hening. Suasana yang tidak Kaira suka ketika bersama Karel. Iya, memang, dulu Kaira selalu kesal ketika Karel tidak henti-hentinya bicara hal tidak penting. Namun ternyata diamnya lelaki itu membuat Kaira merasa tidak nyaman.
"Terus kesini ngapain?"
Deg.
"Mau apa? Disini kan ngga ada Azka."
Karel telah membuka suaranya. Namun tidak memudarkan rasa tidak nyamannya Kaira dalam situasi saat ini. Malah, Kaira tidak percaya dengan apa yang dilontarkan Karel barusan. Seperti ada sesuatu yang mengganjal.
Kaira memundurkan tubuhnya pada sandaran kursi, menatap lurus ke arah lelaki itu. "Gue nggak nyari Azka."
Namun Karel hanya mengangguk kecil, lalu membuang pandangan.
"Ya. Kirain."
Sedetik kemudian, hening kembali menguasai atmosfer lagi dan lagi. Kaira malah merasa resah dengan situasi ini. Pikirannya jadi kemana-mana tentang sikap dinginnya lelaki itu pada Kaira.
"Rel--"
"Gue mau istirahat. Lo pulang aja,"
Hmph.
Karel menggerakkan kepalanya untuk menoleh ke sebelah kanan, dimana tembok putih itu terlihat lebih menarik. Dan rasa sesak kembali menjalar dalam hati keduanya.
Rumit.
"Kenapa lo jadi bersikap dingin gini ke gue?" Kaira berucap. Matanya yang berwarna cokelat madu itu lurus menatap lelaki yang tidak mau menatapnya sama sekali. Sejak tadi.
Hening sebentar. Karel malas dengan perbincangan ini.
"Azka sayang lo. Dan sebaliknya juga gitu, hm?" Karel menggumam. "Lo nggak pernah ngomong gitu ke gue, tapi ke Azka iya."
Tepat. Jantung Kaira mencelos.
"Gue liat lo sama Azka di taman samping gedung tadi."
"Rel, dia sahabat gue--"
KAMU SEDANG MEMBACA
One And Only K [Completed]
Teen FictionKaira Alsava. Gadis yang sangat menyukai ketenangan. Di balik musik yang ia dengarkan setiap waktu, Di balik film yang ia tonton setiap malam, Di balik novel yang ia baca setiap senggang, Ia adalah seorang gadis yang menyimpan sejuta luka. Yang hany...